KOMPAS.com - Lini media massa X, dulunya Twitter, ramai membahas soal unggahan fenomena bayangan hitam di langit Pantai Hoyomas Watubangga, Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Sabtu (30/11/2024).
Informasi fenomena bayangan hitam itu awalnya diunggah oleh @ardian_bungsu1 melalui akun media sosial TikToknya.
"Sosok penampakan di langit," tulisnya.
Warganet banyak yang menduga bahwa bayangan hitam tersebut adalah sebuah satelit.
Lantas, apa sebenarnya fenomena itu?
Baca juga: 10 Fenomena Langit Maret 2024, Ada Hilal dan Asteroid Melintas Dekat Bumi
Penjelasan Astronom
Astronom amatir Indonesia, Marufin Sudibyo menjelaskan, fenomena bayangan hitam di langit Sulawesi Tenggara itu bukan satelit.
"Tidak ada satelit buatan yang bisa terlihat di siang hari. Bahkan meski ukurannya sebesar stasiun antariksa internasional ISS sekalipun," kata dia, saat dihubungi Kompas.com, Selasa (17/12/2024) malam.
Ia mengatakan, agar satelit buatan bisa terlihat pada siang hari seperti dalam unggahan tersebut, maka benda itu harus berdiameter lebih dari 2 kilometer dan mengorbit di ketinggian 350 km dpl.
Satelit buatan sebesar itu, lanjut Marufin, harus dirakit secara bertahap lewat puluhan penerbangan antariksa yang menggunakan salah satu dari roket-roket berat sekelas Ariane V, Long March 5 atau Falcon 9/Falcon Heavy.
"Aktivitas semasif itu takkan bisa disembunyikan dari pantauan para astronom amatir di seluruh penjuru. Sebagaimana para astronom amatir dulu mencermati tahap-tahap pembangunan ISS," imbuhnya.
Marufin menduga, fenomena bayangan hitam itu kemungkinan besar adalah fenomena cahaya senja atau fajar krepuskular (crepuscular rays).
Hal ini karena bentuk bayangan hitam yang kabur, tetapi secara kasar dapat terlihat dan terdiri dari dua bagian.
Baca juga: Heboh Solstis 21 Desember, Ini Daftar Fenomena Langit Akhir 2022
Marufin menerangkan, bagian atas bayangan tersebut cenderung vertikal. Sementara bagian bawah juga mengesankan vertikal.
Namun, bayangan itu memiliki orientasi yang searah (secara kasar) terhadap proyeksi cahaya Matahari di paras laut yang terekam pada kamera yang sama.
Oleh karena itu, ia menduga, fenomena tersebut adalah fajar krepuskular.
Fajar krepuskular adalah cahaya dari Matahari yang altitude-nya sangat rendah, baik karena baru saja terbit atau jelang terbenam dan mengenai obyek vertikal (umumnya awan) di antara kedudukan Matahari (yang berdekatan dengan kaki langit setempat) dan pengamat.
Fenomena itu menyebabkan ada bagian cahaya Matahari yang terhalangi dan menciptakan zona bayangan (area lebih redup).
"Dalam kasus ini, cahaya krepuskular itu sangat kecil karena awan vertikalnya yang relatif kecil atau sebaliknya cukup jauh dari kedudukan pengamat," kata dia.
Menurutnya, fenomena tersebut tidak akan bertahan lama dan akan hilang ketika Matahari sepenuhnya sudah terbenam.
Sementara itu, Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaluddin menduga, fenomena bayangan hitam di langit Sulawesi Tenggara merupakan obyek yang menghalangi cahaya awan terang.
"Sangat mungkin itu awan kecil yang relatif dekat yang tampak gelap," ucapnya, saat dihubungi Kompas.com, Selasa.
Menurutnya, fenomena bayangan hitam tersebut bisa ditangkap kamera karena kebetulan berada di arah pandang.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.