Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Gugatan Redenominasi Rupiah, Begini Kata Ekonom

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK/TALULLA
Ilustrasi rupiah.
|
Editor: Ahmad Naufal Dzulfaroh

KOMPAS.com - Advokat bernama Zico Leonardo Djagardo mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung (MK) agar angka dalam uang rupiah disederhanakan.

Diberitakan Kompas.com, Selasa (11/3/2025), dia menggugat Pasal 5 Ayat 1 Huruf C dan Pasal 5 Ayat 2 Huruf C Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.

Zico meminta MK membatalkan pasal tersebut dan mengubah nominal uang Rp 1.000 menjadi Rp 1 atau redonominasi rupiah.

Menurutnya, angka nol yang banyak menyulitkan transaksi dan tidak efisien, serta membuat mata lelah saat melihat dengan teliti.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Daftar 44 Uang Rupiah yang Tak Berlaku Lagi, Terbaru Ada URK Seri For The Children of The World


Potensi hiperinflasi dan berisiko gagal

Menanggapi gugatan itu, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, usul redenominasi rupiah di tengah kondisi ekonomi yang belum stabil sangat tidak tepat.

"Redenominasi justru membuat api dalam sekam. Momentumnya kurang tepat, ekonomi global sedang lesu, ditambah fundamental ekonomi domestik bermasalah," tuturnya, kepada Kompas.com, Jumat (14/3/2025).

Menurutnya, langkah ini berpotensi memicu hiperinflasi lantaran produsen membulatkan harga ke atas atau lebih mahal.

Baca juga: Apa Itu Redenominasi? Kenali Tujuan dan Risikonya!

Dia mencontohkan, harga barang yang sebelumnya Rp 9.100 kemungkinan berubah menjadi Rp 9,5 hingga Rp 10.

"Akibatnya, harga barang akan naik signifikan dan ini sulit dikontrol oleh pemerintah dan Bank Indonesia. Hiperinflasi pun memukul daya beli lebih lanjut", jelasnya.

Oleh karena itu, ada kemungkinan redenominasi rupiah gagal dilakukan jika diterapkan dalam jangka waktu dekat.

Kegagalan ini pernah dialami oleh Brasil, Rusia, dan Argentina lantaran kurangnya persiapan teknis, sosialisasi, dan rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta dan unit usaha yang cukup besar, butuh waktu 10 hingga 15 tahun bagi Indonesia untuk mempersiapkan redenominasi.

Baca juga: Dapat Uang yang Diyakini Palsu dari ATM, Apakah Bisa Ditukar Rupiah Asli?

Fokus pemulihan ekonomi

Dibandingkan redenominasi, pemulihan ekonomi dan tidak membuat kebijakan merupakan hal yang penting untuk saat ini.

Sebab, nominal rupiah baru akan memengaruhi administrasi dan akuntansi puluhan juta perusahaan di Indonesia.

"UMKM saja ada 65 juta usaha. Alih-alih mau fokus dalam fase pemulihan ekonomi, pelaku usaha akan sibuk mengatur soal nominal harga barang yang dijual, bahan baku bahkan administrasi perpajakan," paparnya.

Dia juga menyoroti Coretax yang saat ini masih bermasalah dan akan memperburuk keadaan jika redenominasi diterapkan dalam waktu dekat.

Baca juga: Penjelasan BI soal Semakin Besar Nilai Uang Rupiah, Semakin Lebar Senyum Pahlawannya

Bukan langkah bijaksana

Sementara, ekonom Center of Reform on Economics (CORE), Akhmad Akbar Susamto mengatakan, redenominasi rupiah adalah langkah teknis yang tidak akan memberikan dampak terhadap ekonomi makro.

Terlebih saat ini kondisi Indonesia tengah menghadapi banyak tantangan ekonomi yang lebih mendesak.

"Seperti pemotongan anggaran pemerintah, defisit dalam APBN, melemahya penerimaan negara, dan anjloknya harga komoditas global yang memengaruhi pendapat ekspor," ujar Akbar, saat dihubungi Kompas.com secara terpisah, Jumat.

Karena itu, dia menilai menerapkan redenominasi di situasi saat ini bukanlah langkah yang bijaksana.

Akbar menambahkan, masyarakat kini tengah menyoroti isu-isu fiskal, seperti pemotongan anggaran dan penyesuaian belanja publik.

Memaksakan redenominasi di tengah hiruk pikuk tersebut justru akan memengaruhi psikologis masyarakat.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi