Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Fakta Temuan Ladang Ganja dari Drone di Bromo

Baca di App
Lihat Foto
Dok. Kementerian Lingkuhan Hidup dan Kehutanan
Tanaman ganja yang ditemukan tim gabungan yang terdiri dari Balai Besar TNBTS, Kepolisian Resor Lumajang, TNI, dan perangkat Desa Argosari, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur pada September 2024 lalu.
|
Editor: Resa Eka Ayu Sartika

KOMPAS.com - Penemuan ladang ganja di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) tengah menjadi perhatian publik.

Dilansir dari Kompas.com, Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni menegaskan bahwa penutupan sementara TNBTS dan pembatasan penggunaan drone tidak berhubungan dengan kasus ladang ganja.

Baca juga: Penjelasan TNBTS soal Narasi Larangan Drone di Bromo karena Ada Ladang Ganja

Dengan demikian, Menhut telah menepis isu bahwa TNBTS melarang penggunaan drone untuk menutupi keberadaan ladang ganja.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Itu tidak terkait dengan penutupan Taman Nasional. Kan isunya sengaja ditutup supaya tanam ganjanya tidak ketahuan. Justru drone yang dimiliki oleh teman-teman Taman Nasional yang menemukan titiknya," papar Raja Juli dikutip dari Kompas.com saat ditemui di Jagat Satwa Nusantara, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur.

Mengenai penemuan ladang ganja ini, ada beberapa fakta yang ditemukan.

Lokasi ladang ganja bukan di tempat wisata

Pihak Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB TNBTS) menegaskan bahwa ladang ganja tidak berlokasi di kawasan wisata.

Bukan di area wisata Gunung Bromo, ladang ini terletak di lereng Gunung Semeru. Lebih tepatnya di Desa Argosari, Kecamatan Senduro, Lumajang.

Bahkan, lokasi ladang ganja cukup jauh daripada tempat wisata terdekat.

"Rata-rata jarak antara dua lokasi wisata itu ke area yang ditanami ganja, lebih dari 11 kilometer panjangnya," kata Ketua BB TNBTS, Rudijanta Tjahja Nugraha yang dikutip dari Kompas.com.

Sudah ditemukan sejak September 2024

Berdasarkan keterangan Direktur Jenderal Konservarsi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Kehutanan, Satyawan Pudyatmoko mengungkap kapan pertama kali ladang ganja itu ditemukan.

Baca juga: Tikus Berpesta 200.000 Kg Ganja di Kantor Polisi Houston, Texas, Jadi Beringas

Penyelidikan BB TNBTS dan kepolisian menemukan ladang ganja itu sejak September 2024.

"Kita dari Taman Nasional membantu mengungkapkan di mana ladang ganja itu karena biasanya ditanam di tempat yang relatif sulit ditemukan," terang Satyawan.

Berikutnya, pihak KSDAE menjelaskan bahwa Kepala Balai TNBTS, Polisi Hutan, masyarakat mitra Plhut, hingga anggota Manggala Agni turun selama pencarian.

Dengan bantuan drone, tim memetakan titik lokasi-lokasi yang diduga sebagai ladang ganja. Tanaman ganja itu langsung dicabut dan diproses setelah ditemukan.

6 tersangka ditangkap

Menurut siaran resmi Kementerian Kehutanan, Kepolisian Resor (Polres) Lumajang menangkap tersangka yang berjumlah enam orang.

Dua orang tersangka ditangkap lebih dulu dibanding empat orang berikutnya. 

Pada November 2024, polisi menangkap dua tersangka yang merupakan warga Desa Argosari usai menanam ganja di lima titik di Gunung Semeru.

Tersangka berinisial S dan J ini mendapatkan bibit ganja dari E yang hingga saat ini masih buron.

Kemudian selang beberapa bulan, empat berinisial N, B, Y, dan P ditangkap. Mereka adalah warga desa Argosari, Kecamatan Senduro dan sedang menjalani proses hukum di Pengadilan Negeri Lumajang.

Baca juga: 10 Tanaman yang Dapat Memengaruhi Pikiran Selain Ganja

Empat tersangka ini ditangkap dengan barang bukti berupa 41.000 batang tanaman ganja. Tanaman tersebut tersebar di 48 lokasi. 

"Kedua tersangka diberi tanggung jawab untuk menanam bibit ganja yang diberikan oleh E, yang kini masih dalam daftar pencarian orang (DPO). Keduanya mengaku sudah panen sekali dan hasilnya disetor kepada E," jelas Kapolres Lumajang AKBP M. Zainur Rofik seperti yang dikutip dari Kompas.com pada Rabu (19/3/2025).

Kemudian, Kapolres Lumajang mengungkapkan bahwa dua tersangka itu awalnya menanam ganja karena penawaran N dengan iming-iming Rp15 juta setelah panen.

Akan tetapi, N hanya memberikan Rp2 juta setelah S dan J panen. Setelah memberikan uang dengan jumlah yang lebih rendah itu, N belum membayarkan sisanya kepada S dan J.

Letak ladang ganja tersembunyi di antara belukar

Dengan letaknya yang tersembunyi dan sulit dijangkau, ladang ganja ini ditemukan berkat pengembangan kasus narkotika Polres Lumajang sejak thaun lalu.

Tim terkait mulai mengidentifikasi ladang ganja mulai Rabu (18/9/2024) hingga Sabtu (21/9/2024).

Tim yang terdiri dari BB TNBTS, Polres Lumajang, TNI, dan perangkat Desa Argosari menemukan ladang ganja di Blok Pusung Duwur, Kecamatan Senduro, dan Gucialit.

Dengan menggunakan drone, tim tersebut menemukan ladang ganja yang tersembunyi di lereng curam yang penuh dengan semak belukar.

Setelah ditemukan, tim anggota Manggala Agni dan masyarakat mencabut tanaman ganja sebagai barang bukti.

Isu terkait pelarangan drone

Seiring dengan tuduhan di media sosial soal TNBTS sengaja menutupi ladang ganja, Rudijanta memberikan tanggapan.

Untuk diketahui, tuduhan itu muncul karena pihak TNBTS memasang tarif Rp2 juta jika pengunjung ingin bisa menerbangkan drone.

Kepala BB TNBTS itu menjelaskan bahwa pelarangan menerbangkan drone sudah diterapkan sejak 2019. Sementara penemuan ladang ganja baru terungkap pada September 2025.

"Aturan larangan penerbangan drone di jalur pendakian Gunung Semeru sudah berlaku sejak tahun 2019 sesuai dengan SOP Nomor SOP.01/T.8/BIDTEK/BIDTEK.1/KSA/4/2019 tentang Pendakian Gunung Semeru di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru," papar Rudijanta dalam keterangannya pada Selasa (18/3/2025) seperti yang dilansir dari Kompas.com.

Baca juga: Polisi Jerman ke Suporter Inggris di Euro 2024: Isap Ganja Aja daripada Mabuk Bikin Rusuh!

Adapun peraturan tentang pelarangan drone ini dibuat sebagai antisipasi agar fokus pendaki tidak terbagi saat mendaki gunung.

Apalagi, jalur pendakian Gunung Semeru punya medan yang cukup berat.

Bukan hanya mempertimbangkan fokus pendaki, pihak TNBTS juga berusaha menjaga kesakralan.

"Pelarangan penggunaan drone dalam pendakian ini adalah untuk menjaga fokus pendaki agar tidak terbagi dengan aktivitas menerbangkan drone yang berpotensi membahayakan pengunjung karena jalur pendakian cukup rawan dengan terjadinya kecelakaan serta untuk menghormati kawasan sakral yang ada di kawasan," terangnya.

Lebih lanjut, Rudijanta juga membeberkan alasan penerbangan drone dikenakan tarif Rp2 juta karena mengikuti Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2024 tentang jenis dan tarif penerimaan negara bukan pajak.

Peraturan ini dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup pada 30 September 2024.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi