Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mumi dari Abad Ke-17 Dites Positif Narkoba Jenis Kokain, Kok Bisa?

Baca di App
Lihat Foto
Dok. Journal of Archaeological Science Volume 170 , October 2024, 106040
Otak mumi dari abad ke-17 di Italia yang positif mengandung narkoba jenis kokain
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Arkeolog menemukan dua otak mumi di sebuah makam kuno di Italia yang berasal dari abad ke-17. Peneliti mengklaim, dua mumi itu positif narkoba jenis kokain.

Temuan mumi yang disebut positif kokain dapat digunakan untuk mencari tahu kapan waktu yang pasti kemunculan salah satu zat paling adiktif di dunia tersebut.

Namun anehnya, peneliti belum mengetahui dari mana asal narkoba yang dikonsumsi kedua orang itu sebelum menjadi mumi.

Sebab, penggunaan narkoba tersebut diketahui terjadi hampir dua abad sebelum senyawa psikoaktif dari tanaman asli Amerika Selatan bernama Erythroxylum coca diolah menghasilkan kokain murni.

Baca juga: Misteri Mumi Screaming Woman Berusia 3.500 Tahun Terpecahkan, Ini Penyebab Ekspresinya Berteriak

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Dua mumi positif narkoba

Kokain awalnya berasal dari tanaman koka yang dikunyah penduduk Amerika Selatan dengan jeruk nipis dan kulit kerang panggang. Tujuanya untuk menghasilkan efek mabuk, diberitakan Miami Herald (23/8/2024).

Catatan milik penjelajah Spanyol menuliskan, mereka pertama kali menemukan tanaman itu pada akhir abad ke-15. Daunnya digigit sehingga mereka tidak merasa lapar serta memiliki kekuatan dan tenaga yang besar.

Tanaman tersebut lalu berhasil masuk ke Eropa sekitar akhir abad ke-16. Namun, baru pada abad ke-19, orang-orang Eropa menemukan cara menghasilkan kokain dari tanaman koka.

Namun, penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Archaeological Science menemukan, ada dua laki-laki dari abad ke-17 yang otaknya sudah positif mengandung kokain.

Dikutip darI Science Alert, Minggu (1/9/2024), otak dua mumi laki-laki yang berada di makam Ca' Granda di Milan, Italia mengandung komponen aktif dari tanaman koka.

Itu tempat pemakaman rumah sakit kelas dunia pada abad ke-17 bernama Ospedale Maggiore. Salah satu rumah sakit tertua di Italia ini didirikan lebih dari 500 tahun lalu dan beroperasi hingga sekarang.

Pada 1600-an, pasien rumah sakit yang meninggal dimakamkan di ruang bawah tanah. Untuk memahami toksikologi era itu, para peneliti menggali beberapa jenazah. Mereka mengambil dan menganalisis sembilan sampel otak dari sisa-sisa mumi.

Hasilnya, dua sampel positif mengandung komponen aktif koka. Ini berarti orang tersebut kemungkinan mengunyah daun tanaman tersebut sebelum meninggal.

Baca juga: Ilmuwan Temukan Belasan Hiu di Brasil Positif Kokain, Kok Bisa?

Asal kokain di mumi tidak diketahui

Molekul kokain ditemukan di jaringan otak laki-laki berusia 30-45 tahun yang memiliki tanda-tanda sifilis tersier pada tengkorak. Otaknya yang tidak lagi melekat pada kerangka sehingga tidak dapat diidentifikasi lebih lanjut.

Para peneliti belum mengetahui asal kokain itu. Kemungkinan, tidak ada kontaminasi dari masa kini. Sebab, makam tersebut ditutup rapat sebelum dilakukan penelitian. Artinya, jejak obat-obatan di sana bukan kontaminan lingkungan.

Peneliti juga menemukan senyawa benzoylecgonine dalam sampel otak. Ini menunjukkan kokain memang melewati tubuh kedua mumi tersebut sebelum mereka meninggal.

Zat hygrine di otak mumi hanya ditemukan dari daun tanaman koka. Itu berarti obat tersebut dikonsumsi dalam bentuk tanaman.

Peneliti tidak mengesampingkan kemungkinan kedua orang tersebut diberi obat daun koka dari rumah sakit sebelum jadi mumi. Namun, tak ada catatan penggunaan tanaman ini sebagai obat di Eropa pada 1600-an. Tanaman tersebut juga tidak tercantum dalam catatan farmakologi rumah sakit.

Kesimpulannya, kedua laki-laki itu menggunakan kokain atas kemauan mereka sendiri atau saran obat di luar lingkungan rumah sakit.

Temuan ini mengejutkan karena keberadaan tanaman koka pada sisa-sisa manusia Eropa dari 1600-an belum pernah terjadi sebelumnya.

Peneliti menduga, orang-orang Eropa saat itu mendapatkan tanaman koka dari penjelajah Spanyol. Saat itu, wilayah Milan bahkan berada di bawah kekuasaan Spanyol.

Orang Spanyol mengambil tanaman koka dari Suku Inca yang menggunakannya untuk praktik keagamaan.

Suku Inca juga percaya tanaman ini dapat menjadi antiseptik dan analgesik, membantu pencernaan, asma, dan sakit perut, serta mengurangi pendarahan hidung dan nyeri dada.

Namun, orang Spanyol kurang tertarik pada daun koka sampai mereka menyadari nilai komersialnya. Mereka lalu memperoleh keuntungan finansial dengan mengelola produksi dan perdagangan tanaman koka ke Eropa.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi