KOMPAS.com - Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar merupakan salah satu tokoh Islam di Indonesia yang senantiasa menyebarkan nilai-nilai toleransi.
Salah satu bentuk toleransinya yaitu mengusulkan pembangunan Terowongan Silaturahmi yang menghilangkan "pagar pembatas" antara Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral di Jakarta Pusat.
Hari ini, Kamis (5/9/2024), Nasaruddin Umar dan Pemimpin Gereja Katolik Dunia Paus Fransiskus pun resmi menandatangani dokumen kemanusiaan The Istiqlal Declaration 2024 atau Deklarasi Istiqlal.
Penandatanganan deklarasi tersebut berlangsung usai terselenggarannya interreligious meeting atau pertemuan tokoh lintas agama di Indonesia.
Pertemuan itu merupakan bagian dari rangkaian agenda kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia pada 3-6 September 2024.
Tak hanya itu, saat agenda kunjungan di masjid terbesar se-Asia Tenggara akan berakhir, momen haru sarat persahabatan antara Paus Fransiskus dan Nasaruddin Umar pun beberapa kali terekam kamera.
Salah satunya, Nasaruddin tampak mencium kening Paus Fransiskus, yang kemudian dibalas dengan Paus yang mencium tangan Imam Besar Masjid Istiqlal tersebut.
Lantas, bagaimana sosok Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar?
Baca juga: Link Live Streaming Kunjungan Paus Fransiskus ke Masjid Istiqlal, Pukul 09.00 WIB
Profil Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar
Dilansir dari laman Istiqlal, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA lahir di daerah perkampungan Ujung, Dua Boccoe, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan pada 23 Juni 1959.
Nasaruddin menempuh pendidikan sekolah dasar hingga menengah atas di Pesantren As'adiyah, Sengkang, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan.
Lulus pada 1976, ia melanjutkan pendidikan di Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Alauddin Ujung Pandang, Makassar, Sulawesi Selatan pada 1980-an.
Berhasil menyabet gelar Sarjana Muda pada 1980, empat tahun kemudian, pada 1984, Nasaruddin pun meraih gelar Sarjana Lengkap (Sarjana Teladan) di kampusnya.
Ia kemudian melanjutkan studi di IAIN/UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, dan mendapatkan gelar magister tanpa tesis pada 1992.
Kembali menuntut ilmu di perguruan tinggi yang sama, Nasaruddin Umar berhasil menyelesaikan pendidikan doktor pada 1998 dengan predikat terbaik.
Dikutip dari laman Kementerian Agama, Nasaruddin menulis disertasi tentang "Perspektif Gender dalam Alquran".
Disertasi tersebut mengantarkannya dinobatkan sebagai alumni terbaik oleh UIN Syarif Hidayatullah.
Baca juga: Sejarah Terowongan Silaturahmi Masjid Istiqlal-Katedral yang Dikagumi oleh Paus Fransiskus
Selama studi menuju doktor, ia sempat menjadi salah satu mahasiswa tamu di Universitas McGill, Montreal, Kanada (1993-1994), Universitas Leiden Belanda (1994-1995), dan Universitas Sorbonne (1995).
Setelah meraih gelar doktor, Nasaruddin pernah menjadi sarjana tamu di Shopia University, Tokyo (2001), School of Oriental and African Studies, University of London (2001-2002), Georgetown University, Washington DC (2003-2004) serta di Universitas Sorbonne Nouvelle-Paris III.
Hingga saat ini, nama Nasaruddin Umar masih tercatat sebagai salah satu dosen di unit Program Studi Ilmu Al Quran dan Tafsir UIN Syarif Hidayatullah.
Ia juga masih aktif membimbing mahasiswa untuk penulisan skripsi S1, tesis S2, maupun disertasi S3.
Sementara itu, sejak 2006, Nasaruddin Umar menjabat sebagai Rektor Institut Perguruan Tinggi Ilmu Al Quran (PTIQ) Jakarta.
Disadur dari laman resmi, ia kembali terpilih menjadi Rektor Institut PTIQ Jakarta untuk periode 2021-2026.
Selain aktif mengajar, Nasaruddin juga seorang birokrat dan pernah menjabat sebagai Wakil Menteri Agama era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tepatnya pada 2011-2014.
Sebelumnya, ia juga pernah menduduki kursi eselon 1 di Kementerian Agama Republik Indonesia, yakni sebagai Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Dirjen Bimas Islam).
Baca juga: Agenda Paus Fransiskus Hari Ini: Kunjungi Masjid Istiqlal dan Pimpin Misa di GBK
Nasaruddin Umar dan pemikiran feminisnya
Nasaruddin merupakan pendiri organisasi lintas agama Masyarakat Dialog antar Umat Beragama dan Anggota Indonesia-UK Islamic Advisory Group yang didirikan oleh mantan perdana menteri Inggris, Tony Blair.
Karya-karya Nasaruddin tertuang dalam buku Argumen Kesetaraan Jender: Perspektif Al Quran yang pertama kali diterbitkan oleh Paramadina Jakarta pada 1999.
Karya tersebut adalah salah satu buku rujukan utama dalam diskursus dan penelitian tentang jender.
Bahkan, dalam berbagai penelitian akademis mengenai relasi laki-laki dan perempuan, seperti disertasi dan tesis pada perguruan tinggi di Indonesia, karya Nasaruddin selalu menjadi rujukan.
Karya tersebut turut menempatkan sosoknya sebagai tokoh feminis yang secara akademis memperjuangkan keadilan untuk semua.
Perbedaan laki-laki dan perempuan secara biologis masih dijadikan alasan untuk saling mensubordinasi antara satu dengan yang lainnya. Menurut Nasaruddin, Al Quran memang mengakui adanya "perbedaan" atau distinction antara laki-laki dan perempuan.
Namun, perbedaan itu bukanlah "pembedaan" atau discrimination yang menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lainnya.
Ia berpendapat, perbedaan tersebut sejatinya dimaksudkan untuk mendukung misi pokok Al Quran, yakni terciptanya hubungan harmonis yang didasari rasa kasih sayang di lingkungan keluarga.
Rasa kasih itulah yang nantinya akan menjadi cikal bakal terwujudnya sebuah komunitas ideal di masyarakat secara luas.
Baca juga: Trending di Twitter, seperti Apa Sejarah Masjid Istiqlal?
Mencetuskan Terowongan Silaturahmi
Prof Nasaruddin Umar saat ini menjabat sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal di Jakarta Pusat, DKI Jakarta.
Di masjid terbesar di Asia Tenggara ini, ia mengembangkan sejumlah kajian keagamaan untuk mendorong moderasi keislaman bagi umat Islam, di samping kegiatan yang mengiringi ibadah rutin lainnya.
Melalui Masjid Istiqlal, ia memperkenalkan wajah Islam Indonesia yang santun, toleran, dan moderat.
Dikutip dari Kompas.com, Kamis (5/9/2024), Nasaruddin juga sempat memiliki keinginan untuk menghilangkan "jarak" antara Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral.
Keinginan tersebut sempat menuai kegagalan karena penutupan jalan di kawasan tersebut akan menimbulkan kemacetan.
Kemudian, Nasaruddin mengusulkan untuk membangun sebuah terowongan penghubung di antara kedua rumah ibadah itu.
Menurut Nasaruddin, usulan pembangunan terowongan bawah tanah sempat ditolak dan menemui kendala, salah satunya akibat keberadaan pipa air dan listrik di dalam tanah.
Meskipun sempat ditolak, usul Nasarudin ternyata diterima ketika diajukan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) hingga membuahkan jembatan bawah tanah sepanjang 28,3 meter yang disebut Terowongan Silaturahmi.
Dalam lawatan ke Istiqlal, Paus Fransiskus turut mengunjungi dan menjadi saksi bagaimana Terowongan Silaturahmi menghubungkan Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral.
"Kami mohon Yang Mulia menjadi saksi fungsi terowongan ini," kata Nasaruddin di Masjid Istiqlal yang disiarkan Kompas TV, Kamis (5/9/2024).
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.