Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pengendara Ojol Ikut BPJS Ketenagakerjaan, Tak Jadi Jual Sawah untuk Berobat

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/KHAIRINA
Masyarakat menunggu dilayani di kantor BPJS Ketenagakerjaan Surakarta, di Solo, Jawa Tengah, Rabu (13/11/2024).
Penulis: Khairina
|
Editor: Resa Eka Ayu Sartika

SOLO, KOMPAS.com- “Bener omonganmu Mas, nek enggak ikut, sawahku tak dol kabeh,” kisah Nur Solikihin (40) menirukan cerita temannya sesama pengemudi ojek online.

Teman Solikhin baru saja mengalami kecelakaan di jalan raya. Dia harus operasi karena patah tulang di beberapa bagian tubuh. Untunglah, teman itu mengikuti saran Solikhin ikut kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan Bukan Penerima Upah (BPU) sehingga semua biaya perawatan dan pengobatannya ditanggung.

“Jadi driver online itu risikonya tinggi,” kata Solikhin, yang ditemui KOMPAS.com, Rabu (13/11/2024).

Baca juga: Administrasi BPJS Tidak Boleh Hambat Keilmuan Dokter

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Solikhin mengaku awalnya ia tak terlalu pusing dengan urusan jaminan kesehatan dan kecelakaan. Soalnya, dulu menjadi karyawan di sebuah rumah makan di kawasan Colomadu, Surakarta sehingga mendapat berbagai fasilitas dari perusahaan, mulai dari gaji hingga jaminan kesehatan dan jaminan hari tua.

Hidupnya berubah saat dia berhenti dari rumah makan itu di 2017. Solikhin beralih menjadi pengemudi ojek online dan dia pun mulai memikirkan masa depannya.

Menurut Solikhin, pengemudi ojek online yang waktunya sebagian besar habis di jalan, berisiko mengalami kecelakaan. Biaya perawatannya tidak sedikit, bisa menghabiskan uang hingga puluhan bahkan ratusan juta rupiah.

“Asuransi lain menanggung hingga Rp 20 juta. Lah kalau biayanya lebih dari itu, dapat uang dari mana?” ucap pria asli Purwodadi, Grobogan itu.

Dia pun memutuskan menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan BPU. Setiap bulan, dia sisihkan pendapatannya sebesar Rp 36.800 untuk membayar iurannya, meski penghasilannya tak tentu.

“Saya anggap ini kebutuhan seperti bayar listrik, sehingga ya harus diusahakan,” kata pria itu.

Kalau dihitung-hitung, kata Solikhin, uang yang ia sisihkan hanya sekitar Rp 1.000 per hari, sangat ringan dibanding manfaat yang ia rasakan.

Solikhin mendaftar 3 program, yakni Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), dan Jaminan Kematian (JKM).

“Kalau sakit saat bekerja, ditanggung semua sampai sembuh. Kalau meninggal, keluarga dapat Rp 42 juta,” kata Solikhin lagi.

Baca juga: Dirut BPJS Kesehatan: Inovasi Digital Pengenal Wajah FRISTA Permudah Verifikasi Identitas

Dilansir dari laman BPJS Ketenagakerjaan, BPU merupakan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan yang biasanya diperuntukkan untuk pekerja yang bekerja secara mandiri, seperti pemilik usaha, seniman, dokter, pengacara, freelancer serta pekerja sektor informal misalnya petani, sopir angkot, mitra ojol, pedagang, dan nelayan.

Umumnya, peserta BPU bisa mendaftar tiga program yang terdapat pada BPJS Ketenagakerjaan, yakni JHT, JKK, dan JKM.

Menurut PP No. 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program JKM dan JKK, besarnya iuran JKK yang harus dibayar peserta adalah 1 persen dari penghasilan. Nominalnya yaitu paling sedikit Rp 10.000 – Rp 207.000. Sementara, untuk JKM adalah sekitar Rp 6.800 per bulannya. Lalu, untuk JHT adalah 2 persen dari penghasilan. Untuk nominalnya mulai dari Rp 20.000 – Rp 414.000.

Seperti Solikhin, Putri (35), warga Solo, juga memilih bergabung BPJS Ketenagakerjaan BPU. Perempuan ini bekerja sebagai freelancer atau pekerja bebas di bidang penulisan dan penerjemahan.

Putri juga menyisihkan pendapatannya untuk membayar iuran Rp 36.800 per bulan, untuk 3 program, yakni JKK, JKM, dan JHT.

Putri mengaku, dia ikut BPJS Ketenagakerjaan BPU, terutama yang JHT, untuk tabungan di hari tua.Meski nominal per bulannya kecil, kata Putri, tetap akan terasa besar pada saatnya nanti.

“Kalau menabung di bank, biasanya uangnya habis karena diambil terus. Ini hitung-hitung saving di hari tua,” kata Putri lagi.

Petani pun ikut

Solikhin tak hanya aktif sebagai peserta, dia juga aktif memberikan edukasi kepada siapa saja yang membutuhkan. Ia kadang-kadang mendatangi pertemuan PKK di RT-RT atau bertemu dengan berbagai komunitas.

Keluarga terdekatnya pun ia daftarkan. Sang ibu yang berprofesi sebagai petani pun kini sudah bergabung menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan BPU.

“Jadi petani juga berisiko. Misalnya dipatuk ular saat bekerja, atau tiba-tiba terkena cangkul dan luka, semua bisa ditanggung,” katanya lagi.

Solikhin juga aktif membantu pengurusan klaim teman-temannya sesama pengemudi ojek online. Siang itu, misalnya, Solikhin habis menemani rekannya yang kecelakaan di rumah sakit.

Sebelumnya, dia ikut membantu pengurusan beasiswa anak rekannya yang meninggal.
BPJS Ketenagakerjaan memberi beasiswa kepada anak yang orangtuanya meninggal saat bekerja. Besarannya bervariasi, tergantung tingkatan pendidikan.

Besaran beasiswa per tahun untuk setiap tingkat pendidikan adalah:
- Jenjang TK-SD: Rp. 1,5 Juta per orang tiap tahun.
- Jenjang SMP/Sederajat: Rp. 2 Juta per orang tiap tahun.
- Jenjang SMA/Sederajat: Rp. 3 Juta per orang tiap tahun.
- Jenjang S1: Rp. 12 Juta per orang tiap tahun.

Banyak manfaat

Meski banyak manfaat yang bisa didapat dari BPJS Ketenagakerjaan, Solikhin mengakui, masih banyak pekerja mandiri yang enggan ikut jaminan ini. Sebab, mereka merasa sudah dijamin lewat Kartu Indonesia Sehat (KIS).

Kepala Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cabang Surakarta Teguh Wiyono mengakui, untuk pekerja mandiri memang membutuhkan kesadaran dari diri sendiri, sebab tidak ada paksaan untuk mengikuti program ini.

“Program ini adalah jaring pengaman, bukti bahwa negara hadir untuk masyarakat,” kata Teguh.

Baca juga: Tekan Angka Penyakit Kanker, Sentra Medika Hospital Cibinong Kerja Sama dengan BPJS Kesehatan

BPJS Ketenagakerjaan Surakarta membawahi 5 kabupaten/kota, yakni Kota Surakarta, Kabupaten Sukoharjo, Karanganyar, Sragen, dan Wonogiri. Di Kota Surakarta, dari 227.164 penduduk bekerja, baru 91.921 orang yang masuk kepesertaan dengan coverage 40,46 persen.

Dari jumlah tersebut, 155.388 adalah penerima upah dengan coverage 50,12 persen dan 71.776 pekerja informal dengan coverage 19,56 persen.

Di Sukoharjo, penduduk bekerja yang di-cover BPJS Ketenagakerjaan hanya 32,09 persen. Coverage di Karanganyar baru 29,79 persen, Sragen baru 36,91 persen pekerja yang ter-cover BPJS Ketenagakerjaan dan di Wonogiri jumlah pekerja yang ter-cover ada 31,03 persen.

Teguh mengaku, pihaknya terus melakukan edukasi dan sosialisasi ke masyarakat lewat berbagai komunitas. 

"Imbauan kami, dengan adanya program ini, masih ada yang diharapkan,masih ada tabungan di masa tua nanti. Untuk mendaftar juga sangat mudah, cukup pakai NIK, menunjukkan jenis pekerjaan, sudah bisa membayar," ujar Teguh lagi.

Sementara itu, bagi Solikhin, upayanya untuk mengedukasi teman-temannya adalah bentuk kepedulian agar hidup pengemudi ojek online lebih terjamin.

"Sehingga tak ada lagi yang harus berutang atau sampai jual sawah untuk membiayai pengobatan akibat kecelakaan," kata Solikhin lagi.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi