KOMPAS.com - Pemerintahan Orde Baru yang berkuasa selama 32 tahun di Indonesia, runtuh pada tahun 1998. Kemarahan rakyat dan gerakan mahasiswa memaksa Soeharto turun dari jabatannya.
Kejatuhan rezim ini bukan disebabkan oleh satu faktor tunggal, melainkan akumulasi dari berbagai faktor yang saling terkait.
Seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme keluarga dan kroni-kroninya, serta otoritarianisme pemerintahan militeristik Soeharto.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Soeharto Lengser, Akhir Kisah Orde Baru
Berikut beberapa faktor yang menjadi penyebab jatuhnya pemerintahan Orde Baru:
1. Penyimpangan UUD 45 dan Pancasila
Dikutip dari Kompas.com, runtuhnya rezim Orde Baru semata-mata tidak hanya karena krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia.
Jatuhnya rezim Orde Baru diprakondisikan dan didahului dengan runtuhnya ideologi yang mengawalnya.
Ideologi Pancasila yang sejatinya bersifat luhur dan mulia, namun oleh rezim Suharto diselewengkan menjadi alat legitimasi.
Dalam perkembangannya fungsi ideologi sebagai alat legitimasi sudah tidak efektif lagi.
Selain itu, sistem perekonomian yang diklaim dijalankan dengan asas demokrasi ekonomi, namun kenyataannya hanya dikuasai sebagian orang.
Di era orde baru, perekonomian justru dikuasai oleh konglomerat dan terjadi monopoli ekonomi.
Dengan kata lain sistem perekonomian yang dijalankan di Indonesia merupakan sistem kapitalis.
Baca juga: Di Mana Soeharto Saat Soekarno Bacakan Proklamasi Kemerdekaan RI?
2. Krisis politik dan maraknya KKN
Krisis politik Orde Baru merupakan puncak dari berbagai kebijakan politik yang diterapkan pemerintahan Presiden Soeharto.
Dikutip dari Intisari, selama era Orde Baru berjalan, diterapkan kebijakan-kebijakan politik, yang diwarnai berbagai penyelewengan seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Korupsi yang menggerogoti keuangan negara, kolusi yang merusak tatanan hukum, dan nepotisme yang memberi perlakuan istimewa kepada kerabat dan kawan penguasa, menyebabkan jatuhnya pemerintahan Orde Baru.
Praktik nepotisme pada zaman Orde Baru salah satunya dijalankan melalui Golkar yang selalu mendapat suara terbanyak dalam pemilu selama enam kali berturut-turut, yakni pemilu 1971, 1972, 1982 1987, 1992, dan 1997.
Kemenangan ini menuai kecurigaan akan kecurangan, ditambah lagi rekrutmen politik dilakukan secara tertutup. Rekrutmen politik masa itu memang diatur berdasarkan kedekatan presiden dengan pemerintah.
Pada masa Orde Baru, setidaknya ada delapan Keppres yang dikeluarkan Soeharto dan disinyalir memberi keuntungan bagi keluarga dan orang-orang terdekatnya.
Soeharto juga dikenal gemar menunjuk kawan-kawan militernya untuk menduduki berbagai jabatan sipil di pemerintahan. Pada era Orde Baru, mayoritas gubernur berasal dari kalangan militer, khususnya para jenderal.
Untuk para perwira militer, biasanya diangkat sebagai bupati atau wali kota. Dengan pengangkatan perwira militer dalam pemerintahan, rezim Orde Baru dapat merepresi lawan-lawan politik Soeharto.
Tidak heran apabila kekuasaannya dapat bertahan lama, bahkan hingga tiga dekade lebih.
Namun berbagai kecurangan di bidang politik pada akhirnya membuat masyarakat tidak lagi percaya pada pemerintah, yang akhirnya menyebabkan runtuhnya Orde Baru.
Baca juga: Di Mana Soeharto Saat Soekarno Bacakan Proklamasi Kemerdekaan RI?
3. Krisis ekonomi
Krisis moneter global yang melanda Asia pada tahun 1997 menghantam Indonesia dengan keras.
Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS anjlok drastis, memicu inflasi tinggi dan melumpuhkan sektor ekonomi.
Ketidakmampuan pemerintah dalam menangani krisis, ditambah dengan kebijakan yang salah, memperparah kondisi ekonomi dan menimbulkan penderitaan rakyat yang luas.
Tragedi Trisakti dan Semanggi pada Mei 1998 menjadi puncak kemarahan rakyat terhadap pemerintah.
Penembakan brutal terhadap mahasiswa tak bersenjata memicu demonstrasi besar-besaran dan kerusuhan di berbagai kota.
Kematian tragis para mahasiswa ini menjadi simbol kebrutalan rezim Orde Baru dan semakin memperkuat tekad rakyat untuk menjatuhkan Soeharto.
Soeharto lalu mengundurkan diri dari jabatannya pada 21 Mei 1998 setelah runtuhnya dukungan untuk kepresidenannya yang telah berlangsung selama 32 tahun.
Wakil Presiden B.J. Habibie kemudian mengambil alih kursi kepresidenan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.