Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rencana Trump untuk Gaza: Dijadikan Real Estat dan Larang Warga Palestina Kembali

Baca di App
Lihat Foto
AFP/ROBERTO SCHMIDT
Presiden Amerika Serikat Donald Trump sesaat sebelum menandatangani Laken Riley Act di Ruang Timur Gedung Putih, Washington DC, Rabu (29/1/2025).
|
Editor: Irawan Sapto Adhi

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Presiden AS Donald Trump telah mengungkap rencananya terkait pengambilalihan Jalur Gaza dalam sebuah wawancara dengan jurnalis Bret Baier dari Fox News Channel.

Ia menyebutkan, Gaza akan menjadi lokasi "pengembangan real estat untuk masa depan", dan menegaskan bahwa warga Palestina tak berhak untuk kembali berdasarkan rencana pengambilalihan oleh AS.

“Saya akan memilikinya (Jalur Gaza)," ucap Trump dalam wawancara yang dirilis pada Senin (10/2/2025).

Baca juga: Donald Trump Ingin Ambil Alih Jalur Gaza dan Menjadikannya sebagai “Riviera Timur Tengah”

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika ditanya apakah warga Palestina memiliki hak untuk kembali ke Gaza yang hancur akibat perang Israel-Hamas, Trump menjawab tidak.

"Tidak, mereka tidak akan melakukannya karena mereka akan memiliki perumahan yang jauh lebih baik," ucap Trump.

Ia pun mengungkapkan, di bawah rencana pengambilalihan tersebut, ada enam lokasi berbeda yang dimanfaatkan oleh warga Palestina untuk tinggal di luar Jalur Gaza.

“Dengan kata lain, saya berbicara tentang membangun tempat permanen bagi mereka karena jika mereka harus kembali sekarang, akan memakan waktu bertahun-tahun sebelum Anda bisa kembali. Tempat itu tidak layak huni," ucapnya. 

Trump pertama kali mengungkapkan rencana pengambilalihan Gaza yang mengejutkan tersebut dalam konferensi pers bersama dengan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu yang sedang berkunjung pada Selasa (4/2/2025), yang memicu kemarahan warga Palestina.

Presiden AS tersebut mendesak agar warga Palestina dipindahkan dari Gaza, yang hancur akibat perang Israel-Hamas, dan agar Mesir dan Yordania menerima mereka.

Baca juga: Donald Trump Ingin Ambil Alih Jalur Gaza dan Menjadikannya sebagai “Riviera Timur Tengah”

Menteri Luar Negeri Mesir Badr Abdelatty terbang ke Washington setelah pernyataan Trump. Ia bertemu di Departemen Luar Negeri AS pada Senin dengan Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio, tanpa berbicara kepada media.

Sementara Raja Yordania Abdullah II telah dijadwalkan untuk mengadakan pembicaraan dengan Trump pada Selasa (11/2/2025) ini.

Rencana Trump untuk AS mengambil alih Gaza bagaimanapun telah ditolak oleh dunia Arab dan pihak-pihak lain di komunitas internasional.

Dalam wawancara dengan Fox, Trump mengatakan, ia akan membangun “komunitas yang indah” bagi lebih dari 2 juta warga Palestina yang tinggal di Gaza.

“Bisa jadi lima, enam, bisa jadi dua. Tapi kami akan membangun komunitas yang aman, sedikit jauh dari tempat mereka berada, tempat semua bahaya berada,” tambah Trump.

“Sementara itu, saya akan memiliki ini. Anggap saja ini sebagai pengembangan real estat untuk masa depan. Ini akan menjadi sebidang tanah yang indah. Tidak ada uang besar yang dihabiskan," ucapnya, dikutip dari AFP.

"Pemindahan warga Gaza tak dapat diterima"

Trump mengejutkan dunia ketika ia mengumumkan secara tiba-tiba pekan lalu bahwa Amerika Serikat akan mengambil alih Jalur Gaza, menyingkirkan puing-puing dan bom yang tidak meledak dan mengubahnya menjadi “Riviera Timur Tengah".

Pada awalnya ia mengatakan warga Palestina dapat menjadi salah satu dari “warga dunia” yang diizinkan untuk tinggal di sana. Namun, keputusannya berubah lagi. Trump pada gilirannya menyebut warga Palestina tidak dapat tinggal di sana.

Netanyahu pada Minggu (9/2/2025) memuji usulan Trump sebagai “revolusioner”, dengan nada penuh kemenangan dalam sebuah pernyataan kepada kabinetnya setelah kembali dari Washington.

“Presiden Trump datang dengan visi yang sama sekali berbeda dan jauh lebih baik untuk Israel,” kata Netanyahu, yang dilaporkan hanya diberi pengarahan tentang rencana tersebut sesaat sebelum pengumuman Trump.

Di sisi lain, sebagian besar dunia menanggapi rencana Trump dengan kemarahan. Mesir, Yordania, negara-negara Arab lainnya, dan Palestina menolaknya mentah-mentah.

Nyatanya, kritik tidak hanya datang dari dunia Arab.

Baca juga: Respons China, Kanada, dan Meksiko soal Trump Kenakan Tarif Impor Tinggi

Misalnya, Kanselir Jerman Olaf Scholz pada Minggu menyebut rencana Trump itu sebagai “skandal”.

Ia menegaskan, pemindahan paksa warga Palestina tidak dapat diterima dan bertentangan dengan hukum internasional.

Rencana Trump juga mengancam akan mengacaukan gencatan senjata di Gaza yang sudah berlangsung selama enam minggu antara Israel dan Hama, dan kemungkinan gencatan senjata ini akan berlanjut ke tahap kedua yang lebih permanen.

Namun, Trump mengulangi desakannya bahwa ia dapat membujuk Mesir dan Yordania, yang merupakan penerima utama bantuan militer AS, untuk ikut serta.

“Saya pikir saya bisa membuat kesepakatan dengan Yordania. Saya pikir saya bisa membuat kesepakatan dengan Mesir. Anda tahu, kami memberi mereka miliaran dan miliaran dolar per tahun,” katanya kepada Fox.

Tahun lalu, Trump menggambarkan Gaza sebagai “seperti Monaco”, sementara menantunya Jared Kushner menyarankan agar Israel membersihkan Gaza dari warga sipil untuk membuka “properti di tepi laut".

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Sumber: Fox News, AFP
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi