KOMPAS.com - Red carpet atau karpet merah sering digunakan untuk menyambut tamu penting dalam suatu acara formal.
Mulai dari acara seremonial kenegaraan, pemutaran film perdana, hingga ajang penghargaan bergengsi seperti Piala Oscar.
Karena kerap digunakan untuk menyambut para selebriti, kepala negara, dan tamu berpengaruh lainnya, karpet merah identik dengan status serta kemewahan.
Lantas, bagaimana sejarahnya karpet merah digunakan untuk menyambut tamu?
Baca juga: Serba-serbi Piala Oscar 2024, Jadwal dan Daftar Lengkap Nominasinya
Berawal dari tragedi berdarah drama Yunani
Ada beragam versi sejarah karpet merah, tetapi yang paling populer dikaitkan dengan drama Yunani kuno berjudul "Agamemnon" yang ditulis oleh Aeschylus pada 458 SM.
Dalam mitologi Yunani, Agamemnon merupakan seorang raja dan tokoh sentral dalam legenda perang antara Yunani dan Troya.
Dilansir dari CNN (8/2/2019), sejarawan dari National Potrait Gallery Washington, Amy Henderson menjelaskan, drama itu bercerita ketika Agamemnon pergi ke Perang Troya dan meninggalkan istrinya, Clytemnestra di rumah.
Dia pergi dalam waktu yang lama. Ketika kembali, Raja Agamemnon membawa seorang selir bernama Cassandra. Tak suka melihat hal itu, Clytemnestra lalu menyambut suaminya dengan perasaan dendam dan menggelar karpet merah.
"Dia menggelar karpet merah untuk meyakinkannya berjalan menuju kematiannya," ujar Henderson.
Namun, menurut peneliti dari School of Cinematic Arts, University of Southern California, Elizabeth Castaldo Lunden, sejarah karpet merah sangatlah rumit.
Menurutnya, kisah drama itu sudah sangat lama sekali dan ada kemungkinan teks sekarang sudah berubah dari yang asli, sehingga Lunden meragukan versi tersebut.
"Ada beberapa referensi yang menyebut 'Agamemnon' merupakan penyebutan pertama karpet merah, tapi saya selalu ragu. Teks-teks ini telah melalui beberapa terjemahan dan interpretasi yang maknanya telah bergeser untuk menyesuaikan dengan ungkapan audiens," jelasnya, dikutip dari Women's Wear Daily (5/10/2023).
Baca juga: Kenapa Kode Telepon Indonesia +62? Ini Asal Usulnya
Dipakai untuk menyambut tamu pada abad ke-19
Karpet merah mulai digunakan sebagai simbol strata sosial sejak digunakan untuk menyambut tamu pada abad ke-19.
Permadani merah tua pernah digelar untuk menyambut kedatangan Presiden Amerika Serikat James Monroe di Georgetown, Carolina Selatan pada 1821.
Seiring berjalannya waktu, karpet merah ditetapkan sebagai standar dalam acara-acara penting yang melibatkan pejabat politik.
Sementara, asal muasal perlakuan karpet merah, diperkirakan berawal dari abad ke-20 saat digunakan oleh kereta api.
Sebuah kereta api express eksklusif yang dioperasikan oleh New York Central Railroad pada 1902 kala itu menyambut para penumpangnya dengan karpet merah. Para petugas bahkan memandu mereka masuk ke dalam kereta.
Baca juga: Mengapa Jumlah Pemain Sepak Bola 11 Vs 11? Ini Asal-usulnya
Awalnya tidak berwarna merah
Lunden menjelaskan, "tradisi karpet merah" mulanya bukan berwarna merah melainkan ungu atau tyran purple. Warna ungu digunakan karena dianggap langka dan harga pigmennya mahal.
Warna tersebut juga identik sebagai warna kerajaan setelah runtuhnya Kekaisaran Bizantium pada 1453.
"Jangan lupa bahwa warna-warna ini bisa sangat dekat satu sama lain karena tyran purple memiliki pigmen kemerahan," kata Luden.
Warna merah tersebut digambarkan sangat pekat. Orang Yunani menyebutnya sebagai "blata" atau warna darah yang menggumpal.
Pada era Ratu Elizabeth (1558-1603) di Inggris, warna ungu secara resmi dijadikan sebagai warna kebesaran kerajaan melalui undang-undang.
"Ini disebut Sumptuary Laws, warna ini digunakan sebagai warna kain dan pakaian oleh mereka kelas sosial atas di Inggris," tambah Luden.
Seiring waktu, warna ungu yang digunakan para bangsawan menjadi semakin merah.
Kenapa warna merah?
Kurator senior dari Victoria & Albert Museum, Sonnet Stanfill mengatakan, karpet merah sering muncul dalam karya seni Renaisans, yaitu gaya seni di Eropa pada abad ke-14 dan ke-15.
Biasanya, karpet merah ini tampak pada lukisan dewa, orang suci, dan bangsawan. Sebab, warna merah merupakan simbol dari kemewahan, kebangsawanan, dan aristokrat.
Untuk mendapatkan warna merah, kala itu pelukis juga harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit.
"Scarlet adalah salah satu pewarna yang paling berharga karena paling sulit dibuat dan paling mahal," tuturnya, dikutip dari BBC (22/2/2016).
Baca juga: Asal-usul Setir Mobil di Indonesia Berada di Sebelah Kanan Bukan di Kiri
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.