Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bisakah Ilmuwan Selamatkan Bumi dari Kehancuran akibat Tabrakan Asteroid di Masa Depan?

Baca di App
Lihat Foto
Asteroid Apophis akan terbang sangat dekat dengan Bumi, tetapi tidak akan menabrak kita setidaknya selama 100 tahun.
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Bumi memiliki ancaman yang berasal dari luar planet, salah satunya tabrakan asteroid yang bisa menghancurkan kehidupan di Bumi.

Sebagai buktinya, sebuah asteroid selebar 10 kilometer yang telah menghantam Bumi dan menciptakan Chicxulub, “kawah malapetaka” yang terukir di dasar laut Semenanjung Yucatan.

Asteroid itu pula yang menyebabkan kepunahan massal lebih dari separuh spesies Bumi, termasuk dinosaurus pada 66 juta tahun lalu, di akhir Zaman Kapur, dikutip dari Scientific American, Kamis (3/10/2024).

Ancaman kehancuran Bumi mungkin tampak seperti fiksi ilmiah belaka. Namun, di bidang ilmu terapan yang dikenal sebagai pertahanan planet, para ilmuwan dan insinyur di seluruh dunia menanggapinya dengan sangat serius.

Dalam buku terbarunya, Bagaimana Membunuh Asteroid: The Real Science of Planetary Defense, jurnalis sains ternama Robin George Andrews menawarkan kisah yang menakutkan dan penuh pengetahuan tentang orang-orang serta proyek yang berusaha melindungi Bumi dari bebatuan antariksa dan membantu umat manusia menghindari nasib suram seperti dinosaurus.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Kebanyakan orang mengetahui hal-hal ini (kehancuran Bumi) berdasarkan film-film fiksi ilmiah terkenal, seperti Armageddon, Deep Impact, Don't Look Up, dan sebagainya. Namun, mereka tidak benar-benar menganggap tumbukan sebagai sesuatu yang benar-benar terjadi," ujar Robin.

Cepat atau lambat, bencana seperti itu kemungkinan besar akan terjadi lagi, kecuali manusia bisa melihat penabrak berikutnya yang datang dan mencegahnya "menyentuh" permukaan Bumi.

Baca juga: Puing Asteroid dari Misi DART NASA Sedang Melesat ke Arah Bumi, Kapan Tiba dan Apa Dampaknya?


Bisakah ilmuwan selamatkan Bumi dari ancaman asteroid?

Seorang insinyur kedirgantaraan di Goddard Spaceflight Center NASA dan profesor teknik kedirgantaraan di Universitas Maryland Brent Barbee mengatakan, badan antariksa menanggapi skenario kiamat dengan sangat serius.

Mereka bertahun-tahun melakukan penelitian, termasuk misi pertama di dunia untuk membelokkan asteroid di luar angkasa.

Upaya komunitas internasional telah menghasilkan dua cara yang dianggap layak untuk mengubah arah asteroid yang berpotensi mematikan, yakni menabraknya dengan penabrak berkecepatan tinggi atau menghantamnya dengan peledak nuklir.

Saat ini, satu-satunya cara yang telah terbukti membelokkan asteroid adalah dengan menggunakan metode penabrak kinetik, yang pada dasarnya adalah permainan biliar kosmik dengan taruhan yang sangat tinggi.

“Penabrak kinetik adalah wahana antariksa yang pada dasarnya ditabrakkan ke asteroid dengan kecepatan tinggi dan memindahkan momentumnya ke asteroid, seperti bermain biliar,” kata Barbee, dikutip dari Live Science (11/11/2023).

“Tapi, materi yang terlontar dari asteroid setelah tabrakan itu bisa memberikan perubahan momentum tambahan untuk asteroid dan mendorongnya sedikit lebih keras," tambahnya.

NASA menguji metode penabrak kinetik dengan Uji Pengalihan Asteroid Ganda (DART). Misi senilai 325 juta dollar AS ini dengan sengaja menabrakkan pesawat ruang angkasa yang sedang melaju ke asteroid Dimorphos selebar 580 kaki (177 meter) pada September 2022.

Dimorphos tidak menimbulkan ancaman bagi Bumi, tetapi menjadi target utama karena ukuran dan orbitnya yang mengelilingi asteroid pendamping yang lebih besar, Didymos.

Setelah tabrakan yang sukses pada 26 September, orbit Dimorphos di sekitar Didymos melambat selama 33 menit, akibat dari tabrakan dan gumpalan debu yang terlontar dari permukaan asteroid.

Misi ini adalah upaya pertama yang manusia lakukan untuk mengubah arah sebuah asteroid agar tidak menabrak Bumi.

Namun, metode penabrak kinetik memiliki kekurangan. Karena, semakin besar target asteroid, semakin banyak penabrak kinetik yang diperlukan untuk membelokkannya.

Sebagai contoh, untuk membelokkan asteroid yang berukuran lebar sekitar 2.000 kaki (610 m), atau sekitar tiga kali ukuran Dimorphos, ilmuwan perlu meluncurkan secara bersamaan antara 39 hingga 85 roket Falcon Heavy yang membawa penabrak kinetik.

Untuk menangkis asteroid selebar 4.900 kaki (1,5 km) atau “pembunuh planet” yang sesungguhnya, ilmuwan perlu meluncurkan 565 hingga 1.266 penabrak kinetik secara bersamaan. 

Baca juga: Sebuah Asteroid Hampir Menghantam Bumi, Meledak di Langit Filipina

Bagaimana jika meledakannya menggunakan nuklir?

Barbee mengatakan, pilihan terbaik saat ini untuk membelokkan asteroid besar adalah dengan meluncurkan nuklir ke arahnya.

“Satu alat peledak nuklir berukuran tepat, dalam analisis kami, ternyata mampu membelokkan asteroid berukuran 1,5 kilometer,” tambahnya.

Prosesnya akan dimulai seperti misi antarplanet biasa, dengan senjata nuklir yang dipasang dengan aman di atas kendaraan peluncur standar. Kemudian, mereka akan dikirim ke asteroid dengan pesawat ruang angkasa kecil.

Di sana, senjata tersebut dapat diledakkan di dekat asteroid selama terbang lintas berkecepatan tinggi.

Idealnya, pesawat ruang angkasa pembawa nuklir dapat bertemu dengan asteroid target, mengorbit selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun untuk menemukan sudut pendekatan yang tepat.

Hal itu seperti yang dilakukan pesawat ruang angkasa OSIRIS-REx milik NASA terhadap asteroid Bennu pada 2018 hingga 2020.

Barbee mengatakan, tempat yang ideal untuk ledakan nuklir adalah dalam jarak beberapa ratus kaki dari asteroid. Kemudian, ledakannya akan seperti bom nuklir yang pernah diledakkan di Bumi.

“Ruang angkasa, tentu saja, adalah ruang hampa udara, jadi Anda tidak akan mendapatkan gelombang tekanan yang besar, atau efek termal dari ledakan di Bumi. Anda mendapatkan banyak sekali radiasi sekaligus,” kata Barbee.

Semburan radiasi ini akan menembus dan menguapkan lapisan luar yang tipis dari permukaan asteroid. Kemudian, seperti penabrak kinetik pada asteroid, materi yang menguap akan melesat keluar dari asteroid, memberikan dorongan kuat pada batu untuk menjauh dari ledakan.

Jika diposisikan dengan benar, ledakan itu akan menjatuhkan asteroid dari jalur tabrakan dengan Bumi.

Metode ini juga bisa sama efektifnya untuk menghancurkan asteroid yang lebih kecil, yaitu yang berdiameter setidaknya 165 kaki (50 m).

Sementara tumbukan kinetik terhadap batu berisiko memecahnya dan membentuk bongkahan-bongkahan dengan ukuran yang tidak diketahui yang bergerak dengan cara yang tidak dapat diprediksi, nuklir yang ditempatkan dengan baik dapat dengan mudah meledakkan asteroid menjadi berkeping-keping, sekaligus menyelesaikan masalahnya.

Namun sayang, untuk saat ini, metode “nuklir itu” hanya ada dalam simulasi berdasarkan data dari ledakan di Bumi.

Banyak faktor, termasuk ukuran dan komposisi asteroid, serta jangka waktu dan lintasan pendekatannya ke Bumi, yang pada akhirnya akan memengaruhi keberhasilan misi tersebut.

Baca juga: Asteroid 16 Psyche yang Diperkirakan Penuh Logam Bernilai 100 Juta Triliun Dollar AS Ternyata Berkarat

Tantangannya adalah waktu yang tepat

Barbee mengungkapkan, tantangan terbesar dari kedua metode ini adalah waktu.

Dalam latihan Konferensi Pertahanan Planet, para astronom diberi peringatan 15 tahun sebelum terjadi tabrakan asteroid dengan Bumi. Ini memberi mereka waktu yang cukup untuk merencanakan, meluncurkan, dan mempertemukan wahana antariksa dengan asteroid.

Jika pembunuh planet yang sesungguhnya ditemukan hanya satu atau dua tahun sebelum tabrakan, maka keadaan akan menjadi tidak menentu.

“Karena jangka waktu pengembangan misi antarplanet umumnya sekitar lima tahun,” kata Barbee.

“Dengan kondisi sekarang, meluncurkan sesuatu dalam setahun akan sangat sulit. Saya tidak ingin mengatakan secara langsung bahwa itu tidak mungkin, tapi tentu saja itu akan menjadi tantangan besar," tambahnya.

Karena itu, pertahanan planet terbaik adalah mendeteksi asteroid sejak dini, memetakannya, memantaunya, dan mengembangkan rencana kontinjensi serangan.

Banyak observatorium di Bumi yang sudah melakukan hal ini, dan beberapa misi antariksa, termasuk NEO Surveyor milik NASA dan satelit NEOMIR milik ESA, sedang dalam proses untuk bergabung dengan mereka.

"Semoga saja, bersama-sama, mata-mata di langit ini akan membuat para ilmuwan mendapat informasi yang baik tentang pembunuh yang bersembunyi di kabut kosmik," ucapnya.

“Tumbukan asteroid adalah salah satu dari sedikit bencana alam yang bisa kita prediksi dan cegah. Jadi, kami mengambil keuntungan dari fakta itu dan berusaha untuk bersiap-siap sebaik mungkin," sambung Barbee.

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi