Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte Maju dalam Pencalonan Wali Kota bersama Putranya

Baca di App
Lihat Foto
AP PHOTO/KING RODRIGUEZ
Dalam foto yang disediakan oleh Divisi Fotografer Kepresidenan Malacanang ini, Presiden Filipina Rodrigo Duterte mendengarkan selama pertemuan dengan pejabat pemerintah di istana kepresidenan Malacanang di Manila, Filipina pada Senin 23 Mei 2022.
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Mantan presiden Filipina, Rodrigo Duterte mencalonkan dirinya sebagai wali kota Davao di Filipina selatan dalam pemilihan umum (Pemilu) 2025.

Pencalonan Duterte sebagai wali kota Davao telah didaftarkan pada Senin (7/10/2024).

Kota Davao merupakan basis wilayah dari keluarga Duterte. Di kota ini, Duterte pernah menjabat sebagai wali kota selama dua dekade, sebelum memenangkan kursi kepresidenan pada tahun 2016, dikutip dari AP News, Senin.

Adapun, keputusan Duterte untuk mencalonkan diri sebagai wali kota setelah adanya perselisihan dengan keluarga Presiden Filipina Ferdinand Marcos menjelang pemilihan presiden pada 2028.

“Saya ingin melayani Anda,” kata mantan presiden Filipina berusia 79 tahun.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Emman Atienza, Anak Eks Pejabat Filipina yang Disorot Usai Habiskan Rp 36 Juta untuk Sekali Makan


Duterte gandeng putranya sendiri

Duterte mencalonkan diri sebagai wali kota Davao dengan menggandeng putranya yang bernama Sebastian Duterte, yang saat ini masih menjabat sebagai wali kota Davao.

Bersama dengan putranya, pasangan Duterte mengatakan bahwa mereka ingin membuat Davao menjadi “lebih baik dari kemarin”, dikutip dari Channel News Asia, Senin.

Keputusan mantan presiden ke-16 Filipina ini dipandang sebagai langkah untuk menggalang dukungan bagi putrinya, Sara Duterte yang saat ini menjabat sebagai wakil presiden Filipina.

Pasalnya, Sara diperkirakan akan mencalonkan diri sebagai presiden pada tahun 2028.

Pemungutan suara Pemilu 12 Mei 2025 sangat penting bagi keluarga Duterte dan Marcos lantaran keduanya berusaha untuk meraih basis dukungan masyarakat Filipina sebelum Pilpres 2028.

“Kita harus ingat bahwa aturan dasar dalam politik adalah melindungi jaminan seseorang dengan cara apa pun,” kata mantan juru bicara Duterte, Harry Roque.

Baca juga: Topan Super Yagi di Vietnam, China, dan Filipina Tewaskan Puluhan Orang

Dugaan pelanggaran HAM di bawah kepemimpinan Duterte

Duterte dikenal secara luas sebagai presiden yang pernah melancarkan perang narkoba mematikan pada 2016.

Kala itu, lebih dari 6.000 orang, yang sebagian besar adalah orang miskin, terbunuh di bawah tindakan keras yang dilakukan oleh polisi terhadap obat-obatan terlarang yang diawasi oleh Duterte.

Namun, kelompok-kelompok hak asasi manusia mengatakan bahwa jumlah korban tewas jauh lebih tinggi. Selain itu, masih banyak pembunuhan yang belum terpecahkan oleh orang-orang bersenjata, yang mungkin dikerahkan oleh polisi.

Duterte membantah adanya pembunuhan di luar hukum terhadap para tersangka narkoba, meskipun ia secara terbuka sempat mengancam para pelaku dengan hukuman mati.

Tak hanya itu, Duterte juga disebut memerintahkan polisi untuk menembak para pelaku yang menolak untuk ditangkap.

Terlepas dari tindakan keras besar-besaran yang dilakukan pemerintahannya terhadap obat-obatan terlarang, Duterte mengakui bahwa narkoba masih menjadi masalah utama.

Selama kampanye kepresidenannya, dia bersumpah untuk memberantas masalah narkoba dalam tiga hingga enam bulan.

Akan tetapi, setelah memenangkan kursi kepresidenan, Duterte meremehkan besarnya masalah tersebut.

Duterte menarik Filipina dari ICC pada 2019, sebuah langkah yang menurut para kritikus merupakan upaya untuk menghindari akuntabilitas.

Jaksa penuntut ICC mengatakan bahwa pengadilan tersebut masih memiliki yurisdiksi atas dugaan kejahatan, sementara Filipina masih menjadi anggota pengadilan tersebut.

Ketika masa jabatan Presiden Duterte yang penuh gejolak berakhir pada 2022, ia mengatakan akan pensiun dari politik. Meski demikian, dia telah menarik kembali pernyataannya di depan umum beberapa kali.

Sara Duterte mengatakan pada Juni bahwa ayahnya dan dua saudara laki-lakinya berencana untuk mencalonkan diri sebagai anggota senat yang beranggotakan 24 orang.

Namun, mantan presiden ini mengatakan bahwa kesehatannya yang lemah tidak dapat bertahan dalam kerasnya kampanye untuk posisi nasional apa pun.

Duterte tetap populer setelah turun dari kursi kepresidenan. Namun, kelompok-kelompok hak asasi manusia dan lawan politiknya kemungkinan besar akan berkampanye keras untuk menghalangi kembalinya ke dunia politik.

Duterte dan keluarganya juga berselisih dengan Presiden Ferdinand Marcos Jr, yang secara terbuka dicerca sebagai pemimpin yang lemah dan pecandu narkoba.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi