KOMPAS.com - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mengungkap adanya peningkatan aktivitas tektonik lokal di sisi barat gunung Lamongan, Lumajang, Jawa Timur.
Kepala Tim Pengamatan Gunung Api PVMBG, Heruningtyas Desi Purnamasari mengatakan, aktivitas kegempaan gunung Lamongan itu terekam dalam seismometer.
“Peningkatan sebanyak 13 kali bulan Agustus, 9 kali September, 19 kali Oktober. Nah tanggal 1 November terekam 63 kali, jadi ada peningkatan yang cukup eksponensial,” kata Tyas kepada Kompas.com, Selasa (5/11/2024).
Sebagai informasi, gunung Lamongan merupakan gunung api tipe strato dengan ketinggian puncak 1.671 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Kompleks gunung Lamongan memiliki sekitar 64 pusat erupsi parasit yang terdiri dari 37 kerucut vulkanik dan 27 maar.
Potensi erupsi
Kendati demikian, aktivitas gunung Lamongan masih berada di level 1 atau normal.
Pasalnya, gunung Lamongan hanya menunjukkan aktivitas tektoniknya, bukan vulkanik.
“Kalau dari vulkanik, biasanya kami akan menaikkan ke status level 2 (waspada). Jadi untuk saat ini, masih level 1,” ujar Tyas.
Namun, ia tidak menampik bahwa aktivitas tektonik atau kegempaan tersebut berpotensi memengaruhi vulkanik gunung Lamongan.
Tyas mengungkapkan, pihaknya kini masih mengalanisis aktivitas kegempaan gunung Lamongan.
“Ini harus analisis kembali, mengingat seperti gunung Marapi, salah satu yang “mengontrol” adanya aktivitas vulkanik Marapi, adalah tektonik lokalnya,” jelas dia.
“Biasanya, tingkat aktivitas vulkaniknya naik, korelasinya dengan peningkatan aktivitas tektonik lokalnya,” imbuhnya.
Baca juga: Gunung Lewotobi Laki-laki Meletus, Ketahui Status Gunung Api Indonesia per November 2024
Hingga saat ini, belum ada terjadinya peningkatan aktivitas vulkanik gunung Lamongan.
Meski begitu, pihaknya terus melakukan pemantauan secara intensif untuk melihat potensi peningkatan aktivitas vulkaniknya, termasuk korelasinya dengan aktivitas tektonik.
“Jadi ini tetap kita pantau secara intensif. Apabila nanti ternyata tektonik lokalnya berkorelasi dengan peningkatan aktivitas vulkanik, nanti kita naikkan ke level 2 (waspada),” tutur Tyas.
Berdasarkan catatan sejarah, gunung Lamongan pernah erupsi pada tahun 1799 dan memiliki interval erupsi berkisar antara 1 hingga 53 tahun.
Erupsi gunung Lamongan terakhir terjadi pada Februari 1898 yang menghasilkan bukit baru (Gunung Anyar).
Setelah itu, aktivitas di kompleks gunung Lamongan berupa peningkatan aktivitas kegempaan lokal yang menyebabkan terjadinya retakan tanah, seperti yang terjadi pada tahun 1925, 1978, 1985, 1988, 1989, 1991, 2005, dan 2012.
Baca juga: Tutupan Salju Gunung Fuji Belum Terlihat Hingga Akhir Oktober, Apa Sebabnya?
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.