KOMPAS.com - Pengusaha sekaligus obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Marimutu Sinivasan ditangkap saat akan kabur ke Kuching, Malaysia.
Marimutu Sinivasan ditangkap petugas imigrasi di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong, Kalimantan Barat pada Minggu (8/9/2024) sore.
Direktur Jenderal Imigrasi, Silmy Karim menyatakan Marimutu ditangkap saat petugas konter memindai paspornya. Marimutu ternyata masuk dalam daftar cegah tangkal (cekal) sehingga tidak bisa bepergian ke luar negeri.
"Kemarin sore saat mau melintas di perbatasan. Hanya paspor saja (yang ditahan)," ujar Silmu, diberitakan Kompas.com, Senin (9/9/2024).
Marimutu dicekal karena buronan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) itu belum membayar piutang negara. Setelah ditangkap, paspornya ditarik. Marimutu lalu diserahkan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kemenkeu.
Lalu, siapa itu Marimutu Sinivasan dan apa kasus yang menjeratnya?
Baca juga: Kasus BLBI Dihentikan, Bagaimana Perjalanan Kasusnya Selama Ini?
Profil Marimutu Sinivasan
Marimutu Sinivasan (87) lahir pada 17 Januari 1937 di Medan, Sumatera Utara. Pria berdarah etnik India Tamil ini belajar menggeluti bisnis dari ayahnya, Sinnaja Marimutu.
Dilansir dari buku The Role of Governance in Asia (2003), sang ayah merupakan pedagang batik di Medan yang pindah ke Jawa pada 1960-an. Bersama saudara-saudaranya, Marimutu lalu mendirikan perusahaan bidang tekstil, permesinan, dan finansial.
Marimutu dikenal sebagai pengusaha tekstil dan garmen yang memiliki Grup Textile Manufacturing Company (Texmaco).
Marimutu juga memiliki bisnis di bidang alat berat dan mesin. Perusahaannya sempat memasok truk untuk TNI, dikutip dari Kompas.com (1/1/2022).
Marimutu menjadi pengusaha sukses. Dia mendirikan banyak pabrik tekstil di sejumlah daerah. Produknya dengan merek Simfoni dan Texana juga populer di dalam dan luar negeri pada 1970-an. Marimutu bahkan masuk dalam daftar orang terkaya di Indonesia kala itu.
Namun, bisnis pria yang dekat dengan Presiden Soeharto ini mengalami kendala pada krisis 1997-1998. Dia pun memperoleh pinjaman dari bank pemerintah seperti BRI, BNI, dan Bank Mandiri, serta bank swasta.
Grup Texmaco tercatat mendapat pinjaman Rp 8,08 triliun dan 1,24 juta dollar AS untuk divisi permesinan. Sementara divisi tekstil mendapat Rp 5,28 triliun dan 256.590 dollar AS. Pinjaman ini termasuk 95.000 poundsterling dan 3 juta yen Jepang.
Sayangnya, krisis keuangan membuat banyak bank terdampak hingga tutup. Pemerintah pun menalangi bank yang terdampak krisis melalui program Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Kondisi ini membuat perusahaan yang meminjam dana dari bank harus membayarkan utangnya ke pemerintah.
Baca juga: Satgas BLBI Sita Aset Tommy Soeharto, Ini Penyebab dan Rincian Asetnya
Kasus Marimutu Sinivasan
Pemerintah pun menyita 587 bidang tanah seluas 4.794.202 meter persegi milik Grup Texmaco di Subang, Sukabumi, Pekalongan, Batu, dan Padang sebagai upaya pemulihan aset.
"Dengan melakukan penyitaan aset, itu adalah bagian dari recovery sedikit saja recovery dari aset negara dengan jumlah utang Rp 29 triliun plus 80,5 juta dollar AS," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Januari 2021.
Namun, Marimutu membantah Sri Mulyani yang menyebut perusahaannya terlilit utang BLBI dan menolak membayar utang tersebut.
Menurut data Satgas BLBI, Marimutu tercatat hanya satu kali membayar senilai Rp 1 miliar yang dilakukan anak perusahaan Grup Texmaco.
"Tercatat hanya satu kali pembayaran sebesar Rp 1 miliar dilakukan oleh PT Asia Pacific Fibers, Tbk, anak perusahaan Grup Texmaco," ujar Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban, dilansir dari Kompas.id, Senin.
Selain kasusnya dengan BLBI, Marimutu pernah tercatat masuk dalam skandal perusahaan cangkang terkait penghindaran pajak yang informasi rahasianya dibocorkan oleh International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ) pada 2013.
Nama Marimutu Sinivasan tercantum dalam daftar 2.500 orang Indonesia yang dimiliki penyedia jasa offshore Singapura, Portcullis TrustNet.
Pada 2008, dikutip dari laman Indonesia Corruption Watch, Marimutu pernah masuk dalam daftar pencarian orang serta red notice Interpol karena terlibat kasus dugaan kredit macet Bank Muamalat.
Dalam kasus yang dilaporkan sejak Agustus 2005 itu, dia diduga melakukan penipuan terhadap Bank Muamalat sebesar Rp 20 miliar.
Dia juga terjerat kasus lain seperti dugaan korupsi BLBI Bank Putera Multikarsa senilai Rp 1,3 triliun dan dugaan penyimpangan penggunaan fasilitas kredit modal kerja melalui mekanisme rediskonto wesel ekspor pre-shipment di BNI senilai Rp 9,8 triliun.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.