Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai soal Depok Disebut Pernah Menjadi Negara, Bagaimana Faktanya?

Baca di App
Lihat Foto
Bappeda Depok
Peta Kota Depok. Depok Disebut Pernah Menjadi Negara
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Depok adalah salah satu kota yang berlokasi di Jawa Barat dengan luas wilayah 200,29 km persegi.

Wilayah Depok berbatasan langsung dengan Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Banten, Kabupaten Bogor, dan Kota Bekasi.

Berdasarkan catatan sejarahnya, Depok pernah memiliki beberapa "presiden". Presiden pertama Republik Depok yaitu Gerrit Jonathans pada 14 Januari 1913–1921 dan dilanjutkan Martinus Laurens pada 1921–1930.

Kemudian, Leonardus Leander menjabat sebagai Presiden Republik Depok pada 1930–1949 dan Johannes Matijs Jonathans pada 1949 – 4 Agustus 1952.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belakangan, beredar pula narasi di media sosial yang menyebutkan bahwa Depok pernah menjadi negara sebelum Indonesia merdeka.

Lantas, benarkah Depok pernah menjadi sebuah negara?

Baca juga: Arus Petir Terbesar di Dunia Disebut Ada di Depok, Benarkah?

Penjelasan sejarawan soal Depok pernah menjadi negara

Dosen sejarah Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) Universitas Indonesia, Titik Irsyam tidak membenarkan informasi yang menyatakan bahwa Depok pernah menjadi sebuah negara.

"Depok tidak pernah menjadi negara," kata dia, saat dihubungi Kompas.com, melalui sambungan telepon pada Senin (3/12/2024) sore.

Ia menjelaskan, narasi Depok pernah menjadi sebuah negara itu bermula dari salah kaprah masyarakat dalam mengartikan Gemeente Bestuur atau pemerintahan sipil.

Literatur sejarah mencatat, kota Depok memang pernah menjadi Gemeente Depok dengan pejabat presiden pertama adalah Gerrit Jonathans pada 1913.

Namun, Titik menerangkan, Gemeente yang dimaksud bukan merupakan kotapraja. Kotapraja adalah wilayah administratif yang setingkat dengan kabupaten.

"Harus diartikan bahwa Gemeente Depok itu bukan kotapraja, itu hanyalah kota kecil, kecamatan," kata dia.

Menurut dia, konsep Gemeente muncul pada saat politik etika, yaitu sekitar 1901-1902.

Salah satu penulis buku Berkembang dalam Bayang-Bayang Jakarta: Sejarah Depok 1950—1990-an itu juga menyampaikan, istilah "presiden" yang muncul di Gemeente Bestuur berbeda dengan presiden suatu negara.

"Istilah presiden itu bisa diartikan sebagai ketua komunitas. Tahun 1950, saya ambil contoh kecil, Universitas Indonesia rektornya disebut Presiden Universitas Indonesia," kata dia.

Presiden di sini, menurut Titik, artinya adalah pemimpin komunitas civitas akademika Universitas Indonesia.

Dengan begitu, jabatan presiden yang disematkan ke Gerrit Jonathans bukanlah merujuk pada kepala negara, melainkan kepala pemerintahan sipil.

Dikutip dari Kompas.id, presiden yang dimaksud adalah pendiri Depok Lama, yang merupakan cikal bakal berdirinya Kota Depok.

Alasan berikutnya mengapa Depok tidak pernah menjadi negara adalah Depok tidak memenuhi syarat berdirinya sebuah negara.

"Syarat berdirinya sebuah negara itu ada pemerintahan, ada tanah, ada warganya, dan kedaulatan ke dalam dan keluar," kata Titik.

"Syarat yang keempat itu tidak pernah terpenuhi. Kedaulatan keluar Kota Depok saat itu dipegang oleh Belanda, makanya disebut Belanda Depok," tutur dia.

Dengan beberapa data di atas, Titik menegaskan bahwa klausul Depok pernah menjadi negara, gugur.

Senada dengan Titik, sejarawan Indonesia dan pendiri Komunitas Historia Indonesia (KHI), Asep Kambali juga mengatakan bahwa Kota Depok tidak pernah menjadi suatu negara.

"Depok itu sebenarnya bukan negara sendiri, bukan negara dalam arti saat ini," kata dia, saat dikonfirmasi Kompas.com, Senin.

Asep menerangkan, zaman dahulu, kawasan Depok berada di luar kota Batavia.

"Jadi posisinya memang Depok 'dikuasai' atau dikendalikan oleh seorang tuan tanah yang merupakan orang Belanda," kata dia.

Kota Depok juga dulunya digunakan sebagai pusat penyebaran agama Kristen sesuai dengan arti kata Depok yaitu De Earste Protestante Organisatie van Kristener.

Baca juga: Kronologi dan Motif Pegawai PN Depok Todongkan Pistol ke Warga

Sejarah kota Depok

Menurut catatan Kompas.id, kawasan Depok telah dihuni sejak masa Neolitikum atau Zaman Batu Muda, yaitu sekitar 10.000 tahun sebelum Masehi. 

Hal ini diperkuat dengan temuan sejumlah artefak, seperti kapak dengan dua ujung runcing di sejumlah situs seperti di Pondok Cina dan Pondok Kelapa Dua, Depok.

Pada masa Kerajaan Pajajaran sekitar tahun 1030–1579 Masehi, masyarakat menyebut wilayah Depok sebagai "Deprok" yang berarti duduk santai. Penamaan "Deprok" digunakan karena ada hubungannya dengan Prabu Siliwangi.

Kemudian pada masa penjajahan Belanda 1600-1700, kawasan Depok yang saat itu masih berupa lahan untuk perkebunan dibeli oleh seorang pejabat VOC Cornelis Chastelein, menurut dokumen Bataviaasch Niewsblad, 1929.

Chastelein kemudian menamai wilayah perkebunannya sebagai Depok yang berarti De Earste Protestante Organisatie van Kristener.

Dia kemudian hengkang dari VOC dan memutuskan menjadi petani dengan mengolah lahan pertanian dan perkebunan di Depok.

Chastelein juga mendatangkan 150 pekerja dari Bali, Makassar, Kalimantan, dan Timor yang dijadikan budak untuk mengolah sawah dan perkebunan seperti lada, tebu, kelapa, dan sejumlah tanaman buah dengan luas 1.244 hektar.

Ada beberapa versi sejarah yang menyatakan asal ratusan budak yang didatangkan oleh Chastelein itu.

Kemudian pada 1862, terbentuk Badan Pengurus Tanah Partikulir Depok yang membolehkan orang “Belanda Depok” untuk membentuk pemerintahan sendiri dan memilih seorang pemimpin Depok dengan gelar “Presiden” lengkap dengan istananya.

Menurut Tri Wahyuning M Irsyam yang juga menulis buku Berkembang dalam Bayang-Bayang Jakarta: Sejarah Depok 1950–1990-an (2017), luas tanah Chastelein di Depok adalah 4,5 roede x 2,5 roede di mana 1 roede setara 3.767 meter.

Lahan yang berbatasan dengan Sungai Ciliwung hingga Sungai Pesanggrahan itu kemudian berstatus sebagai tanah partikelir.

Namun pada 1949, status tanah partikelir dihapus pemerintah. Dengan begitu, Depok sebagai wilayah kecamatan masuk dalam wilayah Kewedanaan Parung, Jawa Barat.

Pada tahun 1952, lahan-lahan swasta dikembalikan kepada negara dengan cara pembelian oleh negara.

Kemudian pada 18 Maret 1982, pemerintah membentuk Kota Administratif Depok berdasarkan PP 43/1981 yang dipimpin oleh wali kota administratif.

Menteri Dalam Negeri saat itu, Amir Machmud meresmikan 3 kecamatan dan 17 desa di Depok.

Lalu pada 20 April 1999, Depok ditetapkan menjadi kotamadya (sekarang: kota) yang terpisah dari Kabupaten Bogor berdasarkan UU 15/1999 dan diresmikan pada tanggal 27 April 1999.

Bersamaan dengan itu, dilantik pula Penjabat Wali Kotamadya Kepala Daerah Tingkat II Depok, Badrul Kamal, yang pada saat itu menjabat sebagai Wali Kota Administratif Depok.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi