KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali melakukan reshuffle menteri-menteri dalam Kabinet Indonesia Maju, Senin (19/8/2024).
Jokowi melantik politikus Partai Gerindra Supratman Andi Atgas sebagai Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) menggantikan Yasonna Laoly, Bahlil Lahadalia sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menggantikan Arifin Tasrif, serta Rosan Roeslani sebagai Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menggantikan Bahlil.
Dia juga mengangkat Angga Raka Prabowo sebagai Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika, Dadang Hindayana sebagai Kepala Badan Gizi Nasional, Hasan Nasbi sebagai Kepala Badan Komunikasi Kepresidenan, serta Taruna Ikrar sebagai Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Meski reshuffle kerap dilakukan Jokowi sejak menjabat pada 2014, pergantian menteri kali ini berbeda karena dilakukan hanya dua bulan jelang pelantikan presiden terpilih Prabowo Subianto pada 20 Oktober 2024.
Ada apa di balik keputusan Jokowi reshuffle menteri dua bulan sebelum lengser dari jabatan presiden Indonesia?
Baca juga: Daftar Menteri, Wakil Menteri, dan Kepala Badan yang Dilantik Presiden Jokowi Hari Ini
Reshuffle untuk keberlanjutan
Pengamat politik Universitas Indonesia (UI), Cecep Hidayat menilai tidak ada penjelasan terkait alasan Jokowi me-reshuffle kementerian tertentu hanya dua bulan sebelum lengser.
Dia juga tidak menemukan urgensi pengangkatan Wamenkominfo baru, Angga Raka Prabowo di saat Menkominfo Budie Arie telah didampingi Wamenkominfo Nezar Patria sejak 2023.
Namun, Cecep meyakini pergantian dalam kabinet Jokowi dilakukan sebelum dia lengser untuk menyiapkan keberlanjutan pemerintah periode selanjutnya.
"Dilihat dari efektivitas pekerjaannya (kabinet Jokowi) sudah tidak mungkin apalagi ditetapkan dalam waktu dua bulan. Kalau keberlanjutan itu dimungkinkan," ujarnya kepada Kompas.com, Senin (19/8/2024).
Keberlanjutan tersebut juga dilakukan Jokowi dengan membuat dan mengangkat kepala Badan Gizi Nasional sebagai pelaksana Program Makan Bergizi Gratis serta Kantor Komunikasi Kepresidenan yang bertugas menjadi juru bicara Prabowo.
Di sisi lain, Cecep memandang keputusan reshuffle kabinet hari ini dilakukan Jokowi untuk mengakomodasi pihak-pihak yang telah membantu pekerjaan politik Jokowi-Prabowo. Sebab, diketahui ada beberapa oang terdekat keduanya dalam susunan kabinet terbaru.
Meski langkah Jokowi menyiapkan keperluan pemerintah periode selanjutnya yang dipimpin Prabowo dinilai masuk akal, Cecep tetap mewanti-wanti ada risiko dari upaya kesinambungan transisi pemerintahan tersebut.
"Jangan sampai orang-orang baru ini dipergunakan untuk kekuasaan lewat menteri dan partai politiknya," imbuh dia.
Baca juga: Sepak Terjang Bahlil Lahadalia, dari Pimpin Investasi Kini Menteri ESDM
Wajah pemerintah baru
"Oposisi di pemerintah sedikit. (Ini) mempertegas partai pendukung pemerintah. Sekarang sisa Menteri Sosial (Tri Rismaharini) dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Bintang Puspayoga) di luar kubu Jokowi-Prabowo," tuturnya.
Menurut dia, suatu pemerintah seharusnya terdiri dari 50 persen anggota partai pendukung pemerintahan dan 50 persen oposisi. Nyatanya, kabinet hari ini sekitar 60-80 persen berisi pendukung pemerintah.
Cecep menilai, kondisi demikian baik untuk pemerintah sehingga memudahkan pengambilan keputusan. Namun sebaliknya, tidak ada pihak yang mampu bersikap kritis.
"Hak prerogatif presiden memang, tapi harapannya digunakan untuk kebaikan bersama untuk publik bukan kekuasaan," tegasnya.
Cecep meyakini, kondisi kabinet pemerintah saat ini dapat mencerminkan bentuk pemerintah periode selanjutnya selama lima tahun ke depan. Kabinet Prabowo bisa diisi kader partai politik maupun relawan pendukungnya.
Untuk menyeimbangkan keadaan tersebut, dia mengakui hal tersebut bisa dilakukan oleh para anggota DPR di parlemen. Namun, mereka tentu tetap akan mengikuti pemerintah sesuai yang didukung parpol pengusungnya.
Baca juga: Profil Yasonna Laoly dan Arifin Tasrif, Dua Menteri yang Dicopot Jokowi Hari Ini
Cawe-cawe politik Jokowi ke Prabowo
Akademisi politik Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) sekaligus Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan menilai reshuffle kabinet hari ini tidak diperlukan.
"Reshuflle kabinet paling tidak masuk akal dari sisi politik dan ketatanegaraan. Presiden telah melakukan kebijakan reshuffle dengan ugal-ugalan," ujarnya, saat dikonfirmasi Kompas.com, Senin.
Halili menganggap, presiden terpilih akan dilantik dalam waktu dua bulan. Karena itu, Jokowi tidak punya posisi mengambil kebijakan strategis seperti mengangkat menteri dan kepala lembaga baru.
Reshuffle hari ini, katanya, menunjukkan hasrat kuat Jokowi dalam menentukan komposisi elite kabinet dalam periode pemerintahan baru. Padahal, hal itu tidak perlu dilakukan.
Halili menyebut, Prabowo sebagai presiden terpilih berhak menentukan orang dalam pemerintahnya. Karena itu, Prabowo tidak perlu perlu menyediakan ruang politik formal untuk mengakomodasi kebutuhan Jokowi sebagai mantan presiden.
"Langkah Presiden Jokowi dalam bentuk reshuffle hari ini tidak ada presedennya. Tidak pernah terjadi pada kepresidenan sebelumnya. Gagasan presiden terpilih untuk melembagakan satu forum tertentu bagi para mantan presiden juga tidak ada presedennya," tegas Halili.
Dia meyakini, Prabowo sangat potensial mengubah menteri maupun lembaga yang dibentuk Jokowi ketika kelak telah menjadi presiden Indonesia.
"Namun secara substantif perubahan kabinet dalam waktu yang mendekati pelantikan presiden terpilih menunjukkan bahwa Jokowi tetap ingin 'cawe-cawe' dalam pemerintahan mendatang," tandasnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.