KOMPAS.com - Kasus kematian dokter residen sekaligus mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip), Aulia Risma Lestari (30) memasuki babak baru.
Aulia sebelumnya ditemukan meninggal di kamar kos di Lempongsari, Gajahmungkur, Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin (12/8/2024) sekitar pukul 22.00 WIB.
Terbaru, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (FK Undip) dan RSUP dr Kariadi mengakui adanya tindakan perundungan yang dialami Aulia semasa bekerja di rumah sakit tersebut.
Berikut sejumlah fakta dari kasus perundungan yang dialami dokter PPDS Anestesi Undip, Aulia Risma Lestari.
Baca juga: Mengenal PPDS Pendidikan Calon Dokter Spesialis, Tugas, dan Gajinya
Dekan FK Undip Yan Wisnu Prajoko mengakui ada perundungan di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) prodi anastesi.
Setidaknya sekitar 7-11 mahasiswa baru PPDS Undip program anastesi wajib membayar iuran sebesar Rp 20-40 juta per semester selama enam bulan.
"Kalau di anestesi l, di semester 1 mereka per bulan satu orang Rp 20-40 juta untuk 6 bulan pertama untuk gotong royong konsumsi, tapi nanti ketika semester 2, nanti gantian yang semester 1 terus begitu. Jadi semester 2 tidak itu lagi," ujarnya, diberitakan Kompas.com, Jumat (13/9/2024).
Menurut Yan Wisnu, uang itu digunakan untuk biaya makan para mahasiswa baru dan senior selama menjalani PPDS. Uang itu juga dipakai menyewa mobil dan membayar kos.
Baca juga: 4 Fakta Terkini Kematian Mahasiswi PPDS Undip Aulia Risma Lestari
RSUP dr Kariadi: ada perundungan dari duluDirektur Layanan Operasional RSUP dr Kariadi, Mahabara Yang Putra mengakui adanya perundungan terhadap mahasiswa PPDS anastesi di rumah sakit tersebut.
"Memang kami dari rumah sakit mengakui bullying ada dan sudah saatnya harus diberantas sampai akarnya," ujar sosok yang akrab disapa Abba itu, dikutip dari Kompas.com, Jumat.
Abba bahkan mengaku dulu pernah mengalami perundungan fisik dan verbal. Semenjak menjadi direktur rumah sakit, dia pun beralih memotivasi mahasiswa baru terkait pentingnya pengabdian dokter.
Kini, dia berjanji memperbaiki waktu kerja mahasiswa PPDS anastesi FK Undip yang tidak mengenal batas jam praktik maksimal setiap hari. Proses perekrutan dan pelaksanaan PPDS di RSUP dr Kariadi juga akan dievaluasi.
"Segala kekurangan yang terjadi masih belum bisa mencapai ekspektasi, kami turut bersimpati dan mohon maaf. Ke depan berharap jadi lebih baik," pinta dia.
Baca juga: Update Kasus Kematian Mahasiswi PPDS Undip: Kampus Terbuka Investigasi, Jam Kerja Dokter Dibatasi
Dana ratusan juta dari rekening korbanSementara itu, kuasa hukum keluarga dokter Aulia, Misyal Achmad mengungkap ada dana sebesar Rp 225 juta yang mengalir dari rekening Aulia ke sejumlah orang.
"Nanti kita lihat alirannya ke mana saja. Masih ditelusuri lewat pemeriksaan Ibu dari dokter ARL di Polda Jateng," ujar dia, dilansir dari Kompas.com, Jumat (13/9/2024).
Meski begitu, Misyal enggan menyebutkan nama identitas terduga penerima dana karena tidak ingin menganggu proses penyelidikan oleh pihak kepolisian.
Dia menyebut, situasi penetapan tersangka kasus ini akan kacau kalau nama penerimanya disebut.
"Ibu korban yang menjelaskan ke penyidik soal rekening koran tersebut uang mengalir ke mana saja," lanjut dia.
Misyal menambahkan, dia menolak diperiksa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk menghindari perbedaan hasil pemeriksaan. Sebab, kliennya telah diperiksa Polda Jawa Tengah.
Baca juga: Mahasiswa PPDS Undip Meninggal, Kampus Bantah karena Perundungan
Korban kerja 24 jamMisyal menambahkan, dokter Aulia bekerja pada waktu yang tidak lazim. Sebab, dia dipaksa bekerja setiap hari mulai pukul 03.00 WIB hingga 01.30 WIB saat praktik.
Aulia bahkan sudah mengeluh ke ibunya soal jam kerja itu sejak 2022. Keluhan tersebut juga sudah disampaikan orangtua ke kepala prodi FK Undip.
"Namun tidak mendapat tanggapan yang baik. Hingga terjadi hal yang tidak diinginkan," ungkapnya, dilansir dari Kompas.com (4/9/2024).
Namun, RSUP dr Kariadi membantah tuduhan tersebut, Sebab, layanan rumah sakit memang buka 24 jam. Banyak pula pasien yang tiba dalam kondisi gawat darurat.
"Sebenarnya itu yang diuntungkan masyarakat. Kita RSUP dr Kariadi melayani masyarakat luas dalam bidang kesehatan," ujar Manajer Hukum dan Humas RSUP dr Kariadi Vivi Vira Viridianti, dikutip dari Kompas.com (2/9/2024).
Dia menjelaskan, mahasiswa PPDS melakukan praktik seperti mahasiswa magang. Mereka berada di rumah sakit untuk belajar, bukan bekerja atau diperbantukan.
"Nanti bahasanya agak salah, tidak pas. Jadi pendidikan, seperti saya magang gitu. PPDS tidak digaji karena peserta didik," tegasnya.
Baca juga: Alasan Kemenkes Setop Prodi Anestesi Undip Buntut Kasus Perundungan
Aulia dioperasi dua kaliSelain menyetorkan uang, Misyal menyebut dokter Aulia juga harus angkat-angkat galon dan memesan 80 boks makanan saat mengikuti PPDS di RSUP dr Kariadi.
Jam kerja yang panjang dan beban kerja sulit membuat kesehatan Aulia menurun. Misyal mengungkapkan, Aulia pernah jatuh masuk ke selokan sehingga membuat sarafnya terjepit. Dia pun harus dioperasi dua kali.
"Yang saya prihatin dilakukan oleh orang-orang pintar. Yang harusnya mentalnya stabil. Harus ada perlindungan kepada korban," ujar dia, diberitakan Kompas.com (6/9/2024).
(Sumber: Kompas.com/Titis Anis Fauziyah, Muchamad Dafi Yusuf | Editor: Sari Hardiyanto, Robertus Belarminus, Krisiandi)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.