Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mikroplastik Ubah Struktur Awan yang Bisa Perburuk Perubahan Iklim

Baca di App
Lihat Foto
Unsplash/Egin Akyurt
Ilustrasi proses terbentuknya awan.
|
Editor: Resa Eka Ayu Sartika

KOMPAS.com - Para ilmuwan semakin khawatir dengan jejak mikroplastik di atmosfer.

Apalagi beberapa penelitian terbaru mengungkap bahwa partikel kecil ini ditemukan di berbagai wilayah ekstrem seperti Palung Mariana dan Gunung Everest.

Kini, sebuah penelitian terbaru menunjukkan bahwa mikroplastik mengubah formasi awan.

Dalam studi yang dilakukan oleh para ilmuwan di Pennsylvania State University menunjukkan bahwa mikroplastik dapat bertindak sebagai nukleator es atau partikel mikroplastik yang memicu pembentukan kristal es di awan.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Beredar Citra Jawa Bagian Barat Tertutup Awan pada Awal November 2024, Ini Penjelasan BMKG

Riset yang dipublikasikan dalam jurnal ACS ES and T Air ini mempelajari empat jenis mikroplastik, yaitu low-density polyethylene (LDPE), polypropylene (PP), polyvinyl chloride (PVC), dan polyethylene terephthalate (PET).

Hasilnya, tetesan air yang mengandung mikroplastik membeku pada suhu 5 sampai 10 derajat Celcius lebih tinggi dibanding tetesan air tanpa mikroplastik.

"Biasanya, tetesan air di atmosfer tanpa ada masalah apa pun akan membeku pada suhu sekitar -38 derajat Celcius," kata penulis utama studi ini dikutip dari laman Penn State University, Kamis (7/11/2024).

Mikroplastik bertindak sebagai 'cacat' pada tetesan air yang memungkinkan pembentukkan kristal es pada suhu lebih hangat.

"Dalam hal ini masalahnya adalah mikroplastik, 50 persen tetesan air akan membeku pada -22 derajat Celcius pada berbagai studi tentang plastik," jepas Busse.

Hal ini pada akhirnya menjadi faktor yang berpotensi mengubah struktur awan secara drastis.

Dampak mikroplastik pada pola cuaca

Profesor kimia di Penn State University dan penulis senior studi tersebut menjelaskan bahwa mikroplastik dapat memengaruhi pola presipitasi, prakiraan cuaca, pemodelan iklim, dan bahkan keselamatan penerbangan dengan memengaruhi cara kristal es atmosfer membentuk awan.

Baca juga: Sumatera-Jawa Disebut Minim Awan hingga Picu Suhu Panas, Ini Kata BMKG

"Selama dua dekade terakhir penelitian tentang mikroplastik, para ilmuwan telah menemukan bahwa mereka ada di mana-mana, jadi ini adalah bagian lain dari teka-teki itu," kata Freedman dilansir dari Phys.org, Kamis (7/11/2024). 

"Sekarang jelas bahwa kita perlu memiliki pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana mereka berinteraksi dengan sistem iklim kita, karena kita telah dapat menunjukkan bahwa proses pembentukan awan dapat dipicu oleh mikroplastik," tambahnya.

Mikroplastik memengaruhi dinamika awan campuran, jenis awan yang berisi air dan es dan biasa ditemukan dalam bentuk stratus, cumulus, hingga nimbus, yang sering kali kita lihat di langit.

Kehadiran mikroplastik membuat air dalam awan terbagi ke partikel-partikel kecil, menghasilkan droplet-droplet awan yang lebih kecil.

Ini memperlambat proses hujan, karena droplet hanya akan jatuh sebagai hujan ketika ukurannya cukup besar.

Alhasil, ketika droplet-droplet ini akhirnya menyatu dan mencapai ukuran yang cukup, hujan yang turun bisa lebih deras.

Hal ini berpotensi mengubah intensitas curah hujan, dari hujan ringan yang lebih sering menjadi hujan deras yang lebih jarang, yang dapat berdampak langsung pada risiko banjir di daerah perkotaan atau daerah padat penduduk.

Baca juga: Apa Dampak Paparan Mikroplastik pada Tubuh?

Efek mikroplastik pada iklim global

Selain itu, menurut Earth.com, Jumat (8/11/2024), komposisi awan yang dipengaruhi oleh mikroplastik bisa mempengaruhi sebarapa banyak radiasi matahari yang dipantulkan kembali ke angkasa atau diserap oleh atmosfer Bumi.

Untuk diketahui, awan mendinginkan planet ini dengan memantulkan radiasi matahari kembali ke angkasa, tetapi pada ketinggian tertentu, mereka juga bisa menahan panas yang dipancarkan Bumi, yang berkontribusi pada efek pemanasan.

Jumlah es dalam awan, yang diubah oleh mikroplastik, turut menentukan apakah awan tersebut memiliki efek pemanasan atau pendinginan bersih.

Misalnya, awan pada ketinggian lebih tinggi yang mengandung lebih banyak es cenderung menjebak lebih banyak panas, berpotensi meningkatkan suhu lokal dan bahkan memperburuk efek perubahan iklim secara keseluruhan.

Dampak mikroplastik pada formasi awan menjadi peringatan bagi para ilmuwan tentang perlunya regulasi plastik yang lebih ketat.

Dengan makin tingginya konsentrasi plastik di udara, Freedman menegaskan pentingnya memahami penuh siklus hidup plastik di atmosfer dan kontribusinya pada perubahan iklim.

Baca juga: Studi: Mikroplastik Masuk ke Otak dengan Cara Terhirup Lewat Hidung

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi