Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Orang Indonesia Tega Menjarah Barang Korban Kecelakaan? Ini Kata Psikolog

Baca di App
Lihat Foto
Dok Jasa Marga
Pasca kecelakaan libatkan tiga kendaraan di ruas tol Cipularang arah jakarta, tepatnya di Km 91+800, Jumat 21 februari 2025 sekitar pukul 17.50 WIB.
|
Editor: Irawan Sapto Adhi

KOMPAS.com - Belakangan ini media sosial tengah diramaikan dengan video yang memperlihatkan sejumlah warga menjarah telur dari mobil pikap yang mengalami kecelakaan.

Menurut pemberitaan Kompas.com, Selasa (4/3/2025), peristiwa tersebut terjadi di Desa Aek Batu, Kecamatan Torgamba, Kabupaten Labuhanbatu Selatan (Labusel), Sumatera Utara pada Minggu (2/3/2025).

Dalam video, warga terlihat berbondong-bondong memunguti telur yang tercecer setelah mobil pikap bertabrakan dengan sebuah truk.

"Panen telur-telur, waduh paneh bah, jalan pun sudah kayak dadar," ujar perekam video.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peristiwa serupa juga pernah terjadi di tol Cipularang pada 22 Januari lalu.

Bedanya, warga menjarah kasur yang dibawa oleh truk yang terguling.

Lalu, mengapa orang Indonesia tega menjarah barang seseorang yang mengalami musibah?

Baca juga: Video Viral, Warga Labusel Punguti Telur dari Pikap yang Hancur Usai Tabrak Truk

Penyebab orang Indonesia tega menjarah barang korban kecelakaan

Koordinator Humas Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) Jawa Tengah, Haryadi Nurwanto, mengatakan faktor psikologis yang mendorong seseorang untuk menjarah barang milik korban kecelakaan adalah adanya norma kelompok.

"Dalam kondisi banyak orang normal yang berlaku adalah norma kelompok, artinya apa yang dilakukan kelompok akan cenderung diikuti," ujar Haryadi saat dihubungi Kompas.com, Jumat (7/3/2025).

Menurut dia, jika ada seseorang yang menjadi pemicu untuk menjarah, meski 1-2 orang saja, maka yang lain bisa mengikuti.

"Apalagi jika barang yang dijarah memiliki nilai ekonomis yang tinggi," lanjut dia.

Haryadi menambahkan, aksi penjarahan timbul karena norma dan moral masyarakat yang sudah luntur.

Akibatnya, hal-hal yang dulu dianggap buruk, saat ini menjadi hal yang biasa atau normal dilakukan.

Baca juga: 3 Truk CPO Kecelakaan Beruntun di Tol Belmera, Warga Punguti Minyaknya

Sementara, Direktur Pusat Studi Psikologi Bencana Universitas Surabaya, Listyo Yuwanto, mengatakan ada beberapa alasan seseorang bisa melakukan aksi penjarahan, yakni adanya kesempatan, kepuasan instan, dan kurangnya rasa empati.

"Mendapatkan sesuatu yang biasanya membutuhkan usaha atau biaya (seperti membeli makanan atau obat-obatan) secara gratis dapat memberikan kepuasan instan," ujar Listyo saat dihubungi secara terpisah oleh Kompas.com, Jumat (7/3/2025).

"Hal ini dapat memicu perilaku impulsif, terutama jika seseorang merasa ini adalah kesempatan langka," imbuhnya.

Tak hanya itu, Listyo menjelaskan, kurangnya rasa empati atau kemampuan untuk merasakan atau memahami penderitaan orang lain dapat membuat seseorang lebih mudah mengambil keputusan yang merugikan orang lain tanpa rasa bersalah.

Hal tersebut bisa diperparah dengan beberapa orang yang mungkin membenarkan tindakan mereka dengan alasan, seperti "orang lain juga melakukannya" atau "korban sudah tidak membutuhkannya lagi".

"Proses rasionalisasi ini membantu mereka mengurangi konflik batin atau rasa bersalah," kata Listyo.

Rasionalisasi ini membantu mereka mengabaikan aspek moral karena kebutuhan pribadi dianggap lebih mendesak.

Baca juga: Kehilangan Pekerjaan, Korban Gempa Cianjur Punguti Besi Bekas Sisa Reruntuhan Bangunan

Langkah pencegahan agar penjarahan tidak terulang

Agar tindakan penjarahan tidak kembali terulang, Haryadi dan Listyo memberikan sejumlah tips, antara lain:

  • Pendidikan moral dan empati, tanggung jawab, dan menghormati hak orang lain
  • Berikan konseling atau terapi untuk membantu pelaku memahami dampak dari tindakan mereka dan mengembangkan kesadaran diri yang lebih baik
  • Gunakan kampanye sosial, media, dan cerita nyata untuk menunjukkan dampak negatif dari penjarahan dan pentingnya solidaritas dalam situasi darurat
  • Tegakkan hukum secara adil dan konsisten untuk memberikan konsekuensi yang jelas bagi pelaku, sambil memberikan kesempatan untuk rehabilitasi
  • Komitmen yang didukung konsistensi yang menjadi kunci keberlangsungan gerakan yang dimunculkan
  • Bangun komunitas yang saling mendukung dan peduli, sehingga individu merasa bertanggung jawab terhadap kesejahteraan bersama.

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi