KOMPAS.com - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan, AS akan mengambil alih Jalur Gaza, sementara orang-orang Palestina yang tinggal di sana harus pergi.
Trump, yang sebelumnya telah mengancam Greenland dan Panama serta menyarankan agar Kanada menjadi negara ke-51, menambahkan Gaza ke dalam agenda ekspansionisnya.
Ia bahkan ingin menjadikan Gaza sebagai “Riviera Timur Tengah” dan menolak untuk mengesampingkan pengiriman pasukan AS untuk mewujudkannya.
Pernyataan ini diungkapkan oleh Trump dalam sebuah konferensi pers bersama Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu pada Selasa (4/2/2025).
“AS akan mengambil alih Jalur Gaza dan kami akan melakukan pekerjaan dengan itu juga,” kata Trump, dikutip dari The Guardian, Selasa.
“Kami akan memilikinya dan bertanggung jawab untuk membongkar semua bom berbahaya yang belum meledak dan senjata lainnya di lokasi tersebut, meratakan lokasi tersebut dan menyingkirkan bangunan-bangunan yang hancur,” tambahnya.
Baca juga: Bukan Indonesia, Trump Usul 2 Negara Ini Bisa Tampung Penduduk Gaza
Trump bersedia kirim pasukan AS ke Jalur Gaza
Trump juga bersedia mengirim pasukan AS untuk mengisi kekosongan keamanan di Gaza.
“Sejauh menyangkut Gaza, kami akan melakukan apa yang diperlukan. Jika diperlukan, kami akan melakukannya. Kami akan mengambil alih bagian itu dan kami akan mengembangkannya,” katanya dikutip dari CNN, Selasa.
Hal ini membuka sejumlah pertanyaan tentang bagaimana perampasan tanah oleh Trump akan berlanjut, apa otoritas hukumnya dan siapa yang akan membayar untuk upaya tersebut.
“Saya melihat posisi kepemilikan jangka panjang, dan saya melihatnya akan membawa stabilitas besar ke bagian Timur Tengah itu, dan mungkin juga ke seluruh Timur Tengah,” kata Trump.
“Ini bukan keputusan yang dibuat dengan mudah. Semua orang yang saya ajak bicara menyukai gagasan bahwa AS akan memiliki sebidang tanah itu, mengembangkan dan menciptakan ribuan lapangan kerja dengan sesuatu yang akan menjadi luar biasa," tambahnya.
Baca juga: Israel Tembak Seorang Anak di Gaza Selatan di Hari Kedua Gencatan Senjata
Pihak yang menentang gagasan Trump
Ada sejumlah pihak yang menentang rencana Trump, terlepas dari klaimnya bahwa semua lawan bicaranya menyukai ide tersebut.
Mesir dan Yordania telah menolak gagasan untuk menerima tambahan pengungsi Palestina, karena khawatir akan terjadinya destabilisasi dan takut mereka tidak akan diizinkan kembali ke rumah.
Meski demikian, Trump justru menyatakan bahwa itulah yang ia bayangkan, "Masa depan Gaza yang sebagian besar tidak melibatkan warga Palestina".
“Saya rasa tidak seharusnya orang-orang kembali ke Gaza. Saya mendengar bahwa Gaza sangat tidak beruntung bagi mereka. Mereka hidup seperti di neraka. Mereka hidup seperti di neraka," kata Trump.
"Gaza bukanlah tempat yang layak untuk ditinggali, dan satu-satunya alasan mereka ingin kembali, dan saya sangat yakin, adalah karena mereka tidak memiliki pilihan lain," sambungnya.
Trump juga mengatakan dalam konferensi persnya bahwa ia telah mempelajari masalah ini dengan seksama, selama berbulan-bulan.
Komentar tersebut menyusul sarannya pada hari sebelumnya bahwa warga Gaza harus pindah ke lokasi baru yang disediakan oleh satu atau beberapa negara di Timur Tengah.
“Maksud saya, mereka ada di sana karena mereka tidak punya pilihan lain. Apa yang mereka miliki? Tumpukan puing-puing besar saat ini,” kata Trump.
Saran Trump agar warga Gaza meninggalkan Jalur Gaza secara permanen merupakan sikap provokatif yang akan membuatnya disukai oleh para politisi paling konservatif di Israel, namun secara umum tidak disukai oleh negara-negara tetangga Israel, yang telah menyatakan bahwa mereka tidak mau menerima pengungsi Palestina baru dari daerah kantong tersebut.
Pada awalnya, Trump membingkai masalah ini sebagai masalah kemanusiaan, dengan mengatakan bahwa mustahil untuk mempercayai bahwa ada orang yang ingin tetap berada di wilayah yang dilanda perang.
“Mengapa mereka ingin kembali? Tempat itu seperti neraka,” kata Trump, mengabaikan seorang wartawan yang berteriak: “Karena itu adalah rumah mereka.”
Alih-alih Gaza, ia menyarankan agar warga Palestina diberikan “sebidang tanah yang baik, segar, dan indah” untuk ditinggali.
Sementara itu, Netanyahu yang duduk di sampingnya tersenyum saat Trump berbicara.
Baca juga: Kembali ke Reruntuhan Rumah, Warga Gaza: Seolah-olah Kami Dibangkitkan dan Masuk Surga
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.