KOMPAS.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa sembilan orang terkait kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dan produksi kilang.
Kasus tersebut terjadi di lingkup PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada 2018-2023 dengan total kerugian keuangan negara sebesar Rp 193,7 triliun.
Dari sembilan orang yang diperiksa, tujuh di antaranya adalah pejabat teknis PT Pertamina Subholding, sementara dua lainnya berasal dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Baca juga: Harta Kekayaan Maya Kusmaya, Petinggi Pertamina yang Perintahkan Pertamax Dioplos
Pemeriksaan tersebut dilakukan setelah Kejagung menetapkan enam orang dari Pertamina dan tiga broker sebagai tersangka pada Senin (24/2/2025) dan Rabu (26/2/2025).
Beberapa orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka adalah Dirut Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan dan Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga Maya Kusmaya.
“Sembilan orang saksi tersebut diperiksa terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero) Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023 atas nama Tersangka YF, dkk,” ujar Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar dikutip dari Kompas.com, Selasa (4/3/2025).
Lalu, siapa saja pejabat Pertamina yang diperiksa terkait kasus korupsi Pertamina Patra Niaga?
Baca juga: Profil Maya Kusmaya, Petinggi Pertamina yang Perintahkan Pertamax Dioplos
Daftar pejabat yang diperiksa terkait kasus korupsi Pertamina Patra Niaga
Harli mengungkap inisial serta posisi tujuh pejabat Pertamina yang diperiksa terkait kasus korupsi Pertamina Patra Niaga.
Berikut daftarnya:
- Manager Performance and Governance PT Kilang Pertamina Internasional berinisial BMT
- Senior Manager Crude Oil Supply PT Kilang Pertamina Internasional berinisial TM
- Manager Research and Pricing PT Pertamina Patra Niaga berinisial AFB
- Director of Risk Management PT Pertamina International Shipping berinisial MR
- Director of Crude and Petroleum Tanker PT Pertamina International Shipping berinisial BP
- Director of Gas Petrochemical and New Business PT Pertamina International Shipping berinisial AS
- Manager Product Trading ISC periode 2017-2020/Manager SCMDM pada Direktorat Logistik dan Infrastruktur PT Pertamina (Persero) berinisial LSH.
Selain daftar tersebut, Kejagung juga memeriksa dua pejabat Kementerian ESDM terkait kasus yang sama.
Mereka adalah:
- Koordinator Hukum pada Sekretariat Jenderal Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi berinisial BG
- Koordinator Harga Bahan Bakar Minyak dan Gas Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi berinisial berinisial EED.
Apa itu kasus korupsi Pertamina Patra Niaga?
Kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dan produksi kilang (korupsi Pertamina Patra Niaga) terjadi pada 2018-2023.
Kasus tersebut tidak hanya melibatkan PT Pertamina Patra Niaga, tapi juga PT Kilang Pertamina Internasional, PT Pertamina International Shipping, dan tiga broker.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menjelaskan, kasus bermula ketika pemenuhan minyak dalam negeri wajib memprioritaskan minyak Bumi dari dalam negeri.
PT Pertamina (Persero) kemudian mencari pasokan minyak Bumi dari kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan impor.
Baca juga: Profil Riva Siahaan, Direktur Utama Pertamina Patra Niaga
Hal tersebut diatur dalam Pasal 2 dan 3 Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018.
Namun, Riva Siahaan Pertamina, VP PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono, dan Direktur PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin yang telah ditetapkan sebagai tersangka diduga melakukan pengondisian dalam rapat optimasi hilir.
Pengondisian dilakukan sebagai dasar untuk menurunkan produksi kilang yang menyebabkan produksi minyak Bumi dalam negeri tidak terserap seluruhnya.
Perbuatan ketiga tersangka membuat pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang dilakukan lewat skema impor.
Dalam prosesnya, saat produksi kilang minyak sengaja diturunkan maka produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKS sengaja ditolak.
Baca juga: Profil Riza Chalid, Taipan Minyak yang Rumah-Kantornya Digeledah Buntut Dugaan Korupsi Pertamina
Alasan yang digunakan para tersangka ketika menolak hasil produksi KKKS adalah spesifikasi minyak tidak sesuai dan tidak memenuhi nilai ekonomis.
Penolakan tersebut membuat bagian KKKS untuk dalam negeri harus diekspor ke luar negeri.
PT Kilang Pertamina Internasional kemudian melakukan impor minyak mentah, sedangkan PT Pertamina Patra Niaga melakukan impor produk kilang.
“Harga pembelian impor tersebut apabila dibandingkan dengan harga produksi minyak Bumi dalam negeri terdapat perbandingan komponen harga yang sangat tinggi atau berbeda harga yang sangat signifikan,” ujar Qohar dikutip dari Antara, Senin (24/2/2025).
Baca juga: Profil Muhammad Kerry Adrianto Riza, Pemilik Klub Hangtuah Tersangka Kasus Korupsi Pertamina
Ia juga mengatakan, terjadi perbuatan jahat antara penyelenggara negara dalam hal ini subholding Pertamina dengan broker dalam pengadaan impor minyak mentah oleh PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga.
“Tersangka RS (Riva), SDS (Sani), dan AP (Agus) memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum,” jelas Qohar.
Di sisi lain, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim Dimas Werhaspati dan Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadhan Joedo (GRJ) berkomunikasi dengan Agus.
Tujuannya, untuk memperoleh harga tinggi pada saat syarat belum terpenuhi dan mendapatkan persetujuan dari Sani untuk impor minyak mentah serta dari Riva untuk produk kilang.
Baca juga: Kejagung Ungkap Modus Tersangka Petinggi Pertamina Oplos Pertalite Jadi Pertamax
Perbuatan para tersangka Pertamina menyebabkan komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan harga indeks pasar (HIP) BBM yang dijual ke masyarakat menjadi lebih tinggi.
Kemudian, HIP tersebut dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Qohar menjelasjan, kasus korupsi Pertamina Patra Niaga membuat negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp 193,7 triliun.
Kejagung juga menemukan fakta bahwa terjadi pengoplosan BBM RON 90 (Pertalite) atau di bawahnya dengan RON 92 (Pertamax).
Baca juga: Apakah Pertamax yang Dijual Saat Ini Produk Oplosan? Ini Jawaban Kejagung dan Pertamina
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.