Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Untung Rugi Indonesia Jadi Anggota Penuh BRICS Menurut Ekonom

Baca di App
Lihat Foto
Dok. Setpres
Presiden Prabowo Subianto bersama Menko Perekonomian Airlangga Hartarto di Brasil, Minggu (17/11/2024). Indonesia resmi bergabung menjadi anggota penuh BRICS. Apa risikonya?
|
Editor: Irawan Sapto Adhi

KOMPAS.com - Indonesia resmi bergabung menjadi anggota penuh BRICS pada Senin (6/1/2025) waktu Brasil.

Bergabungnya Indonesia sebagai anggota BRICS disampaikan langsung oleh pemerintah Brasil sebagai Ketua BRICS 2025.

BRICS adalah kelompok negara yang ingin menentukan mata uang baru untuk menghentikan dominasi dollar AS. Kelompok ini dipelopori Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan.

Keanggotaan Indonesia di BRCIS mendapat apresiasi dari Kementerian Luar Negeri (Kemenlu). Namun, tindakan ini dinilai memiliki risiko besar bagi Indonesia.

Baca juga: Menlu Sugiono Sebut Indonesia Ingin Bergabung dengan BRICS, Apa Itu?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Baca juga: Beda Peran Negara Anggota dan Mitra BRICS, Apa Saja?

Keuntungan Indonesia jadi anggota BRICS

Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai keanggotaan tetap Indonesia dalam BRICS sebagai hal yang menguntungkan.

Menurut dia, keanggotaan BRICS adalah langkah strategis yang dapat meningkatkan posisi tawar Indonesia di kancah global, khususnya Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD).

OECD adalah organisasi antarpemerintah yang mempromosikan pertumbuhan ekonomi, kemakmuran, dan pembangunan berkelanjutan.

“Keputusan menjadi anggota BRICS tepat sepanjang kita juga tetap mendorong proses membership OECD. Indonesia adalah kekuatan ekonomi potensial di dunia ini. Potensi itu harus di-unlock dengan lebih berani mengambil sikap," tuturnya, Selasa (7/1/2025).

Wijayanto menuturkan, keanggotaan Indonesia di BRICS memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk ikut menentukan arah dan cetak biru organisasi tersebut ke depan.

Dia menekankan, keanggotaan ini untuk membuka peluang kerja sama di berbagai bidang, seperti teknologi, ketahanan pangan, dan perubahan iklim antara Indonesia dan negara-negara BRICS.

“Indonesia perlu mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS dengan lebih banyak menggunakan mata uang lokal untuk ekspor-impor dengan negara lain," lanjutnya.

"Kendatipun demikian, kita tidak perlu menjadikan dedolarisasi sebagai gerakan ekonomi-politik. Ini akan kontraproduktif dan di luar kepentingan kita,” jelas Wijayanto, dikutip dari Antara.

Risiko Indonesia jadi anggota BRICS

Sementara itu, Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira, menilai masuknya Indonesia sebagai anggota penuh BRICS bisa saja membawa sentimen antinegara barat.

Menurutnya, status anggota penuh BRICS juga cukup menunjukkan Indonesia bersikap menjauh dari pengaruh negara-negara barat seperti Amerika Serikat. 

"Apakah ini merupakan strategi yang tepat Indonesia bergabung ke BRICS ? Ya ini merupakan strategi yang sebenarnya kurang begitu tepat," ujar Bhima saat dihubungi Kompas.com, Selasa.

Dia menuturkan, BRICS yang ingin menjauh dari dominasi dollar AS dibuat oleh negara-negara rival Amerika Serikat seperti Rusia dan China.

Indonesia sendiri dilihat memiliki hubungan baik dengan kedua pelopor BRICS itu. Jumlah ekspor produk dari dalam negeri cukup banyak. Sementara Rusia menjalin kerja sama militer dengan Indonesia.

Bergabungnya Indonesia ke BRCIS, lanjut Bhima, makin menekankan Indonesia pro-China dan Rusia dalam kondisi geopolitik.

Padahal, AS tidak akan menjalin kerja sama terhadap mitra-mitra yang dianggap memiliki kedekatan spesifik ke Rusia maupun China.

Dia pun menyebut, AS di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump kemungkinan besar akan fokus berinvestasi di dalam negaranya. Baru setelah itu, AS mungkin akan berinvestasi ke luar negeri.

"Bergabungnya Indonesia ke BRICS membuat AS mungkin akan menganggap Indonesia bukan destinasi investasi utama," jelas Bhima.

Padahal, lanjutnya, Indonesia saat ini sedang butuh lebih banyak investasi dari negara-negara barat untuk memenuhi kebutuhan industri dalam negeri.

Bhima menduga Indonesia juga bisa dikeluarkan dari Generalized System of Preferences (GSP). Program ini memberikan tarif rendah ke negara berkembang untuk ekspor produk-produk tertentu ke negara-negara maju.

Menurutnya, pendanaan untuk proyek kerja sama antara Indonesia dan AS juga bisa terhambat karena negara kita bergabung dengan BRICS.

Terpisah, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI sendiri telah berkomentar tentang pengumuman Brasil bahwa Indonesia resmi menjadi anggota penuh BRICS.

Kemlu RI menilai keanggotaan Indonesia di BRICS dapat memperkuat kerja sama multilateral untuk tatanan global yang lebih inklusif dan berkeadilan.

BRICS menjadi wadah penting bagi Indonesia untuk menguatkan kerja sama Selatan-Selatan, memastikan suara dan aspirasi negara-negara belahan bumi selatan terdengar dan terwakili dalam proses pengambilan keputusan global.

"Indonesia memandang keanggotaannya di BRICS sebagai langkah strategis untuk meningkatkan kolaborasi dan kerja sama dengan negara berkembang lainnya, berdasarkan prinsip kesetaraan, saling menghormati, dan pembangunan yang berkelanjutan," tulis Kemenlu dalam pernyataan resminya, Selasa.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Sumber: Antara
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi