Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warganet Keluhkan Asap Bakar Sampah Tetangga Sebabkan Pneumonia, Ini Penjelasan Dokter dan Saran Pakar

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK/TORWAISTUDIO
Paparan asap pembakaran sampah disebut bisa menyebabkan pneumonia.
|
Editor: Irawan Sapto Adhi

KOMPAS.com - Sebuah video yang menyebut asap bakar sampah dari halaman dapat menyebabkan pneumonia atau radang paru-paru beredar di media sosial.

Video seseorang mengaku keluarganya menderita pneumonia akibat asap pembakaran sampah tersebut salah satunya dibagikan oleh warganet melalui akun media sosial X/Twitter, @zu***a pada Sabtu (22/2/2025).

Dalam videonya, pengunggah bercerita tetangga samping rumahnya sering membakar sampah di halaman. Asap bakar sampah itu pun masuk ke rumahnya. Akibat kejadian itu, sang pengunggah dan anaknya harus dirawat inap di rumah sakit.

Mereka menderita pneumonia sehingga memakai alat bantu oksigen dan perlu rutin cek darah. Keluar dari rumah sakit, ibu dan anak itu pun harus menjalani pemulihan lama di rumah.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Maafin tetangga kamu yang suka bakar sampah itu ya! Aku kena pneumonia radang paru di ranap 6 hari bareng anakku," tulis pengunggah.

Lantas, benarkah asap bakar sampah bisa menyebabkan pneumonia dan bagaimana penanganan sampah yang benar?

Baca juga: Batuk, Demam, dan Sakit Kepala, Kenali 9 Gejala Pneumonia yang Perlu Diwaspadai Berikut Ini


Asap bakar sampah penyebab pneumonia

Dokter spesialis paru RSUD Dr. Moewardi, Solo, Harsini, mengungkapkan pneumonia adalah peradangan paru-paru yang disebabkan infeksi virus, bakteri, atau jamur.

Kondisi ini menyebabkan kantong udara paru-paru atau alveolus terisi cairan sehingga kerap disebut paru-paru basah.

"Penyebab pneumonia itu kuman bukan asap. Asap lebih kepada menyebabkan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) dan kanker," ujar Harsini saat dikonfirmasi Kompas.com, Minggu (23/2/2025).

Meski begitu, dia menyebut, asap bakar sampah tetap berpotensi memicu terjadi pneumonia pada tubuh manusia.

Menghirup asap kebakaran meningkatkan risiko terkena pneumonia secara signifikan. Kondisi ini terutama dapat dialami orang dengan gangguan paru-paru, termasuk penderita asma atau PPOK.

Kondisi tersebut terjadi karena partikel dalam asap mengiritasi lapisan paru-paru. Hal ini menyebabkan peradangan yang memudahkan bakteri menimbulkan infeksi dan berkembang menjadi pneumonia.

Paparan asap juga dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh sehingga membuat tubuh kurang mampu melawan potensi infeksi bakteri yang menyebabkan pneumonia.

"Asap kalau terus-menerus (terhirup) akan mengganggu menyebabkan paru mudah kena infeksi atau pneumonia," jelas Harsini.

Meski begitu, tingkat keparahan risiko pneumonia akibat paparan asap pembakaran sampah bergantung pada durasi dan intensitasnya.

Sementara itu, dikutip dari laman Kementerian Kesehatan (Kemenkes), faktor lain yang memicu pneumonia, yakni merokok, penyakit jantung kronis, diabetes melitus, organ pernapasan lemah, dan penurunan tingkat kesadaran.

Penderita pneumonia biasanya akan mengalami gejala-gejala sebagai berikut:

  • Demam disertai nyeri kepala dan tubuh menggigil
  • Batuk tidak berdahak, atau berdahak dengan cairan mengandung nanah yang berwarna kekuningan
  • Nyeri dada yang terasa ketika bernapas hingga napas yang pendek
  • Mual, muntah, dan diare
  • Rasa nyeri pada otot, sendi, serta mudah lelah
  • Denyut nadi yang melemah hingga 100 kali per menit.

Orang yang mengalami kesulitan bernapas atau terjadi peningkatan frekuensi napas harus segera dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan dari tenaga kesehatan.

Dokter akan melakukan diagnosis dan penanganan pneumonia berupa terapi kausal, terapi suportif umum, terapi inhalasi, dan fisioterapi dada.

Baca juga: Apa Saja Gejala Pneumonia pada Anak? Berikut 9 Cirinya

Pengelolaan sampah yang baik

Pakar sampah dari Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (FTSL) Institut Teknologi Bandung (ITB), Mochammad Chaerul, menyebut pembakaran sampah menyebabkan kualitas udara dan lingkungan yang buruk.

"Dapat dihasilkan dari berbagai macam sumber pencemar, mungkin saja tidak terbatas pada fasilitas pembakaran sampah, tetapi bisa juga dari asap kendaraan bermotor, industri, dan lain-lain," jelasnya saat dihubungi Kompas.com, Minggu.

Chaerul menuturkan, pengolahan sampah yang ideal didasarkan atas karakter sampah yang akan diolah.

Sampah yang mudah terbakar seperti residu kertas atau plastik yang tidak dapat didaur ulang bisa dikelola dengan metode pembakaran atau insinerasi.

Sementara sampah organik seperti sisa makanan lebih ideal diolah dengan proses biologi seperti melalui pengomposan atau dihancurkan lalat tentara hitam (BSF).

Meski sampah bisa dibakar, dia menekankan, pembakaran melalui insinerasi harus dilakukan dengan perlengkapan pendukung untuk mengurangi dampak negatif seperti bau, pendemaran udara, dan pencemaran air.

Tata cara pembakaran sampah melalui insinerasi meliputi:

  • Pre-treatment: sampah dipilih sesuai jenis insinerator
  • Pembakaran: sampah dibakar pada suhu tinggi 850–1.400 derajat celcius
  • Pemulihan energi: suhu energi panas hasil pembakaran diturunkan menggunakan boiler, kemudian menghasilkan panas, listrik, dan uap
  • Penanganan gas buang: gas buang hasil pembakaran sampah diolah terlebih dahulu untuk meminimalisir pencemaran udara
  • Manajemen residu padat: abu hasil pembakaran dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA)
  • Pengolahan air limbah: air limbah yang dihasilkan dari proses insinerasi diolah agar tidak mencemari air.

Chaerul mengungkapkan, proses pembakaran sampah seharusnya hanya dilakukan dengan menerapkan rekayasa insinerasi yang sesuai ketentuan.

"Kalau pembakaran sampah hanya berupa tungku bakar saja maka itu diklasifikasikan sebagai pembakaran terbuka (open burning) yang tidak direkomendasikan sebagai pengolahan sampah," tegasnya.

Baca juga: Cara Membuat Eco Enzyme, Pembersih Serbaguna dari Sampah Dapur Organik

Sampah dilarang dibakar sembarangan

Guru Besar Departemen Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Eddy Setiadi Soedjono mengatakan, pembakaran sampah sembarangan sebenarnya telah dilarang.

Larangan membakar sampah sembarangan diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Aturan tersebut menyebut pembakaran sampah yang tidak sesuai teknis melanggar hukum.

UU tersebut juga menekankan bahwa setiap orang berkewajiban mengelola sampah rumah tangga harus dengan cara yang berwawasan lingkungan.

"Sesuai aturan yang ada, sampah tidak boleh dibakar sebagaimana yang sering kita lihat saat ini. Pembakaran seperti yang sering kita lihat itulah yang salah satunya menjadikan pnemonia," tutur Eddy saat dihubungi Kompas.com, Minggu.

Dalam UU Pengelolaan Sampah, pemerintah kabupaten/kota harus menetapkan peraturan daerah yang memberi sanksi pidana kurungan atau denda terhadap pelanggar ketentuan.

Jika pengelola sampah alpa sehingga melakukan kegiatan pengelolaan sampah yang tidak memperhatikan norma, standar, prosedur, dan kriteria berlaku terancam penjara paling lama tiga tahun dan denda maksimal Rp 100 juta.

Jika kealpaannya menyebabkan korban meninggal atau luka berat, pengelola sampah terancam pidana penjara paling lama lima tahun dan denda maksimal Rp 500 juta.

Pengelola sampah yang melawan hukum sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan, keamanan, pencemaran, dan/atau perusakan lingkungan diancam pidana penjara 4-10 tahun dan denda Rp 100 juta-Rp 5 miliar.

Jika tindak pidana tersebut mengakibatkan korban meninggal atau luka berat, pelaku terancam pidana penjara 5-115 tahun dan denda Rp 100 juta-Rp 5 miliar.

Menurut Eddy, sampah sebenarnya boleh dibakar asalkan suhunya berada di atas 800 derajat celsius. Dengan begitu, hasil pembakarannya stabil dan tidak menghasilkan asap penyebab pneumonia.

Namun, lanjutnya, membakar atau oksidasi itu tidak disukai karena membutuhkan oksigen yang sebenarnya dibutuhkan untuk bernafas, baik oleh manusia, hewan, dan tumbuhan.

"Makanya sampah harusnya didaur atau diguna ulang krn tidak satupun ciptaan Tuhan yang tidak berguna," terang Eddy.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi