KOMPAS.com - Beberapa hari terakhir, kabar mengenai pelarangan lagu berjudul "Bayar Bayar Bayar" milik band beraliran punk Sukatani menyita perhatian publik.
Pasalnya, lagu yang dianggap sebagai kritik kepada institusi Kepolisian Republik Indonesia itu menjadi viral hingga berujung pada pelarangannya.
Pengamat Politik Universitas Diponegoro, Nur Hidayat Sardini (NHS) menganggap bahwa lagu "Bayar Bayar Bayar" yang dinyanyikan oleh Band Sukatani memang sebuah kritik yang cukup pedas terhadap kepolisian.
Meski kebebasan berekspresi berupa kritik pedas yang dikemas dalam sebuah lagu, menurut NHS masih dalam kategori kritik biasa.
"Lembaga negara wajarlah dikritik, biarkan saja lah, dalam hal ini kan memang pihak kepolisian tidak memperkarakan," ujar NHS saat dikonfirmasi Kompas.com, Sabtu (22/2/2025).
Baca juga: Band Sukatani Klarifikasi, Kemerdekaan Berekspresi Dikebiri
Batasan kebebasan berekspresi
Dilansir dari Kompas.com, Jumat (21/2/2025) Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengingatkan batasan kebebasan berekspresi agar tidak merugikan institusi tertentu.
Pemerintah sendiri mendukung kebebasan berekspresi pada lagu ciptaan Band Sukatani tersebut.
Namun, Fadli mengingatkan ada batasan yang harus dipatuhi yakni jangan sampai menyinggung suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA). Termasuk institusi tertentu yang bisa dirugikan.
"Mengkritik oknum saya kira tidak masalah. Tapi kalau itu bisa mmebawa institusinya dan terkena dampak mungkkin bisa jadi masalah," ucap Fadli Zon.
Lalu seperti apakah batasan kebebasan berekspresi yang boleh dilakukan oleh publik dalam menyuarakan pendapatnya?
Baca juga: Babak Baru Kasus Band Sukatani, Propam Polri Periksa Anggota Ditressiber Polda Jateng
Menanggapi itu, NHS menyebutkan bahwa batasan kebebasan berekspresi yang paling konkret hanya ada dua hal.
Pertama, kebebasan berekspresi bersifat negatif yang masih dalam batas-batas sebenarnya. Artinya secara material itulah yang sebenarnya.
"Cuma memang tidak enak didengar oleh mereka yang merasa dirugikan. Walaupun sebenarnya faktanya seperti itu," jelas NHS.
Kedua, yakni kebebasan berekspresi yang bersifat black campaign. Hal ini menyangkut sesuatu yang tidak benar tapi oleh penggagas, dianggap sebagai kebenaran.
"Padahal itu mengandung asasinasi (pembunuhan) dan itu sudah masuk hukum pidana atau kriminal," papar NHS.
Lagu "Bayar Bayar Bayar" hanya kritik bukan black campaign
Menurut NHS, lirik lagu dalam lagu "Bayar Bayar Bayar" yang dinyanyikan band asal Purbalingga tersebut masih dalam kategori kritik biasa.
"Yang dilakukan oleh Band Sukatani menurut saya itu kok kritik biasa. Kalau yang bersifat fitnah black campaign tadi rasanya tidak," imbuhnya.
Baca juga: Soal Band Sukatani, Kompolnas: Polri Harus Hindari Respons yang Malah Bikin Rakyat Takut Kritik
Bagaimana kemudian Band Sukatani direspons seperti apa, menurut NHS, biarlah publik yang menilai.
Namun, bagi NHS, pada hakikatnya lembaga negara boleh dikritik.
Terlebih pihak Humas Mabes Polri sudah menyampaikan bahwa polisi tidak anti kritik.
"Biarkan saja lah itu, anggap sebagai kritik yang membangun," pungkasnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.