Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warganet Soroti SPBU Swasta Kebanyakan di Jabodetabek, Jabar, dan Jatim, Apa Alasannya?

Baca di App
Lihat Foto
Google Maps
Titik lokasi SPBU swasta di Indonesia mayoritas di Jabodetabek, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Apa alasannya?
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Warganet menyoroti lokasi Stasiun Pengisian Bahan Bakar (SPBU) swasta mayoritas hanya ada di wilayah Jabodetabek, Jawa Barat, dan Jawa Timur.

Warganet lewat akun media sosial X/Twitter @Jat*****wit menyebut lokasi SPBU swasta jarang, bahkan nyaris tidak ada di Jawa Tengah.

"Jangan tanya SPBU Swasta di Jawa Tengah ya lur. Indo***il pun sudah banyak yang tutup, apalagi si Kerang blasss ga ada," katanya, Rabu (12/3/2025).

Sorotan tersebut muncul setelah masyarakat Indonesia mulai beralih mengisi bahan bakar minyak (BBM) dari SPBU Pertamina ke SPBU swasta.

Banyak orang pindah ke SPBU swasta setelah petinggi PT Pertamina Patra Niaga diduga terlibat korupsi dengan mengoplos Pertalite menjadi Pertamax sejak 2018 hingga 2023.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Harga BBM dan Lokasi SPBU Shell, BP AKR, Vivo per Februari 2025

Berdasarkan pantauan Kompas.com, masyarakat Indonesia memiliki alternatif mengisi BBM di SPBU swasta seperti Shell, BP AKR, Vivo, atau Indostation.

Namun, lokasi SPBU Shell, BP AKR, dan Vivo mayoritas hanya ada di Jabodetabek, Jawa Barat, dan Jawa Timur.

Sementara SPBU Indostation yang dikelola Exxon Mobil Indonesia dan PT Indomobil Prima Energi memiliki tempat pengisian BBM di beberapa kota Jawa Tengah.

Lalu, mengapa mayoritas SPBU swasta hanya ada di Jabodetabek, Jawa Barat, dan Jawa Timur?

Baca juga: Antrean Motor Mengular di Shell, Sampai Kapan Masyarakat Beralih ke SPBU Swasta?


SPBU swasta hanya di kota besar

Pengamat energi sekaligus Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro menilai lokasi SPBU swasta mayoritas di kota besar karena terkait bisnis BBM yang diterapkan.

"Kebijakan pricing policy (kebijakan harga). Ada beberapa produk yang (harganya) diintervensi pemerintah, termasuk kondisi marketnya," tutur dia saat dikonfirmasi Kompas.com, Jumat (14/3/2025).

Komaidi menjelaskan, daerah-daerah yang tergolong tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) tidak memiliki banyak penduduk. Menurutnya, lokasi-lokasi sepi tersebut tidak menguntungkan bagi para pebisnis BBM.

Hal ini berbeda dari kota-kota besar yang ramai penduduk sehingga membuka ruang bisnis.

"Sering kali, yang sebagai garda depan atau inisiator untuk investasi awal (ke SPBU di wilayah 3T) adalah BUMN, dalam hal ini Pertamina," lanjutnya.

Kondisi demikian, lanjut Komaidi, membuat Pertamina diwajibkan membangun infrastruktur secara masif dari Sabang sampai Merauke, termasuk wilayah yang tidak menguntungkan bisnis.

Kondisi ini membuat terdapat banyak SPBU Pertamina di berbagai wilayah Indonesia. Dia mencatat, setidaknya ada 8.000 SPBU dan 6.000 Pertashop.

Bila dibandingkan dengan SPBU swasta, misalnya Shell, hanya memiliki total sekitar 180 SPBU di seluruh Indonesia pada 2024.

"Jaraknya kok jauh, karena (SPBU) non-Pertamina otomatis tidak akan masuk di daerah-daerah yang tidak masuk (tidak menguntungkan) secara ekonomi," imbuh Komaidi.

Dia mencontohkan, tidak banyak orang tinggal di wilayah seperti Jayapura. Karena itu, tingkat pembelian BBM di sana cenderung rendah. Hal ini kurang menguntungkan bagi SPBU swasta yang butuh modal tinggi untuk mendirikan SPBU.

Sebaliknya, Pertamina mendapat intervensi harga BBM dari pemerintah berupa subsidi bahan bakar seperti Pertalite maupun pengawasan ke produk nonsubsidi.

Sebagai pemegang saham perusahaan BUMN tersebut, pemerintah berhak memberikan persetujuan atau mengatur bisnis SPBU Pertamina.

Baca juga: Penjelasan Pertamina soal Pertamax di Salah Satu SPBU Solo Tercampur Air Hujan

Warga pindah ke SPBU swasta

Di sisi lain, Komaidi memahami alasan banyak orang memilih pindah mengisi BBM ke SPBU swasta walau lokasinya terbatas.

Menurutnya, masyarakat kecewa terhadap tindak pidana korupsi pengadaan minyak mentah oleh petinggi Pertamina yang saat ini masih diusut Kejaksaan Agung (Kejagung).

"(Selain itu) ada informasi mengenai kualitas BBM terutama Pertamax sehingga masyarakat kecewa dan pindah ke penyedia yang lain," lanjutnya.

Terlepas dari kasus yang melibatkan Pertamina, Komaidi menekankan publik berhak membeli BBM di SPBU pilihannya. Selain itu, pembelian BBM ke SPBU swasta juga tidak dilarang.

Terpisah, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai kepercayaan masyarakat ke SPBU Pertamina memang belum pulih setelah kasus yang terjadi.

"Mereka masih beralih ke SPBU swasta walau SPBU asing tidak menyebar ke seluruh Indonesia dan hanya di kota-kota besar," katanya saat dihubungi Kompas.com, Jumat.

Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat ke SPBU Pertamina, Fahmy menyarankan dilakukan pengujian pihak independen terhadap BBM dari Pertamina.

Saat ini, dia menilai Pertamina baru mengadakan uji sampel BBM sporadis tanpa bantuan ahli kredibel. Pertamina justru melakukan uji coba dibantu anggota DPR RI yang kepakarannya tidak sesuai.

Pengetesan pun hanya dilakukan di Jakarta. Seharusnya, uji BBM Pertamina dilakukan dengan metode sampling yang tepat untuk mengecek kualitas bahan bakar se-Indonesia.

Fahmy juga menekankan, Kejagung harus benar-benar mengusut kasus korupsi yang menyeret petinggi Pertamina dan memberikan sanksi tegas. Cara ini untuk mengembalikan kepercayaan publik dari SPBU swasta ke SPBU Pertamina.

Pengusutan pun perlu dituntaskan untuk mencegah publik enggan membeli Pertamax dan berbondong-bondong membeli ke Pertalite. Padahal, Pertalite termasuk BBM bersubsidi. Lonjakan pembelian Pertalite akan membebani ABPN selaku sumber subsidi BBM tersebut.

"Jika terbukti di beberapa sampel ada BBM oplosan, Pertamina harus menarik semua produk Pertamax yang ada dan diganti Pertamax sesuai ketentuan," pungkas Fahmy.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi