KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto (HK) sebagai tersangka kasus dugaan suap terhadap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (24/12/2024), Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan, Hasto bersama orang kepercayaannya terlibat suap yang diberikan tersangka Harun Masiku (HM), eks kader PDI-P, kepada Wahyu Setiawan.
“Penyidik menemukan adanya bukti keterlibatan saudara HK yang bersangkutan selaku Sekjen PDI Perjuangan dan saudara DTI selaku orang kepercayaan saudara HK dalam perkara dimaksud,” kata Setyo dikutip dari Kompas.com, Selasa.
Adapun, surat perintah penyidikan (Sprindik) penetapan tersangka Hasto diterbitkan Komisi Antirasuah dengan nomor Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024 tanggal 23 Desember 2024.
Lantas, apa peran Hasto dalam kasus tersebut?
Hasto terlibat suap kasus Harun Masiku
KPK mengungkapkan peran Hasto dalam kasus dugaan suap yang melibatkan Harun Masiku.
Hasto dan Harun Masiku diduga memberi suap Wahyu Setiawan dengan uang senilai 57.350 dollar Singapura atau setara Rp 683.462.890 berdasarkan kurs 24 Desember 2024.
Suap diberikan Hasto terkait proses pergantian waktu (PAW) anggota DPR terpilih 2019-2024.
Setyo menyebut, suap ini dimaksudkan untuk memenangkan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI PAW Daerah Pemilihan Sumatera Selatan (Sumsel) menggantikan Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia.
"Perbuatan saudara HK bersama dengan saudara HM dan kawan-kawan dalam memberikan suap kepada Wahyu Setiawan (eks Komisioner KPU) dan Agustiani," kata Setyo dikutip dari Kompas TV, Rabu (25/12/2024).
Hasto melakukan sejumlah upaya memenangkan Harun Masiku
Lebih lanjut, Setyo mengungkapkan keterlibatan Hasto dalam kasus suap ini bermula saat Harun ditempatkan di Dapil Sumsel I. Padahal Harun berasal dari Toraja, Sulawesi Selatan.
Namun, dalam proses legislatif 2019 Harun hanya mendapatkan suara 5.878. Sementara caleg Riezky Aprilia memperoleh 44.402 suara.
"Kemudian seharusnya yang memperoleh suara dari Nazaruddin Kiemas adalah saudari Riezky Aprilia, namun ada upaya-upaya dari saudara HK untuk berusaha memenangkan HM," jelasnya.
Hasto telah melakukan sejumlah upaya untuk memenangkan Harun. Dia bahkan mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung (MA) pada 24 Juni 2019.
Selanjutnya, Hasto menandatangani surat DPP PDI-P tertanggal 5 Agustus 2019 perihal permohonan pelaksanaan putusan judicial review.
"Setelah ada putusan dari MA, KPU tidak mau melaksanakan putusan tersebut, oleh sebab itu, saudara HK meminta fatwa ke MA," kata Setyo.
Tak hanya itu, Hasto secara paralel juga mengupayakan agar Riezky mau mengundurkan diri untuk diganti oleh Harun, namun hal itu ditolak yang bersangkutan.
Setyo menyampaikan, Hasto juga menahan surat undangan pelantikan sebagai anggota DPR Riezky Aprilia dan memintanya untuk mundur setelah pelantikan.
"Oleh karena upaya-upaya tidak berhasil, maka HK bekerjasama dengan HM, Saiful Bahri, dan DTI melakukan upaya penyuapan kepada Wahyu Setiawan dan Agustinus Tio, di mana Wahyu diketahui merupakan kader yang menjadi komisioner di KPU," ucapnya.
Baca juga: Apa Alasan Hasto Kristiyanto Jadi Tersangka KPK Kasus Harun Masiku?
Kilas balik aksi penyuapan Hasto ke KPU
Pada 31 Agustus 2019, Hasto meminta Wahyu Setiawan memenuhi dua usulan yang diajukan, yaitu Maria Lestari masuk sebagai Dapil 1 Kalimantan Barat dan Harun Masiku Dapil 1 Sumsel.
Dari dua permintaan tersebut, hanya satu yang berhasil yaitu Kalimantan Barat.
"Dari proses pengembangan penyidikan, ditemukan bukti petunjuk bahwa sebagian uang yang digunakan untuk menyuap saudara Wahyu berasal dari Saudara HK," sebut Setyo.
Dia menambahkan, dalam proses perencanaan hingga penyerahan uang, Hasto mengatur dan mengendalikan Saeful Bahri dan Donny dalam memberikan suap kepada Wahyu.
Selain itu, Sekjen PDI-P tersebut juga mengendalikan Donny untuk melakukan beberapa hal. Beberapa di antaranya yaitu menyusun kajian hukum, melobi Wahyu, dan mengatur untuk mengambil serta mengantarkan uang suap yang diserahkan ke Wahyu melalui Agustiani.
Atas tindakannya, Hasto dijerat dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Dia juga dijerat Pasal 12 Undang-Undang Nomor 13 tahun 19 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 5 ayat (1) ke-1 KUHPidana atau Pasal perintangan penyidikan.
Baca juga: Jadi Tersangka KPK, Nama Hasto Trending di X Hingga Fotonya Hilang di Website DPP PDI-P
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.