ORGANISASI PBB di bidang Kekayaan Intelektual, World Intellectual Property Organisation (WIPO) dalam publikasinya "Patent Protection for Software-Implemented Inventions Patents PCT-The International Patent System" (Ania Jedrusik, & Phil Wadsworth, 28/02/2017) membahas khusus tentang paten program komputer.
Laporan itu intinya menyatakan, perlunya memperbarui undang-undang kekayaan intelektual untuk menanggapi pergeseran besar teknologi.
Perangkat lunak, kini memainkan peran utama dalam inovasi menggantikan perangkat keras yang sebelumnya dominan.
Baca juga: UU Paten, Program Komputer, dan Industri Digital Nasional (Bagian I)
Di banyak negara, invensi terkait perangkat lunak tidak mendapatkan perlindungan paten yang setara dengan penemuan berbasis perangkat keras. Meskipun demikian, perangkat lunak justru menjadi pendorong utama ekonomi digital global.
Pelindungan paten perangkat lunak komputer, memberikan banyak manfaat bagi inovator, seperti memastikan hasil yang adil dari investasi riset dan pengembangan (R&D), serta memfasilitasi kolaborasi bisnis.
Namun, banyak invensi perangkat lunak hanya dilindungi oleh hak cipta atau rahasia dagang, rezim Kekayaan Intelektual yang tidak memberikan insentif yang sama seperti paten.
Sebagai contoh, inovasi perangkat lunak dalam industri telepon pintar seperti yang dilakukan oleh Qualcomm telah memberikan kemajuan signifikan dalam fungsi dan kinerja perangkat.
Sementara itu, di beberapa negara, awalnya penemuan perangkat lunak sering kali dibatasi dan sebatas dilindungi rezim hak cipta secara deklaratif. Pengabaian perlindungan paten untuk invensi perangkat lunak tidak memberikan ruang kondusif.
Saya berpendapat, hal ini dapat menghambat inovasi dan merugikan start up yang bergantung pada aset intelektual. Indonesia juga memiliki SDM digital yang seharusnya diberi ruang kreatif dan dilindungi di bawah rezim paten.
Kebutuhan penyesuaikan sistem paten dengan kenyataan transformasi digital saat ini, telah direspons dengan baik oleh UU Paten Baru. Hal ini sejalan dengan kedudukan perangkat lunak yang kini menjadi unsur penting dalam hampir semua inovasi teknis digital.
Undang-Undang Paten baru menegaskan, inventor adalah individu atau badan hukum yang menciptakan invensi melalui ide atau kegiatan inovatif (pasal 1 angka 3 UU Paten).
UU Paten Baru secara tegas menyebutkan, inventor adalah seorang atau beberapa orang, yang secara bersama-sama melaksanakan ide, yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan invensi.
Oleh karena itu, meskipun AI dapat digunakan sebagai alat dalam menciptakan solusi teknis atau invensi, maka hak atas paten atau inventor paten tetap dipegang oleh manusia, atau badan hukum, yang bertindak sebagai subjek hukum manusia bukan mesin.
Meskipun AI dapat terlibat dalam proses pengembangan teknologi, AI tidak dapat dianggap sebagai inventor layaknya manusia.
Hal ini penting saya tegaskan, mengingat AI semakin banyak digunakan dalam menghasilkan solusi inovatif. Namun praktik internasional seperti di Inggris, AS, dan Australia, hak atas kekayaan intelektualnya tetap berada di tangan individu manusia dan bukan AI.
Industri Cybersecurity
Indonesia saat ini tengah mempersiapkan UU Keamanan dan Ketahaban Siber. UU ini selayaknya mengatur ketentuan yang mendorong talenta digital nasional untuk berperan dalam industri keamanan siber.
Hal ini membuka peluang besar bagi pengembangan teknologi. Terutama di bidang cybersecurity yang semakin penting dan sangat dibutuhkan, mengingat ancaman terhadap sistem digital yang terus berkembang.
Dalam Pasal 4 ayat (2) UU Paten Baru disebutkan, invensi yang dapat dipatenkan adalah yang memiliki karakter teknis dan efek teknis.
Hal ini memberi ruang bagi program komputer atau aplikasi dalam sektor cybersecurity untuk dipatenkan, bukan hanya dilindungi oleh hak cipta seperti yang selama ini berlaku.
Dengan demikian, Negara bisa mendorong para ahli teknologi digital, terutama di bidang cybersecurity, untuk menciptakan invensi digital yang dapat dipatenkan dan memiliki nilai komersial tinggi.
Perguruan tinggi juga diharapkan dapat menghasilkan lebih banyak invensi di bidang perangkat lunak yang dapat dipatenkan. Hasil penelitian selayaknya tidak hanya berfungsi sebagai karya akademis, tetapi juga memiliki potensi komersial.
Model pelindungan berdasar UU Paten Baru memberi kesempatan bagi start-up di Indonesia untuk mengembangkan produk teknologi baru dan platform digital termasuk di bidang cybersecurity yang kini menjadi salah satu aspek paling vital dalam dunia digital.
UU Paten baru membuka peluang bagi start-up di Indonesia untuk mengembangkan solusi-solusi digital, baik untuk pasar domestik maupun global.
Paten di bidang cybersecurity, tidak hanya untuk memberikan pelindungan hukum terhadap invensi yang dihasilkan, tetapi juga membuka peluang bagi inventor untuk mengkomersialkan paten mereka, baik di pasar domestik maupun internasional.
Pengesahan UU Paten baru hanya akan optimal jika diikuti dengan langkah dan program progresif Pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan termasuk perguruan tinggi dan lembaga riset.
Kebijakan dan regulasi seperti Bayh-Dole Act, yang telah saya tulis sebelumnya di Kompas.com “Bayh-Dole Act" dan Kebangkitan Ekonomi Berbasis Produk Penelitian Perguruan Tinggi” perlu ditindaklanjuti.
Negara harus memberikan ruang inovasi dan komersialisasi invensi teknologi yang lebih luas. Para ahli, praktisi, dan pengembang teknologi digital diharapkan dapat memanfaatkan peluang ini untuk menciptakan solusi inovatif yang dapat melindungi ruang siber Indonesia. Sekaligus meningkatkan daya saing ekonomi negara dalam industri digital.
Melalui pelindungan paten yang lebih kuat dan fasilitasi Pemerintah bagi perguruan tinggi, lembaga riset, UKM dan start up, kita dapat mendorong perkembangan teknologi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pertumbuhan ekonomi digital, keamanan siber, dan membuka peluang investasi yang lebih luas.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang