Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Advokat, Dosen, Kurator, Kepailitan dan Pengurus PKPU
Bergabung sejak: 22 Mar 2024

Andriansyah Tiawarman K, Pimpinan Justitia Group, salah satu lembaga Pelatihan dan Sertifikasi Hukum terbesar di Indonesia saat ini. Andriansyah menempuh S1 Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan S2 di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Selain terus mengembangkan pendidikan dan pelatihan hukum berkelanjutan melalui Justitia Group, saat ini Andriansyah juga sedang menjalani studi Doktor Hukum di Universitas Indonesia dan menjalankan beberapa tugas lainnya antara lain sebagai Tenaga Ahli, Dosen, Trainer, Advokat, Kurator & Pengurus, Kuasa Hukum Pengadilan Pajak, Mediator, serta Asesor Kompetensi.

Heboh Uang Palsu UIN Makassar: Urgensi Kompensasi bagi Korban

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/Arnas Padda
Kapolda Sulawesi Selatan Irjen Pol Yudhiawan (tengah) bersama Kapolres Gowa AKBP Reonald TS Simanjuntak (kanan) dan Kepala Bank Indonesia Perwakilan Sulsel Rizki Ernadi Wimanda (kiri) memperlihatkan barang bukti uang palsu saat konferensi pers di Mapolres Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Kamis (19/12).
Editor: Sandro Gatra

MASYARAKAT tengah dihebohkan dengan beredarnya uang palsu, dampak dari kasus pengedaran uang palsu di lingkungan UIN Makassar, Sulawesi Selatan.

Polda Sulawesi Selatan telah menetapkan 17 orang sebagai tersangka. Beberapa di antaranya ada yang berprofesi sebagai pegawai Bank BUMN dan dosen di kampus setempat.

Polisi juga telah menyita barang bukti uang palsu senilai triliunan rupiah, termasuk sejumlah mata uang asing.

Uang palsu yang dicetak di dalam ruang perpustakaan kampus UIN Makassar tersebut, belakangan diketahui telah beredar di kalangan masyarakat luas.

Baca juga: Uang Palsu Ratusan Triliun Dicetak di Kampus UIN Makassar, Siapa Dalangnya?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hal tersebut menyebabkan kehebohan di tengah masyarakat lantaran nominal yang telah beredar tidak sedikit dan merasa takut mendapatkan uang palsu tersebut tanpa sadar.

Hal ini diperkeruh dengan pernyataan Kepala Bank Indonesia Wilayah Sulawesi Selatan, Rizki Ernadi Wimanda, bahwa uang palsu yang diproduksi sindikat UIN Makassar sangat sulit dibedakan secara kasat mata dengan uang asli.

Hal ini membuat masyarakat mempertanyakan perlindungan hukum bagi mereka yang mungkin mempunyai salah satu cetakan uang palsu UIN Makassar tersebut.

Kasus peredaran uang palsu, tak hanya kasus UIN Makassar, tapi di seluruh Indonesia terus menjadi perhatian serius karena dampaknya yang luas terhadap masyarakat.

Peredaran uang palsu tidak hanya merugikan individu secara finansial, tetapi juga menimbulkan ketidakpercayaan terhadap sistem keuangan dan memengaruhi stabilitas ekonomi.

Korban uang palsu sering kali berada dalam posisi sulit, menghadapi kerugian langsung tanpa ada mekanisme ganti rugi yang jelas.

Dampak yang dirasakan oleh korban uang palsu sangat beragam. Kerugian finansial merupakan dampak paling nyata, di mana uang palsu yang diterima tidak memiliki nilai sebagai alat pembayaran.

Hal ini sering kali membuat korban merasa frustasi, terutama jika uang tersebut diterima dalam transaksi yang sah.

Selain itu, korban dapat mengalami tekanan psikologis karena merasa tertipu atau takut melaporkan kasus tersebut, mengingat dalam beberapa situasi, korban malah dicurigai sebagai pelaku yang mencoba mengedarkan uang palsu.

Tidak jarang pula stigma sosial muncul, terutama jika korban tidak segera dapat membuktikan bahwa dirinya tidak terlibat dalam peredaran uang palsu.

Baca juga: 17 Tersangka Kasus Uang Palsu UIN Makassar, Siapa dan Apa Perannya?

Oleh karena itu, penting untuk memahami bagaimana hukum di Indonesia melindungi korban uang palsu, termasuk langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengatasi peredaran uang palsu secara menyeluruh.

Secara normatif, perlindungan terhadap korban uang palsu diatur dalam sejumlah peraturan perundang-undangan.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) lama melalui Pasal 244 dan Pasal 245 memberikan ancaman pidana berat kepada pelaku pemalsuan uang, dengan hukuman hingga 15 tahun penjara.

Sanksi ini mencerminkan sifat delik yang dikategorikan sebagai kejahatan terhadap keamanan negara, karena uang palsu dapat mengganggu stabilitas ekonomi dan kepercayaan terhadap mata uang negara.

Lebih lanjut, dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP Baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, yaitu tahun 2026, tindak pidana pemalsuan mata uang dan uang kertas diatur dalam Pasal 374 jo. Pasal 79 ayat (1) huruf g dan Pasal 375 jo. Pasal 79 ayat (1) huruf g dan h dengan hukuman hingga 10 tahun penjara dan pidana denda paling banyak kategori VII, yaitu Rp 5 miliar.

Selain itu, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang memperkuat perlindungan hukum dengan memberikan kewenangan eksklusif kepada Bank Indonesia untuk mencetak dan mengedarkan uang.

Pasal 37 UU ini menetapkan sanksi pidana maksimal 10 tahun penjara dan denda hingga Rp 10 miliar bagi siapapun yang memalsukan dan mengedarkan uang pasu.

Dari perspektif perlindungan korban, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga dapat menjadi instrumen hukum yang relevan.

Baca juga: Benarkah Uang Palsu Memiliki Kertas dan Tulisan Lebih Tebal Dibanding Uang Asli?

Pasal 4 UU Perlindungan Konsumen memberikan hak kepada konsumen untuk mendapatkan informasi yang benar, jelas dan jujur tentang barang atau jasa, termasuk uang sebagai alat pembayaran.

Dalam konteks uang palsu, pelaku yang mengedarkan uang palsu dapat dianggap melanggar hak konsumen untuk mendapatkan alat pembayaran yang sah.

Namun, penerapan UU ini dalam kasus uang palsu masih jarang dilakukan, mengingat fokusnya lebih pada pelaku daripada korban.

Dalam praktiknya, perlindungan hukum bagi korban uang palsu seringkali menghadapi kendala dalam implementasi.

Korban yang menemukan uang palsu cenderung mengalami kesulitan dalam proses pembuktian, terutama jika uang tersebut diterima melalui transaksi informal.

Sistem hukum Indonesia belum sepenuhnya memberikan mekanisme restitusi atau kompensasi langsung bagi korban uang palsu.

Dalam hal ini, korban hanya dapat melaporkan kasus tersebut ke pihak berwenang untuk dilakukan investigasi lebih lanjut.

Selain itu, perlindungan hukum juga bergantung pada efektivitas penegakan hukum terhadap pelaku. Pemalsuan uang sering kali melibatkan jaringan kriminal terorganisasi, sehingga membutuhkan koordinasi lintas lembaga untuk mengungkapkan kasus ini secara menyeluruh.

Bank Indonesia memiliki peran strategis dalam mendukung penegakan hukum melalui pemberian informasi teknis tentang karakteristik uang palsu dan pelatihan bagi aparat penegak hukum dalam mendeteksi pemalsuan.

Namun, ada celah hukum dalam hal perlindungan korban. Regulasi yang ada lebih berfokus pada pemberantasan pelaku pemalsuan uang daripada memberikan mekanisme pemulihan bagi korban.

Sebagai contoh, meskipun pelaku dapat dihukum berat, korban tetap tidak dapat mengganti kerugian karena uang palsu yang diterima tidak memiliki nilai.

Dalam hal ini, hukum perdata seharusnya dapat memberikan ruang bagi korban untuk menuntut kompensasi atas kerugian mereka.

Beberapa tantangan utama dalam perlindungan hukum bagi korban uang palsu meliputi rendahnya kesadaran masyarakat tentang ciri-ciri uang palsu, lemahnya koordinasi antara lembaga penegak hukum, dan kurangnya mekanisme kompensasi yang jelas bagi korban.

Edukasi masyarakat melalui kampanye seperti “3D” (Dilihat, Diraba, Diterawang) yang dilakukan oleh Bank Indonesia adalah langkah penting, tapi belum cukup untuk menjangkau seluruh lapisan masyarakat, terutama di daerah terpencil.

Selain itu, perlu adanya penguatan regulasi untuk memberikan akses lebih luas kepada korban untuk mendapatkan kompensasi.

Baca juga: Kata BI soal Uang Palsu UIN Makassar Disebut Bisa Bercahaya Saat Disinari UV

Misalnya, negara dapat mempertimbangkan pembentukan dana kompensasi bagi korban uang palsu, yang dikelola oleh lembaga seperti Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan.

Dana ini dapat digunakan untuk mengganti kerugian korban sambil menunggu proses hukum terhadap pelaku selesai.

Dalam perspektif hukum internasional, Indonesia dapat belajar dari negara-negara lain yang memiliki mekanisme lebih maju dalam melindungi korban uang palsu.

Sebagai contoh, di beberapa negara, bank sentral memiliki program khusus untuk menukar uang palsu yang diterima oleh masyarakat, meskipun dengan syarat dan batasan tertentu.

Hal ini tidak hanya membantu korban, tetapi juga mendorong masyarakat untuk melaporkan peredaran uang palsu tanpa rasa takut.

Misalnya, di Swiss, jika ada seseorang menerima uang palsu tanpa menyadarinya, mereka dapat melaporkannya ke otoritas setempat.

Dalam beberapa kasus, otoritas mungkin menawarkan kompensasi parsial sebagai bentuk perlindungan konsumen.

Di Amerika Serikat, uang palsu yang diterima harus dilaporkan ke Secret Service, yang bertanggung jawab atas investigasi uang palsu.

Meskipun tidak ada mekanisme penggantian langsung untuk uang palsu, beberapa bank komersial dapat bekerja sama dengan otoritas untuk memeriksa uang yang dicurigai.

Misalnya di Kanada, Bank of Canada memiliki prosedur di mana individu yang menerima uang palsu tanpa disadari dapat menyerahkannya kepada otoritas setempat.

Setelah verifikasi, jika terbukti bahwa penerima adalah korban yang tidak bersalah, mereka mungkin memenuhi syarat untuk kompensasi terbatas. Namun, setiap kasus dievaluasi secara individual dan mendetail, serta kompensasi tidak dijamin.

Perlindungan hukum bagi korban uang palsu di Indonesia masih menghadapi berbagai kendala, baik dalam regulasi maupun implementasinya.

Meskipun terdapat sanksi berat terhadap pelaku, fokus hukum yang lebih besar terhadap pemberantasan pelaku sering kali meninggalkan korban tanpa solusi yang memadai.

Oleh karena itu, diperlukan pendekatan holistik yang mencakup penguatan regulasi, peningkatan edukasi masyarakat, serta pengembangan mekanisme kompensasi bagi korban.

Dengan langkah-langkah ini, perlindungan hukum bagi korban uang palsu dapat lebih efektif dan memberikan rasa keadilan yang lebih baik bagi masyarakat.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi