Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Prabowo, Peci Hitam, dan Simbol Nasionalisme dalam Kunjungan Diplomatik

Baca di App
Lihat Foto
Dok. Sekretariat Presiden
Presiden RI Prabowo Subianto (kanan) bersama pimpinan Kongres Rakyat Nasional (KRN) China, Zhao Leji saat kunjungan kenegaraan di Beijing, China, Sabtu (9/11/2024).
|
Editor: Ahmad Naufal Dzulfaroh

KOMPAS.com - Presiden Prabowo Subianto tampak selalu mengenakan peci hitam dalam setiap kunjungan diplomatik ke luar negeri.

Dalam lawatan perdananya ke China pada Jumat (9/11/2024), Prabowo terlihat memakai peci dan setelan jas hitam setibanya di Beijing Capital International Airport, Beijing.

Bukan kali ini saja, saat menjadi Menteri Pertahanan, ia juga selalu tampil dengan peci pada setiap kunjungan kerja ke luar negeri.

Pada 13 September 2024, misalnya, Ketua Umum Partai Gerindra itu mengenakan peci ketika berkunjung ke Vietnam.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tahun lalu, tepatnya pada 21 Juli 2023, Prabowo juga memakai peci saat menghadiri pertemuan 2+2 antara Menteri Luar Negeri dan Menteri Pertahanan RI-Perancis, di Paris.

Penampilan Prabowo yang selalu berpeci dalam kunjungan kerja ke luar negeri ini berbeda dari dua presiden sebelumnya, yakni Joko Widodo dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Baca juga: Sejarah dan Makna Peci Hitam, Ciri Khas Bung Karno, Kini Dipakaikan Sang Anak ke Ganjar Pranowo


Peci hitam identik dengan Bung Karno

Dalam sejarahnya, penggunaan peci hitam dalam acara kenegaraan tak lepas dari peran Presiden Soekarno.

Dilansir dari Kompas.id (25/4/2023), sebelum Indonesia merdeka, peci lebih sering dikenakan rakyat kecil, seperti para pedagang. Kala itu, peci bukanlah sebagai simbol nasionalisme, apalagi penanda perjuangan dan pergerakan.

Perluasan makna penggunaan peci mulai terjadi ketika Bung Karno mengenakannya pada masa perjuangan kemerdekaan.

Meski begitu, Soekarno bukanlah tokoh pergerakan kemerdekaan pertama yang mengenakan peci. Sebab, peci dari beludru hitam terlebih dahulu dipakai oleh Tjipto Mangunkusumo ketika menjalani pengasingan di Belanda pada 1913.

Hubungan peci dan Bung Karno, tertulis dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat, biografi Presiden Soekarno yang ditulis oleh Cindy Adams.

Baca juga: Momen Prabowo Beri Hormat untuk Monumen Pahlawan di Tiananmen Square, China

Cindy Adams menuliskan, peci sebagai tanda pengenal dan lambang kebangsaan tak luput dari campur tangan Bung Karno.

Pada saat itu, Bung Karno merasa teman-teman seperjuangannya berlagak modern dan terpelajar dengan meniru penampilan kolonial Eropa.

Mereka memilih menggunakan jas rapi dan menolak menggunakan penutup kepala. Padahal, penampilan itu justru menjauhkan mereka dengan rakyat yang sedang mereka perjuangkan.

Menurut Bung Karno, kumpulan orang terpelajar pada masa itu merasa tidak pantas memakai atribut yang identik dengan rakyat, seperti blangkon dan sarung yang dipakai orang Jawa.

Apalagi, peci yang kata Bung Karno "biasa dipakai oleh tukang becak dan rakyat jelata lainnya".

Bung Karno berpendapat, seorang pemimpin harus dekat dengan rakyat, salah satu caranya dengan berpenampilan seperti rakyat, yakni menggunakan peci.

Ia kemudian memutuskan menggunakan peci hitam untuk menunjukkan kepada rekan sejawatnya bahwa menjadi pemimpin harus menyatu dengan rakyat, bukan menjauh dengan bergaya ala Barat.

Baca juga: Terinspirasi Peci, Ini Stadion Al-Thumama Qatar untuk Piala Dunia 2022

Simbol nasionalisme Bung Karno

Dikutip dari Kompas.com (21/4/2023), dalam Skripsi berjudul Sejarah Penutup Kepala di Indonesia: Studi Kasus Pergeseran Makna Tanda Peci Hitam (1908-1949), disebutkan bahwa Bung Karno memakai peci sebagai tanda pengenal saat rapat organisasi.

Awalnya, Bung Karno sempat ragu mengenakan peci. Namun, ketika melihat pedagang sate berpeci di dekat lokasi rapat Jong Java, keyakinannya tumbuh.

Ia kemudian bertekad tampil dengan peci sebagai ciri nasionalisme dan pemuda pergerakan.

Selain rajin mengenakan peci, dalam rapat pleno tahunan yang diadakan Jong Java cabang Surabaya, Soekarno juga menolak berbicara dengan bahasa Belanda dan memilih berbicara Jawa Ngoko.

Tak hanya itu, ia bahkan pernah diminta untuk melepas peci yang dipakainya saat rapat Jong Java di Surabaya pada Juni 1921.

Namun, Bung Karno yang kali itu masih berusia 20 tahun menolak dengan prinsip bahwa dirinya bukan pengekor, tetapi sebagai pemimpin.

Sebelum mengikuti rapat, dia bersembunyi di belakang tukang sate dan mengamati kawan-kawannya yang tak mau menggunakan tutup kepala karena tampak seperti orang Barat.

Saat masuk ke ruang rapat, semua mata terarah ke Soekarno. Di saat itulah Soekarno berusaha memecah kesunyian dengan mengatakan:

"Janganlah kita melupakan demi tujuan kita bahwa para pemimpin berasal dari rakyat."

Baca juga: Ukraina Luncurkan Prangko Bergambar Prabowo

Selalu dipakai Bung Karno

Bahkan pada 1928, seperti dilansir dari Kompas.id (6/5/2023), Bung Karno pernah mengusulkan agar semua anggota PNI, partai yang ia dirikan, memakai pakaian seragam.

Usulan itu menuai kontroversi, termasuk dari Ali Sastroamidjojo yang kelak menjadi Duta Besar dan Perdana Menteri pada tahun 1950-an.

Menurut Ali Sastroamidjojo, bangsa Indonesia seharusnya tidak berpakaian seragam seperti orang Eropa karena bertentangan dengan kepribadian nasional.

Alih-alih hanya seragam, Ali mengatakan bahwa seharusnya bangsa Indonesia menggunakan seragam tanpa sepatu dan sandal, sehingga tampak revolusioner di mata rakyat.

Suasana kongres pun mendadak riuh karena perdebatan antara Soekarno dan Ali Sastroamidjojo.

Kepada Ali, Bung Karno berkata tajam:

"Aku tidak setuju. Banyak orang kaki ayam, akan tetapi mereka bukan orang yang revolusioner. Banyak orang yang berpangkat tinggi memakai sarung, tapi mereka bekerja dengan sepenuh hati dengan kolonialis. Yang menandakan seseorang itu revolusioner adalah bakti yang ditunaikannya dalam perjuangan."

Baca juga: Berjumpa PM Li Qiang, Prabowo: Tiongkok adalah Teman yang Penting dan Berharga

Meski pendapatnya tak diterima, Bung Karno dan sebagian besar tokoh pergerakan tetap menggunakan celana panjang, jas, kemeja putih, sepatu, dan dasi.

Dalam kesempatan lain, ia menyoroti perlunya simbo kepribadian bangsa Indonesia dan menganggap peci bisa menjadi pilihan yang cocok. 

"Kita memerlukan sebuah simbol dari kepribadian Indonesia. Peci yang memiliki sifat khas ini, mirip yang dipakai oleh para buruh bangsa Melayu, adalah asli milik rakyat kita. Menurutku, marilah kita tegakkan kepala kita dengan memakai peci ini sebagai lambang Indonesia Merdeka."

Sejak saat itu, peci hitam seolah tak pernah absen dari kepala Bapak Proklamator Indonesia.

Pada akhirnya, peci pun menjadi simbol nasionalisme bangsa.

Seiring dengan itu, pemaknaan peci mulai berubah, dari identitas rakyat jelata menjadi simbol perjuangan, nasionalisme, dan merakyat.

Identitas peci yang konsepsi simbolisnya diperkenalkan oleh Soekarno ini, kemudian digunakan hingga kini terutama oleh pejabat dan tokoh politik.

Baca juga: Alasan Bung Karno Berikan Nama Kompas 57 Tahun Lalu

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi