Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sosok DN Aidit, Ketua PKI yang Dituding Jadi Dalang G30S

Baca di App
Lihat Foto
Wikimedia Commons
DN Aidit berbicara pada pertemuan Pemilu 1955.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Dipa Nusantara Aidit atau DN Aidit menjadi salah satu tokoh yang disebut-sebut terlibat dalam pemberontakan G30S.

Dia merupakan ketua Partai Komunis Indonesia (PKI) yang saat itu dianggap bertanggungjawab terhadap pembunuhan sejumlah jenderal TNI AD pada 30 September 1965. 

Siapa DN Aidit dan bagaimana sosoknya, benarkah dia menjadi dalang peristiwa G30S? 

Baca juga: Ketua PKI DN Aidit: Anak yang Rajin Beribadah dan Pandai Mengaji

Profil DN Aidit ketua terakhir PKI

Dipa Nusantara Aidit atau DN Aidit lahir dengan nama Achmad Aidit di Belitung pada 30 Juli 1923. 

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkat kepemimpinannya, pada 1960-an, PKI menjelma menjadi partai komunis terbesar ketiga di dunia setelah partai komunis di Republik Rakyat China dan Uni Soviet saat itu.

Dalam sejarah Indonesia, DN Aidit dianggap sebagai tokoh antagonis yang dituding bertanggung jawab sebagai dalang peristiwa G30S.

Sebagai pemimpin terakhir PKI, ia memang pernah mengaku bertanggung jawab atas peristiwa G30S, meski pada akhirnya disangkal oleh tokoh lain.

Aidit kecil anak yang rajin beribadah dan pandai mengaji

Aidit merupakan anak pertama dari pasangan Abdullah Aidit dan Mailan.

Abdullah merupakan anak dari Haji Ismail, seorang pengusaha ikan yang makmur. Sedangkan ayah Mailan bernama Ki Agus Haji Abdul Rachman. Titel Ki pada nama itu menunjukkan bahwa ia keturungan ningrat.

Abdullah juga dikenal sebagai tokoh Islam di kampung halamannya di Belitung, dan pernah menjadi anggota DPRD dari Partai Masyumi.

Dikutip dari buku Aidit: Dua Wajah Dipa Nusantara, sejak kecil Aidit dikenal sebagai anak yang rajin beribadah dan pandai mengaji.

Bahkan di musala tempatnya mengaji, ia terkenal menjadi muadzin.

”Karena suara Bang Achmad keras, dia kerap diminta mengumandangkan azan," kata Murad Aidit, adiknya.

Ia mengenyam pendidikan pertamanya di Hollandsche Inlandsch School (HIS).

Pada awal 1936, ia diminta oleh sang ayah untuk melanjutkan sekolah di Jakarta, di Middestand Handel School.

Selama tiga tahun, Aidit tinggal di daerah Cempaka Putih, Jakarta Pusat, bersama kerabat ayahnya.

Setelah itu, ia pindah ke daerah Pasar Senen untuk tinggal dengan saudaranya, Murad, dan bersama-sama mencari pekerjaan untuk mendapat uang tambahan.

Pada masa ini, Aidit aktif dalam beberapa kelompok pergerakan, seperti Persatuan Timur Muda, di mana ia kemudian menjadi pemimpinnya.

Pada saat itulah, ia mengganti namanya dari Achmad Aidit menjadi Dipa Nusantara, atau disingkat DN Aidit.

Baca juga: Seputar G30S/ PKI (4): Misteri Dewan Jenderal dan Ujung Perjalanan DN Aidit di Sumur Tua

Masa perkenalan Aidit dengan PKI

Selama pendudukan Jepang di Indonesia, DN Aidit bersama teman-temannya mendapat pelajaran seputar politik dari Soekarno, Mohammad Hatta, Achmad Soebardjo, dan Ki Hajar Dewantara di Asrama Menteng, Jakarta.

Pada awal September 1945, terbentuk Angkatan Pemuda Indonesia (API), di mana Aidit ditunjuk menjadi ketua cabang Jakarta Raya.

Pada 5 November 1945, Aidit bersama anggota API diserang oleh Koninklijk Nederlands Indisch Leger (KNIL) atau tentara Hindia Belanda dan dia ditangkap.

Aidit kemudian diasingkan ke Pulau Onrust selama tujuh bulan, sebelum akhirnya dibebaskan.

Pada 1948, Aidit, Lukman, dan Njoto ditugaskan untuk menjadi penerjemah Manifesto Komunis ke dalam bahasa Indonesia.

Pada Agustus di tahun yang sama, ketiganya diangkat sebagai anggota komite sentral, masing-masing bertanggung jawab atas urusan pertanahan, agitasi, dan propaganda.

Mereka kemudian menjadi anggota Politbiro PKI baru yang dibentuk Musso pada 1 September 1948, di mana DN Aidit bertanggung jawab atas bagian perburuhan partai.

Baca juga: Sejarah Peristiwa G30S: Latar Belakang, Kronologi, dan Tokoh-tokohnya

Mengudeta tokoh tua, Aidit membangun ulang PKI

Pada tahun 1948, terjadi peristiwa Pemberontakan PKI Madiun, yang membuat DN Aidit harus melindungi diri ke Tanjung Priok.

Setelah peristiwa PKI Madiun, empat anggota Politbiro, yaitu Aidit, Njoto, Lukman, dan Sudisman menggantikan posisi pemimpin lama pada Januari 1951.

Aidit terpilih sebagai sekretaris jenderal partai berdasarkan hasil kongres kelima.

Setelah itu, Aidit berusaha mengkudeta tokoh-tokoh tua PKI, di antaranya Alimin dan Tan Ling Djie, yang dinilai banyak melakukan kesalahan.

Kariernya lalu melejit pada akhir 1950-an, setelah menyingkirkan tokoh-tokoh tua PKI.

Dengan dukungan sejumlah aktivis muda dalam Kongres V PKI, Aidit berhasil mencapai posisi Ketua Comite Central PKI (CC-PKI).

Berkiblat ke China, mendekati Soekarno

Usai menguasai PKI, Aidit lalu menggeser kiblat PKI dari Rusia ke RRC dan membangun PKI secara militan.

Aidit membentuk berbagai organisasi mantel dan menempatkan kader-kadernya dalam berbagai organisasi profesi dan militer.

Dia tidak hanya berhasil mendekati Soekarno, tetapi juga membawa orang-orang PKI di jajaran pemerintahan.

Kampanye Nasakom atau Nasionalisme, Agama, dan Komunisme yang didengungkan rezim Soekarno adalah salah satu bukti keberhasilan DN Aidit dalam politik di Indonesia.

Dalam Pemilu 1955, PKI juga berhasil masuk dalam empat besar partai dengan suara terbanyak di Indonesia dengan raihan 3,5 juta suara.

Pada 1962, Aidit juga tergabung dalam Kabinet Kerja III sebagai Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) hingga 1963.

Kemudian, pada 1963-1964, ia menduduki jabatan yang sama, sebagai Wakil MPRS dalam Kabinet Kerja IV, dan juga dalam Kabinet Dwikora I pada 1964-1965.

Selama memimpin PKI, DN Aidit bahkan berhasil membawa partai ini menjadi partai komunis terbesar ketiga di dunia setelah partai komunis di Republik Rakyat China (RRC) dan Uni Soviet.

Peran Aidit dalam G30S

Pamor PKI turun setelah terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965 atau G30S, di mana PKI dituduh menjadi dalang di balik pembunuhan sejumlah jenderal Angkatan Darat.

Peristiwa G30S juga menimbulkan aksi saling tuduh. Pihak Angkatan Darat menuduh PKI sebagai dalangnya.

Sementara pihak PKI menyebut tragedi itu adalah buntut dari konflik internal Angkatan Darat.

Peran Aidit sendiri dalam peristiwa G30S masih menjadi misteri. Namun, posisinya sebagai Ketua PKI secara otomatis membuat namanya juga dituding sebagai dalang G30S.

Sejumlah sejarawan dan kalangan militer pun meyakini bahwa PKI terlibat dalam penculikan dan pembunuhan tersebut.

Akan tetapi, dugaan ini juga disangkal oleh beberapa pihak.

Ditembak mati di Boyolali

Ketika menjadi pihak yang dituding sebagai dalam G30S, Aidit pergi dari Jakarta menuju Yogyakarta dan Jawa Tengah, yang menjadi basis PKI, untuk menemui ketua PKI setempat.

Menurut catatan sejarah, DN Aidit tertangkap pada 22 November 1965 malam oleh kelompok yang dipimpin Kolonel Yasir Hadibroto di sebuah rumah di Desa Sambeng, Solo.

Keesokan paginya, Aidit ditembak mati oleh pasukan yang dipimpin oleh Kolonel Yasir di daerah Boyolali.

Meskipun dikatakan bahwa DN Aidit wafat karena ditembak di Boyolali, tidak ada satu pun yang mengetahui keberadaan jasadnya sejak hari itu. Makam DN Aidit juga sangat sulit ditemukan.

Bahkan, sang anak juga bersusah payah untuk bisa menemukan makam ayahnya.

Pencarian sang anak baru terjawab setelah sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) lokal di Boyolali menghubunginya dan memberitahu bahwa pekarangan belakang mes Kodim disebut-sebut sebagai lokasi makam DN Aidit.

Kontroversi pengakuan DN Aidit soal G30S

Sampai sekarang, dalam dari peristiwa G30S masih menjadi misteri. Begitu pula dengan eksekusi tanpa pengadilan terhadap Aidit, yang menjadi kontroversi.

Beberapa pihak menyayangkan eksekusi itu karena banyak fakta yang dianggap bisa digali dari DN Aidit, yang notabene sebagai pemimpin PKI.

Kabarnya, sebelum dieksekusi, DN Aidit sempat diinterogasi dan membuat pengakuan sebanyak 50 lembar.

Pengakuan tersebut jatuh ke Risuke Hayashi, koresponden koran berbahasa Inggris yang terbit di Tokyo, Asahi Evening News.

Menurut Asahi, DN Aidit mengaku sebagai penanggung jawab tertinggi peristiwa G30S.

Kendati demikian, hal ini ditampik oleh Wakil Perdana Menteri era Soekarno, Soebandrio.

Menurut Soebandrio, G30S didalangi tentara, dan PKI terseret akibat oknum di dalamnya, salah satunya adalah Sjam Kamaruzaman.

Hal yang sama juga disampaikan Njoto. Dia membantah hubungan PKI dengan G30S dan pembunuhan Jenderal Angkatan Darat.

Sementara itu, dalam wawancaranya, Kolonel Abdul Latief pernah mengatakan bahwa G30S dirancang untuk menggagalkan upaya kudeta Dewan Jenderal.

Akan tetapi, gerakan itu diselewengkan oleh oknum dalam PKI, hingga akhirnya terjadi pembunuhan jenderal dan PKI dituduh sebagai dalangnya.

Adik DN Aidit, yaitu Murad Aidit, mengatakan bahwa pada malam peristiwa G30S, ia tengah menginap di rumah kakaknya.

Ia menyatakan bahwa tidak ada tanda-tanda atau kesibukan khusus di rumah sang kakak.

Hanya saja, malam itu, DN Aidit menerima beberapa tamu sebelum akhirnya dijemput oleh sejumlah orang dari kediamannya.

Pihak yang menjemput dan tujuan DN Aidit malam itu juga masih menjadi perdebatan. Murad Aidit menduga ada pengkhianat dalam tubuh PKI yang mengorbankan sang kakak.

Hingga saat ini, tidak pernah ada kejelasan terkait peran DN Aidit dan PKI dalam peristiwa G30S.

Referensi:

  • Seri Buku TEMPO. Aidit: Dua Wajah Dipa Nusantara: KPG
  • Melvin, Jess. (2018). The Army and the Indonesian Genocide: Mechanics of Mass Murder. United Kingdom: Routledge.
  • Ricklefs, M.C. (2001). A History of Modern Indonesia Since c. 1200. Plgrave MacMillan.
  • Zulkifli, Arif. Bagja Hidayat. dkk. (2010). Aidit: Dua Wajah Dipa Nusantara. Jakarta: PT Gramedia.
  • S, Floriberta Aning. (2005). 100 Tokoh yang Mengubah Indonesia: Biografi Singkat 100 tokoh paling berpengaruh dalam sejarah Indonesia di abad 20. Jakarta: Penerbit Narasi.

(Sumber: Kompas.com/Verelladevanka Adryamarthanino | Editor : Widya Lestari Ningsih)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi