Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peran Petinggi Pertamina di Balik Korupsi Tata Kelola Minyak, Pertalite Diubah Jadi Pertamax

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/nym
Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (tengah) berjalan memasuki mobil tahanan usai ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018â??2023 di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (25/2/2025).
|
Editor: Yefta Christopherus Asia Sanjaya

KOMPAS.com - Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan terkait kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero) periode 2018-2023.

Riva ditahan setelah Kejagung menggeledah Kantor Direktorat Jenderal Minyak dan Gas (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, Senin (10/2/2025).

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) Abdul Qohar mengatakan, kasus tersebut berdampak signifikan terhadap keuangan negara dan subsidi energi.

“Beberapa perbuatan melawan hukum tersebut telah mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara sekitar Rp 193,7 triliun,” ujar Qohar di Gedung Kejagung, Jakarta dikutip dari Antara Senin (24/2/2025) malam.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berikut duduk perkara kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang selengkapnya.

Baca juga: Kantor Ditjen Migas Digeledah Buntut Dugaan Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah, Kasus Apa Itu?

Bagaimana duduk perkara kasus tata kelola minyak mentah dan produk kilang?

Kasus dugaan korupsi tata kelola minyak terjadi pada 2018-2023 ketika pemenuhan minyak dalam negeri wajib mengutamakan pasokan minyak Bumi dari dalam negeri.

Dalam prosesnya, PT Pertamina (Persero) wajib mencari pasokan minyak Bumi yang berasal dari kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan impor minyak Bumi.

Hal itu sesuai dengan Pasal 2 dan 3 Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018 tentang prioritas pemanfaatan minyak Bumi untuk pemenuhan kebutuhan di dalam negeri.

Namun, Riva alias RS bersama Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional berinisial SDS dan VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional berinisial AP melakukan pengkondisian dalam rapat optimalisasi hilir.

Baca juga: Kronologi 7 WNI Ditahan di Malaysia, Diduga Mencuri di Anjungan Minyak Terengganu

Hasil rapat tersebut dijadikan sebagai dasar untuk menurunkan produksi kilang supaya produksi minyak Bumi di dalam negeri menjadi tidak terserap secara penuh.

Dari situlah pemenuhan minyak dan produk kilang dijalankan melalui skema impor.

Skema yang dilakukan, ketika produksi minyak sengaja diturunkan maka produksi minyak mentah dalam negeri yang dijalankan Kontraktor Kerja Sama (KKS) sengaja ditolak.

Alasan yang digunakan adalah spesifikasi minyak tidak sesuai dan tidak memenuhi nilai ekonomis.

Dengan skema tersebut, bagian KKS untuk dalam negeri secara otomatis harus diekspor ke luar negeri.

Baca juga: 7 WNI Ditangkap Usai Diduga Mencuri di Anjungan Minyak Malaysia, Ini Kata Kemenlu

Apa peran Riva Siahaan dalam kasus tata kelola minyak mentah dan produk kilang?

Qohar menjelaskan, Riva Siahaan Pertamina tidak hanya mengkondisikan rapat optimasi hilir.

Dalam pengadaan minyak mentah oleh PT Pertamina Kilang Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina, terjadi perbuatan jahat antara penyelenggara negara dalam hal ini sub-holding Pertamina dan broker.

“Tersangka RS, SDS dan AP memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum,” jelas Qohar dikutip dari Antara, Senin (24/2/2025).

Selain itu, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak juga berkomunikasi dengan AP.

Baca juga: Cara Tukar Minyak Jelantah ke Pertamina, Dapat Saldo mulai Rp 6.000 Per Liter

Komunikasi dilakukan untuk mendapatkan harga tertinggi saat syarat belum terpenuhi dan mendapatkan persetujuan dari SDS untuk melakukan impor minyak mentah serta dari Dirut Pertamina Patra Niaga untuk produk kilang.

Qohar menjelaskan, akibat perbuatan para pelaku, komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan harga indeks pasar (HIP) BBM yang dijual kepada masyarakat menjadi lebih tinggi.

HIP tersebut dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun melalui APBN.

Dalam pengadaan produk kilang yang dilakukan PT Pertamina Patra Niaga juga ditemukan praktik pembelian bahan bakar Ron 90 (Pertalite) yang di-blending atau dioplos menjadi Ron 92 (Pertamax) di storage atau depo padahal perbuatan ini tidak diperbolehkan.

Baca juga: Tak Boleh Sembarangan, Ini Kriteria Minyak Jelantah yang Bisa Dijual ke Pertamina

Apa saja komponen kerugian negara?

Qohar menerangkan, kerugian negara sebesar Rp 197,3 triliun dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang bersumber dari beberapa komponen.

Berikut rinciannya:

  • Kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri: Rp 35 triliun
  • Kerugian akibat impor minyak mentah melalui perantara atau broker: Rp 2,7 triliun
  • Impor BBM: Rp 9 triliun
  • Pemberian kompensasi energi pada 2023: Rp 126 triliun
  • Pemberian subsidi BBM pada 2023: Rp 21 triliun.

Baca juga: Benarkah Minyak Bumi Terbentuk dari Fosil Dinosaurus? Ini Faktanya

Siapa saja tersangka kasus tata kelola minyak mentah dan produk kilang?

Qohar mengatakan, ada tujuh orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan terkait kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dan produk kilang:

Mereka adalah:

  • Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan
  • Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional berinisial SDS
  • PT Pertamina International Shipping berinisial YF
  • VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional berinisial AP
  • Beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa berinisial MKAR
  • Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim berinisial DW
  • Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak berinisial GJR

Qohar menjelaskan, ketujuh tersangka tersebut ditahan selama 20 hari ke depan dalam rangka pemeriksaan.

Baca juga: Pakistan Klaim Temukan Cadangan Minyak Terbesar Keempat Dunia

Apa kata Pertamina setelah Riva Siahaan jadi tersangka?

VP Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso hanya mengatakan, pihaknya siap bekerja sama dengan aparat berwenang terkait kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dan produk kilang.

“Pertamina siap bekerja sama dengan aparat berwenang dan berharap proses hukum dapat berjalan lancar dengan tetap mengedepankan asas hukum praduga tak bersalah,” ujar Fadjar dikutip dari Antara, Senin (24/2/2025).

Baca juga: Beredar Foto dan Narasi Kini Tersedia Bright Gas 3 Kg, Ini Penjelasan Pertamina

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi