KOMPAS.com - Jelang pelantikan pada Kamis (1/10/2024), anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI terpilih periode 2024-2029 dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Tia Rahmania mendadak diganti.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyampaikan, Tia digantikan oleh Bonnie Triyana karena dipecat dari PDI-P dan posisinya digantikan orang lain, dikutip dari Kompas.com, Kamis (26/9/2024).
Pergantian anggota DPR RI tersebut tertuang dalam surat Keputusan KPU RI Nomor 1368 Tahun 2024 yang ditandatangani oleh Ketua KPU RI, Mochamad Afifudin pada Senin (23/9/2024).
“Menetapkan Perubahan Penetapan calon terpilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dalam Pemilihan Umum Tahun 2024 terhadap Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Daerah Pemilihan Jawa Tengah V dan Banten I,” bunyi surat keputusan tersebut.
Sebelumnya, Tia menjadi sorotan karena telah mengkritik Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron.
Lantas, siapa sosok Bonnie Triyana yang menggantikan Tia Rahmania?
Baca juga: Profil Tia Rahmania, Anggota DPR Terpilih yang Dipecat PDI-P usai Kritik Pimpinan KPK
Bonnie Triyana dan politik
Dikutip dari Antaranews, Bonnie dilantik sebagai Kepala Badan Sejarah Indonesia Pengurus DPP PDIP pada Jumat (5/7/2024).
Tidak hanya Bonnie, tiga orang lain, yakni Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Ganip Warsito, mantan Gubernur Lemhannas, Andi Widjajanto, dan Hendra Gunawan juga ikut dilantik.
Bonnie Triyana merupakan caleg PDI-P Dapil Banten 1 dengan nomor urut 1 saat Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Merujuk pada Hasil Pemilu 2024 dari laman Komisi Pemilihan Umum (KPU), Bonnie memperoleh 36.516 suara saat Pemilu 2024. Sementara itu, Tia Rahmania meraup 37.359 suara, hanya terpaut 843 suara saja dengan Bonnie.
Kabar Bonnie yang menggantikan Tia sudah tersiar lama, meskipun ia juga tidak gegabah untuk klaim kemenangannya.
Dikutip dari Kompas.id, pada pertengahan Mei 2024, ada putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Banten tentang perselisihan dua calon anggota legislatif tersebut.
Bonnie menduga, ada penggelembungan suara yang dilakukan oleh delapan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) di Lebak dan Pandeglang, Banten.
Usai melewati beberapa sidang, Bawaslu memutuskan delapan anggota PPK terbukti melanggar tata cara, prosedur, dan mekanisme saat rekapitulasi hasil penghitungan suara.
Ketua Bawaslu Banten, Ali Faisal mengatakan, sengketa sudah selesai dan selanjutnya diserahkan pada pihak Bonnie karena Bawaslu hanya fokus pada pelanggaran administrasi.
Baca juga: 2 Presiden RI Pernah dan Hampir Membubarkan DPR, Apa Penyebabnya?
Sosok Bonnie Triyana
Bonnie merupakan pendiri majalah sejarah populer, Historia, yang lahir di Rangkasbitung, Banten pada 27 Juni 1979.
Ia merupakan alumni SMA 1 Rangkasbitung tahun 1997 dan S1 jurusan Sejarah Universitas Diponegoro, Semarang pada 2003, dilansir dari Kompas.id, Rabu (8/8/2020).
Usai lulus dari Universitas Diponegoro, Bonnie sempat bekerja di Harian Suara Merdeka dan pernah berpindah ke Majalah Gatra.
Kiprahnya di bidang sejarah dimulai ketika menjadi asisten sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atau LIPI (sekarang Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN), Asvi Warman Adam.
Bonnie juga sempat bekerja di Harian Jurnal Nasional hingga 2008 dan dipercaya memegang halaman budaya sebelum mendirikan Majalah Historia.
Lalu pada 2018 ia menjadi perintis Museum Multatuli di Rangkasbitung, dan pada 2019 ia sukses menyelenggarakan Pameran DNA “Asal Usul Orang Indonesia” yang mengungkap keragaman leluhur orang Indonesia.
Satu tahun kemudian, tepatnya pada 2020, Bonnie berperan dalam pemulangan artefak Nusantara dari Belanda.
Selain itu, Bonnie tercatat sebagai seorang konsultan di Rijksmuseum, Amsterdam, Belanda.
Baca juga: Tia Rahmania Dipecat PDI-P, Posisi di DPR Digantikan Bonnie Triyana
Kontroversi dengan pemerintah Belanda
Sebagai seorang sejarawan, ia tercatat pernah memicu kontroversi dengan pemerintah Belanda karena opini yang pernah ditulisnya.
Polemik muncul saat Federatie Indische Nederlanders (Federasi Belanda-Indisch-FIN) menyatakan keberatan dengan tulisan Bonnie tentang masa “Bersiap,” dilansir dari Kompas.com, Selasa (25/1/2022).
Sebagai informasi, masa Bersiap adalah terminologi Belanda untuk menyebut masa yang dikenal dengan Agresi Militer.
Opini Bonnie berjudul "Schrap term 'Bersiap' voor periodisering want die is racistisch" yang berarti "Hapus istilah 'Bersiap' dalam periodisasi tersebut karena rasis", mendapatkan protes dari kelompok tersebut.
Istilah “Bersiap” di Belanda sering digunakan untuk merujuk pada kekerasan anti-kolonial yang “dilakukan” orang Indonesia pada 1945-1950.
Menurutnya, istilah tersebut selalu menggambarkan orang Indonesia yang primitif dan tidak beradab sebagai pelaku kekerasan.
Di sisi lain, Rijksmuseum mengatakan, pihaknya tidak melakukan penyensoran dan pelarangan atas istilah “Bersiap.”
Meskipun sempat terjadi perdebatan, namun istilah “Bersiap” tetap digunakan dan dipakai dalam opininya.
(Sumber: Kompas.com/Tria Sutrisna, Vitorio Mantalean | Editor: Bagus Santosa, Sabrina Asril)
Baca juga: DPR Disebut Ingin Evaluasi MK, Ini Kata Ahli
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.