KOMPAS.com - Ekonom dan perencana keuangan mengungkapkan sejumlah cara mengantisipasi dampak PPN naik 12 persen yang bisa dilakukan masyarakat.
Sebab, kenaikan PPN menjadi 12 persen mulai tahun depan akan menyebabkan harga barang dan jasa melonjak. Akibatnya akan memengaruhi kelangsungan hidup masyarakat menengah ke bawah.
Dalam laporan Center of Economic and Law Studies (CELIOS) bertajuk "PPN 12 persen: Pukulan Telak bagi Dompet Gen Z dan Masyarakat Menengah ke Bawah", pengeluaran rumah tangga akan mengalami kenaikan.
Dengan asumsi inflasi sebesar 4,1 persen, pengeluaran bulanan kelompok miskin per bulannya akan naik hingga Rp 101.880, kelompok rentan Rp 153.871, dan kelompok menengah Rp 354.293.
Sementara bagi Gen Z, pengeluaran akan bertambah hingga Rp 1,71 juta per tahunnya.
Adapun barang dan jasa yang akan naik, di antaranya bahan bakar minyak (BBM), mi instan, makanan ringan, baju, kuota internet, alat mandi, layanan barang elektronik rumah tangga, harga langganan Netflix dan spotify, serta cicilan motor.
Lantas, apa yang bisa dilakukan oleh masyarakat menghadapi dampak PPN 12 persen?
Baca juga: Link Petisi Tolak PPN 12 Persen, Lebih dari 130.000 Orang Sudah Tanda Tangan
Frugal living jadi satu cara hadapi dampak PPN 12 persen
Ekonom sekaligus Direktur CELIOS, Bhima Yudhistira Adhinegara menyarankan, masyarakat harus menerapkan frugal living dengan menahan keinginan membeli barang yang bukan kebutuhan utama.
"Tahun depan tren ikat pinggang dengan naik transportasi publik, misalnya, akan naik signifikan atau bawa bekal makanan dari kantor biar tidak jajan," kata Bhima kepada Kompas.com, Kamis (19/12/2024).
Supaya lebih hemat, masyarakat bisa membeli kebutuhan pokok di tempat yang tidak kena PPN, seperti warung kelontong dan pasar tradisional.
Selanjutnya, lebih banyak menabung karena mulai 2025 tidak hanya PPN naik 12 persen, tetapi sejumlah pungutan tambahan lainnya akan mulai berlaku, sehingga penting memiliki dana darurat untuk mengantisipasi pengeluaran yang naik.
Terpisah, keuangan dan CEO Zap Finance, Prita Hapsari Ghozie, menjelaskan, frugal living adalah gaya hidup hemat yang mengutamakan pengelolaan keuangan secara bijak dan hemat.
Tujuannya untuk mengurangi pengeluaran dengan membeli barang yang benar-benar dibutuhkan dan menghindari keinginan.
"Gaya hidup ini berbeda dengan pelit, yang merupakan sikap ekstrem untuk menolak mengeluarkan sama sekali," jelas Prita saat dihubungi Kompas.com.
Baca juga: Harga Langganan Netflix, Tiket Konser, dan Mi Instan Sesudah PPN 12 Persen
Mengatur keuangan menghadapi dampak PPN 12 persen
Menghadapi kenaikan pajak tahun depan, perencana keuangan dan CEO Zap Finance, Prita Hapsari Ghozie, mengungkapkan tiga strategi yang bisa dilakukan masyarakat.
Pertama, membuat anggaran bulanan yang realistis sesuai dengan kemampuan penghasilan yang dimiliki. Ini dapat membantu memastikan pengeluaran tidak melebihi pendapatan.
"Lalu buat rencana pengeluaran bulanan dengan memprioritaskan kebutuhan pokok dan mengurangi pengeluaran untuk barang-barang non esensial, maka dapat lebih mudah mengelola pengeluaran," tambahnya saat dihubungi Kompas.com secara terpisah, Kamis.
Terakhir adalah mencatat pengeluaran dan mengidentifikasi mana yang dapat dikurangi, dihilangkan, atau digantikan dengan yang lebih ekonomis.
Hal itu akan membantu mengontrol pengeluaran dan memastikan keuangan tetap stabil meski harga barang serta jasa naik.
Prita melanjutkan, dalam waktu kurang dari satu bulan sebelum PPN 12 persen beralu, penting untuk menerapkan mindset atau pola pikir yang positif.
"Kebijakan pemerintah adalah suatu hal yang hanya bisa diterima dan dijalankan. Jadi, yang perlu dilakukan adalah memahami seberapa besar dampaknya pada keuangan pribadi," pungkasnya.
Jika penghasilan berkurang untuk memenuhi kebutuhan, Prita menyarankan agar menambah sumber pengasilan baru. Misalnya, sebagai pekerja lepas (freelance), usaha sampingan, atau memanfaatkan keterampilan pribadi.
Baca juga: Pemerintah Naikkan Tarif PPN tapi Beri Paket Insentif, Celios: Tidak Efektif
Budgeting 50 30 20
Prita membagikan cara budgeting pos pengeluaran sederhana yang bisa diterapkan oleh masyarakat agar disiplin mengelola keuangan, yaitu dengan metode 50 30 20.
Artinya, 50 persen dari pengeluaran digunakan untuk biaya hidup, seperti makan, minum, belanja bulanan, cicilan, listrik, air, telepon, dan kuota internet.
Sebanyak 20 persen lainya untuk pengeluarangan keinginan, yaitu hobi, hiburan, dan gaya hidup lainnya. Sementara, 30 persen untuk menabung dan investasi.
"Dana darurat, investasi mencapai tujuan keuangan jangka pendek, menengah, dan panjang," kata Prita.
Dia melanjutkan, sejatinya perubahan PPN tidak berdampak pada pemilihan aset keuangan untuk investasi.
Sebab, investasi utamanya ditujukan untuk jangka panjang dan bukan sebagai modal kebutuhan biaya hidup sehari-hari.
Namun, Prita menyarankan agar pelaku investasi menghindari keinginan mencari untung cepat dengan menggunakan modal pinjaman untuk berinvestasi.
Memilih aset investasi sebaiknya disesuaikan dengan mempertimbangkan beberapa hal berikut ini:
- Tujuan keuangan yang ingin dicapai
- Jangka waktunya
- Profil risiko diri sendiri
- Pelajari dan pahami aset investasinya
- Tidak ikut-ikutan, tidak ketakuan, dan tidak rakus.
Baca juga: Rumah Sakit Kelas VIP Kena PPN 12 Persen, Pengamat: Tidak Pro Kemanusiaan
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.