Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Daftar Gratifikasi yang Wajib dan Tidak Wajib Dilaporkan ke KPK, Apa Saja?

Baca di App
Lihat Foto
shutterstock
Ilustrasi suap
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Gratifikasi merupakan pemberian secara cuma-cuma kepada seseorang dengan tujuan dan maksud tertentu.

Gratifikasi dapat diberikan kepada siapa saja. Namun gratifikasi yang diberikan kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara bisa dianggap sebagai suap jika berhubungan dengan jabatannya.

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, gratifikasi dapat berupa segala sesuatu yang bernilai ekonomis. 

Dengan demikian, gratifikasi bukan hanya persoalan memberi uang atau barang, namun bisa juga berupa komisi, rabat (diskon), tiket perjalanan, fasilitas penginapan, dan lainnya.

Gratifikasi tersebut bisa berupa yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri, dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Gratifikasi itu sesuatu yang bernilai ekonomis, termasuk tumpangan pesawat jet. Jadi tidak hanya uang atau barang, ini juga termasuk jasa atau apapun yang bernilai ekonomis, yang berkaitan karena jabatan seseorang/penerima gratifikasi," ujarnya kepada Kompas.com, Rabu (11/12/2024).

Baca juga: Mantan Menteri Transportasi Singapura Divonis Bersalah Kasus Gratifikasi, Salah Satunya Naik Jet Pribadi


Kriteria gratifikasi

Pakar hukum pidana dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo Muhammad Rustamaji mengatakan, semua pemberian, baik dalam jumlah kecil maupun besar, berpotensi dianggap sebagai tindak pidana jika memenuhi syarat-syarat secara kumulatif.

Ketentuan ini diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pasal 12B.

Rustamaji menerangkan beberapa kriteria seseorang yang bisa dikatakan kena gratifikasi, sebagai berikut:

"Kriteria seseorang bisa dikenakan gratifikasi, ketika pemberian atau gratifikasinya tersebut berhubungan dengan jabatannya, melanggar kewajiban atau tugasnya sebagai penyelenggara negara atau pegawai negeri," jelas dia, terpisah.

Apabila gratifikasi yang diterima memenuhi kriteria di atas, penerima harus bisa membuktikan bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap, jika nilainya Rp 10 juta atau lebih.

Jika nilainya kurang dari Rp 10 juta, penuntut umum yang harus dapat membuktikan bahwa gratifikasi tersebut merupakan suap.

Namun, penerimaan gratifikasi bisa tidak dianggap sebagai perbuatan pidana jika penerimaan tersebut dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dikutip dari laman resmi Kementerian Keuangan (Kemenkeu), waktu pelaporan penerimaan gratifikasi paling lambat bisa dilakukan 30 hari kerja, terhitung sejak gratifikasi diterima.

Penerimaan gratifikasi menjadi salah satu bentuk tindak pidana korupsi yang dapat diancam hukuman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Baca juga: Isi Laporan Kaesang soal Dugaan Gratifikasi Pesawat Jet Pribadi Kaesang kepada KPK

Gratifikasi yang wajib dan tidak wajib dilaporkan

Merujuk Peraturan Menteri Keuangan Nomor 227/PMK.09/2021 tentang Pedoman Pengendalian Gratifikasi di Kementerian Keuangan, gratifikasi dibagi menjadi dua kategori, yaitu gratifikasi yang wajib dilaporkan dan gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan.

Gratifikasi yang wajib dilaporkan adalah gratifikasi yang diterima atau ditolak oleh pegawai atau penyelenggara negara. Gratifikasi ini berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugas yang bersangkutan.

Adapun, bentuk penerimaan gratifikasi yang tidak perlu dilaporkan oleh penyelenggara negara sebagai berikut:

1. Pemberian dari keluarga, yakni kakek/nenek, bapak/ibu/mertua, suami/istri, anak/anak menantu, cucu, besan, paman/bibi, kakak ipar/adik ipar, sepupu/keponakan.

Gratifikasi dari pihak-pihak tersebut boleh diterima dengan syarat tidak memiliki benturan kepentingan dengan posisi ataupun jabatan penerima.

2. Hadiah tanda kasih dalam bentuk uang atau barang yang memiliki nilai jual dalam penyelenggaraan pesta pernikahan, kelahiran, aqiqah, baptis, khitanan, dan potong gigi, atau upacara adat/agama lainnya dengan batasan nilai per pemberi dalam setiap acara paling banyak Rp 1.000.000.

3. Pemberian terkait dengan musibah atau bencana yang dialami oleh penerima, bapak/ibu/mertua, suami/istri, atau anak penerima gratifikasi paling banyak Rp 1.000.000.

4. Pemberian dari sesama pegawai dalam rangka pisah sambut, pensiun, promosi jabatan, ulang tahun ataupun perayaan lainnya yang lazim dilakukan dalam konteks sosial sesama rekan kerja.

Pemberian tersebut tidak berbentuk uang ataupun setara uang, misalnya pemberian voucer belanja, pulsa, cek atau giro.

Nilai pemberian paling banyak Rp 300.000 per pemberian per orang, dengan batasan total pemberian selama satu tahun sebesar Rp 1.000.000 dari pemberi yang sama.

5. Pemberian sesama pegawai dengan batasan paling banyak Rp 200.000 per pemberian per orang, dengan batasan total pemberian selama satu tahun sebesar Rp 1.000.000 dari pemberi yang sama.

Pemberian tersebut tidak berbentuk uang ataupun setara uang, misalnya voucer belanja, pulsa, cek atau giro.

6. Hidangan atau sajian yang berlaku umum.

7. Prestasi akademis atau non-akademis yang diikuti dengan menggunakan biaya sendiri seperti kejuaraan, perlombaan atau kompetisi tidak terkait kedinasan.

8. Keuntungan atau bunga dari penempatan dana, investasi atau kepemilikan saham pribadi yang berlaku umum.

9. Manfaat bagi seluruh peserta koperasi pegawai berdasarkan keanggotaan koperasi Pegawai Negeri yang berlaku umum

10. Seminar kit yang berbentuk seperangkat modul dan alat tulis serta sertifikat yang diperoleh dari kegiatan resmi kedinasan seperti rapat, seminar, workshop, konferensi, pelatihan, atau kegiatan lain sejenis yang berlaku umum.

11. Penerimaan hadiah atau tunjangan baik berupa uang atau barang yang ada kaitannya dengan peningkatan prestasi kerja yang diberikan oleh Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

12. Diperoleh dari kompensasi atas profesi di luar kedinasan, yang tidak terkait dengan tugas pokok dan fungsi dari pejabat/pegawai, tidak memiliki konflik kepentingan dan tidak melanggar aturan internal instansi pegawai.

Baca juga: Peran Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah dalam Kasus Pemerasan dan Gratifikasi

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi