BERITA getir kembali muncul, satu keluarga tewas bunuh diri di Cirendeu, Ciputat, Tangerang Selatan. Dugaan sementara adalah akibat jeratan pinjaman online (pinjol).
Tentu saja keluarga muda ini bukan keluarga atau orang pertama yang tewas karena alasan tersebut. Sudah ada cerita-cerita serupa sebelumnya.
Beberapa waktu lalu, seorang teman yang bekerja di kantor pemerintah cerita, sekitar empat atau lima juta rupiah uang yang dia taruh di laci kerjanya raib. Padahal itu adalah uang untuk kebutuhan kantor.
Baca juga: Tragedi Satu Keluarga Tewas di Ciputat, Mencuat Isu Pinjol dan Dugaan KDRT
Baginya ini adalah pengalaman pertama selama dia bekerja belasan tahun di tempat yang sama.
Setelah diselidiki, pelaku ternyata adalah salah satu rekan kerjanya. Seperti dugaan kami, dia melakukannya karena jeratan Pinjol.
Alasan sederhana kenapa terjerat Pinjol adalah karena dia teradiksi judi online (Judol). Lagi-lagi, Judol dan Pinjol kembali terlihat berkelindan erat.
Jeratan iklan Pinjol
Aplikasi Pinjol memang telah menjebak banyak orang. Salah satu karyawan di tempat saya bekerja mengaku berhutang di empat aplikasi Pinjol.
Awalnya, dia tergiur iklan Pinjol karena iming-iming aplikasi tersebut berbunga rendah, diawasi OJK secara resmi, dan bumbu-bumbu menghanyutkan lainnya. Yang bersangkutan pun tergiur salah satu pengiklannya.
Padahal, seperti bola salju, sekali meminjam kepada salah satu penyedia jasa Pinjol, maka dia akan tergiur penyedia jasa yang lain.
Bahkan, secara otomatis Anda akan terdeteksi sebagai peminjam online dan menjadi mangsa utama penyedia jasa pinjol lainnya, resmi atau tidak resmi.
Maka, karyawan tersebut akhirnya terjerat di empat aplikasi berbeda. Imbasnya, biduk keluarganya nyaris bubar kalau tidak segera ditolong oleh rekan-rekan kerjanya lainnya.
Saya yakin Anda pun pernah mendapatkan iklan Pinjol. Iklan Pinjol pada umumnya sangat sederhana, tapi justru daya pengaruhnya luar biasa.
Situasi ini menjadi problematik apabila iklan ditonton oleh orang dengan mental tukang pinjam, orang dengan daya literasi rendah, dan orang yang terkena candu judi.
Baca juga: 5 Fakta Percobaan Bunuh Diri Satu Keluarga Akibat Pinjol di Kediri
Belum lagi dengan tawaran paylater, model pembayaran berhutang di berbagai platform marketplace. Persoalannya akan sama saja.
Judol, Pinjol, dan paylater menjadi tiga serangkai perusak mental masyarakat yang sedang dirundung beragam penyakit sosial seperti flexing, FoMO, gangguan kepribadian narsistik, atau penyakit mental lainnya.
Dalam kerangka jangka pendek, OJK seharusnya dapat bersikap lebih progresif untuk melarang beragam aplikasi pinjaman online karena situasi sosio-kultural masyarakat Indonesia juga sedang tidak baik-baik saja.
Begitu juga dengan Komdigi yang seharusnya melarang iklan model seperti itu. Pelarangan perlu dilakukan karena iklan-iklan seperti itu sangat mudah diakses oleh siapa saja, tanpa mengenal usia dan sama sekali tidak mempertimbangkan akibat buruk dari peminjam.
Bayangkan, ada anak muda, dia baru saja bekerja sebagai karyawan kelas bawah, lalu dianggap memenuhi kriteria sebagai peminjam online.
Dia pun meminjam di empat aplikasi. Lalu dia mencoba-coba judi online dengan tujuan pinjaman-pinjamannya terlunasi. Bukannya keluar dari masalah, tapi malah semakin terjerembab.
Kalau situasinya sudah seperti itu, maka yang bersangkutan akan dipecat dari tempat kerja karena kinerja akan menurun dan perusahaan tidak mau mempunyai karyawan yang mempunyai masalah seperti itu. Lingkaran setan membuatnya depresi dan tidak jarang akan bunuh diri.
Kompleksitas masalah terkait Judul, PinjoI, atau paylater sebenarnya sudah diidentifikasi oleh pihak berwenang seperti OJK atau PPATK sejak beberapa waktu lalu.
Baca juga: Jangan Sampai Tertipu, Ini 5 Ciri Utama Pinjol Ilegal Menurut OJK
Namun, sampai hari ini kita tidak melihat adanya pendekatan penyelesaian taktis, misalnya pelarangan operasi aplikasi pinjaman online atau paylater sampai dengan adanya regulasi baru.
Aksi bunuh diri yang dilakukan keluarga muda di Cirendeu adalah fakta bahwa korban atas masalah ini masih terus berjatuhan. Sangat mungkin korban akan terus bertambah jika beragam platform penyedia pinjaman masih juga mengiklan.
Krisis center korban JudoI dan Pinjol
Pemerintah, melalui Menko Polkam telah membentuk Desk Pemberantasan Judol. Bahkan, perubahan nomenklatur Kominfo menjadi Komdigi dinilai sebagai respons atas masalah yang ada di dunia digital, termasuk masalah judi online.
Apa yang telah dibuat oleh pemerintah tersebut tentu saja sebagai niat baik yang perlu diapresiasi.
Namun, pemerintah jangan hanya fokus pada aspek pemberantasan semata. Aspek sosial, kultural, dan mental perlu dilihat secara saksama.
Pemetaan kenapa ribuan atau jutaan orang tergiur untuk melakukan transaksi Pinjol dan Judol adalah mutlak dilakukan agar pendekatan penyelesaian masalah menjadi lebih komprehensif.
Pengampu kebijakan juga perlu menyentuh aspek sosial lain yang ditimbulkan atas adanya Judol, Pinjol, atau paylater, terutama terhadap orang-orang yang telah terjerat. Saat ini mereka tengah dalam depresi, situasi krisis.
Jika para korban mengalami kebuntuan, maka aksi bunuh diri atau aksi-aksi kriminal lainnnya bakal dilakukan.
Dus, pemerintah perlu membuat krisis center korban JudoI dan Pinjol. Tujuannya adalah sebagai instrumen yang berfungsi melakukan rehabilitasi atas mental yang terganggu.
Ada baiknya, selain Desk Pemberantasan Judol, perlu juga dibuat Desk Penanganganan Korban Judol dan Pinjol.
OJK menyebut tren pinjaman Pinjol terus mengalami peningkatan pada tahun ini. Sampai September 2024, total Pinjol mencapai Rp 74,48 triliun. Dibandingkan tahun yang sama telah terjadi kenaikan 33,73 persen.
Sedangkan peminjaman melalui mekanisme paylater per Agustus tahun 2024, tercatat mencapai Rp 26,37 triliun.
Untuk angka judi online, PPATK menyebut sejak awal pemantauan di tahun 2017 sampai saat ini, yaitu sebanyak Rp 155 triliun.
Angka-angka triliunan rupiah dari Pinjol, paylater, atau Judol yang sangat fantastis tersebut seharusnya menjadi alasan lebih dari cukup untuk pemerintah melakukan tindakan keras.
Seperti narkoba, Pinjol, paylater, dan Judol adalah candu. Karakter bisnis candu umumnya adalah sama, membuat Anda terus terperosok ke dalam lubang yang sama, lubang derita yang tiada berakhir.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.