KOMPAS.com - Aksi demonstrasi menentang Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang berujung pada batalnya pengesahan revisi Undang-Undang (UU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kompleks Parlemen, Jakarta pada Kamis (22/8/2024) menjadi perhatian berbagai media asing.
Kabar pecahnya bentrokan antara buruh, mahasiswa, dan kelompok masyarakat sipil dengan polisi terdengar hingga Singapura, Malaysia, Amerika Serikat (AS), hingga Qatar.
Media asing menyoroti kemarahan rakyat yang menentang keputusan DPR menolak putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas partai dan syarat usia pencalonan kepala daerah.
Mereka juga menyinggung politik dinasti yang berpeluang lahir jelang berakhirnya masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Oktober 2024.
Lantas, apa kata media asing soal batalnya revisi UU Pilkada?
Baca juga: Sufmi Dasco Pastikan Revisi UU Pilkada Batal, Pakai Putusan MK
1. Massa geruduk dan robohkan pagar DPR
Majalah Time asal AS memberitakan, Gedung DPR digeruduk ribuan pengunjuk rasa yang berupaya merangsek masuk ke kawasan parlemen.
Meski berhadapan langsung dengan polisi, massa mampu merobohkan gedung DPR, termasuk melempari aparat dengan batu.
“Kerusuhan ini memaksa badan legislatif untuk menunda pemungutan suara mengenai perubahan kontroversial pada undang-undang pemilu yang dapat semakin meningkatkan pengaruh politik Presiden Joko Widodo,” tulis Time.
Media tersebut juga menyebutkan, massa menduduki jalan-jalan di depan Gedung DPR, memegang spanduk, menyalakan petasan dan api, serta membakar ban.
Majalah Time mengatakan, keputusan DPR yang sebelumnya mengabaikan putusan MK telah memicu kecaman di media sosial dan menyulut kekhawatiran mengenai potensi krisis konstitusional.
“Badan legislatif terpaksa menunda pengesahan undang-undang tersebut setelah gagal mencapai kuorum,” jelas media tersebut.
Baca juga: Apa Maksud Peringatan Darurat Garuda Biru dan Kaitannya dengan Kawal Putusan MK?
2. Aksi unjuk rasa bergelora di berbagai kota
Jalannya aksi menentang DPR yang sempat melawan putusan MK disebut media asal Malaysia, The Star, meletus di berbagai kota, salah satunya Semarang, Jawa Tengah.
Polisi yang disiagakan di berbagai kota merespons aksi tersebut dengan tembakan gas air mata.
The Star menyampaikan, gelombang protes terhadap rencana revisi UU Pilkada yang berujung pada pembatalan pengesahan aturan mendorong pemerintah Jokowi untuk mengikuti putusan MK.
Hal tersebut disampaikan Jokowi melalui Kepala Kantor Komunikasi Presiden Hasan Nasbi pada Kamis.
“Hasan Nasbi juga mengatakan bahwa sikap pemerintah terhadap perubahan undang-undang pemilu adalah untuk mengikuti aturan yang ada jika amandemen yang diusulkan belum disahkan oleh DPR,” katanya.
Baca juga: Aksi Reza Rahadian Ikut Demo Hari Ini, Mengaku Tidak Bisa Tidur Tenang Melihat Kondisi Indonesia
3. Revisi UU Pilkada membuat rakyat marah
Media asal Singapura, Channel News Asia (CNA), memberitakan bahwa rencana pengesahan revisi UU Pilkada yang akhirnya dibatalkan telah memicu kemarahan di seluruh Indonesia.
CNA menuliskan, kemarahan tersebut terjadi di Indonesia yang disebut sebagai negara demokrasi terbesar di dunia.
“Jokowi menghadapi kritik yang semakin meningkat mengenai apa yang dikatakan para analis sebagai upaya untuk mengkonsolidasikan kekuasaannya sebelum ia lengser pada bulan Oktober ini,” kata media tersebut.
CNA juga meyoroti aksi massa yang membawa spanduk dan alat peraga yang menyerupai alat pemenggal kepala dilengkapi dengan gambar wajah Jokowi.
Massa juga menuduh, selama Jokowi berkuasa, mantan Gubernur DKI Jakarta ini telah menghancurkan demokrasi.
Jika revisi UU Pilkada disahkan maka putra bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep, berpotensi maju Pilkada.
Baca juga: 3 Perbedaan Putusan MK dan DPR soal RUU Pilkada
4. Demokrasi Indonesia terancam dirusak
Media asal Singapura lainnya, Straits Times, mengatakan demokrasi Indonesia terancam dirusak apabila DPR mengesahkan revisi UU Pilkada.
Jika UU tersebut benar-benar disahkan, Kaesang berpotensi besar maju Pilkada pada tahun ini.
Mengutip pernyataan eks Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong, Straits Times menyebut, kesempatan bekerja di Indonesia akan hilang jika demokrasi tidak baik-baik saja.
“Jadi, mari kita berjuang bersama," kata Lembong ketika mengikuti aksi melawan DPR, Kamis.
Straits Times menambahkan, Jokowi sempat mengeluarkan pernyataan bahwa ia menghormati putusan MK dan keputusan MK.
Hal tersebut diucapkan Jokowi sebelum DPR membatalkan pengesaahan revisi UU Pilkada.
Baca juga: Dukung Mahasiswa Ikut Demo Kawal Putusan MK, Fisipol UGM Liburkan Kuliah
5. Indonesia alami krisis konstitusional
Media asal Qatar, Al Jazeera, menyebutkan rencana DPR mengesahkan revisi UU Pilkada dan tidak mematuhi putusan MK membawa Indonesia ke dalam krisis demonstrasi.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menggambarkan langkah DPR tersebut sebagai pembangkangan konstitusional.
Rakyat yang merasa kesal dengan keputusan DPR kemudian menggaungkan tagar peringatan darurat garuda biru di media sosial X dan Instagram.
Salah satu pengunjuk rasa yang bekerja sebagai guru, Afif Sidik (29) mengatakan, ia ikut demonstrasi di depan Gedung DPR hari ini karena sudah benar-benar muak.
Ia menegaskan, Indonesia adalah negara republik yang mengusung sistem demokrasi.
Namun, demokrasi Indonesia ternodai karena kepemimpinannya ditentukan oleh satu orang atau oligarki
"Kami tidak bisa menerimanya," tandas Afif.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.