Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Presiden Korsel Yoon Suk Yeol Umumkan Darurat Militer, meski Ditolak Parlemen

Baca di App
Lihat Foto
SOUTH KOREA PRESIDENTIAL OFFICE via AP
Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol.
|
Editor: Ahmad Naufal Dzulfaroh

KOMPAS.com - Presiden Korea Selatan (Korsel), Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer pada Selasa (3/12/2024) malam.

Dikutip dari BBC, Selasa (3/12/2024), darurat militer umumnya berlaku ketika otoritas sipil dianggap tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

Penerapan darurat militer dapat menimbulkan dampak hukum, seperti penangguhan hak-hak sipil dan perpanjangan hukum militer.

Secara teori, darurat militer ini bersifat sementara. Namun, pemberlakuannya dapat berlanjut tanpa batas waktu.

Lantas, mengapa Yoon Suk Yeol umumkan darurat militer di Korsel?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Korea Selatan Diprediksi Jadi Negara Pertama yang Hilang dari Muka Bumi, Kok Bisa?

Mengapa Presiden Korsel berlakukan darurat militer?

Dalam pidatonya, Yoon Suk Yeol mengatakan, darurat militer akan melindungi Korea Selatan dari kehancuran nasional.

“Saya akan memberantas kekuatan anti-negara secepat mungkin dan menormalkan negara,” katanya dilansir dari AP News, Selasa (3/12/2024).

Ia juga meminta kepada warga untuk percaya kepadanya dan bisa menoleransi beberapa ketidaknyamanan akibat darurat militer itu.

Meski demikian, Yoon tidak menyebutkan ancaman khusus dari Korea Utara yang dimaksud.

Konstitusi Korea Selatan menyatakan, presiden yang juga panglima tertinggi angkatan bersenjata, dapat mengumumkan darurat militer pada saat perang, konflik bersenjata, atau keadaan darurat nasional yang serupa.

Baca juga: Kisah Pria Korea yang Jadi Tentara di 3 Negara Saat Perang Dunia 2

Mengapa Yoon merasa tertekan?

Yoon terpilih menjadi presiden pada Mei 2022 sebagai seorang konservatif garis keras.

Namun, ketika oposisi menang telak dalam pemilihan umum April 2024, ia telah menjadi presiden yang tidak berdaya.

Pemerintahannya tidak mampu meloloskan rancangan undang-undang yang mereka inginkan dan terpaksa memveto rancangan undang-undang yang disahkan oleh oposisi liberal.

Ia juga mengalami penurunan dalam tingkat persetujuan, berkisar pada angaka terendah 17 persen karena terseret beberapa skandal korupsi tahun ini.

Bulan lalu, Yoon dipaksa menyampaikan permintaan maaf di TV nasional, dengan mengatakan bahwa ia sedang mendirikan kantor yang mengawasi tugas Ibu Negara. Namun, ia menolak penyelidikan lebih lanjut.

Minggu ini, pihak oposisi mengusulkan pemotongan rancangan undang-undang anggaran pemerintah utama yang tidak dapat diveto.

Pada saat yang sama, pihak oposisi juga bergerak untuk memakzulkan anggota kabinet dan beberapa jaksa tinggi, termasuk kepala badan audit pemerintah karena gagal menyelidiki kasus Ibu Negara.

Baca juga: Kapal Nelayan Tenggelam di Perairan Jeju Korsel, 2 WNI Hilang

Batal usai mendapat penolakan penuh parlemen

Namun, beberapa jam usai pemberlakuan darurat militer, Yoon langsung mencabutnya usai mendapat penolakan penuh dari parlemen.

Personel polisi dan militer terlihat meninggalkan halaman parlemen setelah pemungutan suara bipartisan.

Deklarasi tersebut secara resmi dicabut sekitar pukul 04.30 pagi selama rapat kabinet.

Dikutip dari CNN, Rabu, Partai Demokrat yang beroposisi menyebut akan memulai proses pemakzulan terhadap Presiden Yoon Suk Yeol jika tidak segera mengundurkan diri.

"Kami tidak akan tinggal diam dan menyaksikan kejahatan Presiden Yoon yang menghancurkan Konstitusi dan menginjak-injak demokrasi," kata partai tersebut.

"Presiden Yoon harus segera mengundurkan diri secara sukarela," sambungnya.

Baca juga: Han Kang, dari Daftar Hitam Presiden Korsel, Kini Jadi Peraih Nobel Sastra Pertama Asia

Disebut kembali ke masa kediktatoran

Pengumuman Yoon Suk Yeol mengenai darurat militer ini mendapat berbagai respon negatif dari warga.

Seorang warga yang tak mau disebutkan identitasnya mengatakan, darurat militer ini seperti kembali ke pada masa kediktatoran.

“Mereka menggunakan metode yang sama persis dengan yang mereka gunakan di era Park Chung-hee dan Chun Doo-hwan,” kata dia.

Menurutnya, setiap kali pemerintah sedang berada dalam masa krisis, mereka menggunakan ancaman perang dan darurat militer untuk menutupinya.

Park dan Chun merupakan diktator militer di Korea Selatan antara tahun 1961 dan 1988.

“Saya tidak pernah membayangkan hal ini akan terjadi lagi,” imbuhnya.

Baca juga: Korea Selatan Hadapi Krisis Pornografi Deepfake, Sasar Remaja dan Siswa Sekolah

 

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi