Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bisakah Undang-undang yang Telah Disahkan Dibatalkan? Ini Kata Ahli

Baca di App
Lihat Foto
(Shutterstock)
Ilustrasi hukum.
|
Editor: Resa Eka Ayu Sartika

KOMPAS.com - Unggahan X mengenai cara membatalkan undang-undang yang telah disahkan mendapat perhatian warganet.

Postingan yang disimpan sebanyak 1200 kali tersebut menjelaskan empat cara membatalkan undang-undang yang telah disahkan.

Akun @xenonve**** mengunggah cuitan tersebut pada Kamis (20/3/2025).

"Guys sebenarnya undang" Yang telah disahkan tadi bisa dibatalkan, ada beberapa cara yang dapat ditempuh sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku. Yakni ..."

Ungahan tersebut menyebutkan bahwa cara membatalkan undang-undang yang telah berlaku adalah melibatkan RUU yang diajukan DPR, melalui Perrpu, putusan Mahkaman Konstitusi, ataupun melalui Keputusan MPR.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benarkah demikian?

Baca juga: Revisi UU MK dan Catatan Panjang Pembentukan Undang-Undang Kejar Tayang Era Jokowi

Apakah UU yang telah disahkan bisa dibatalkan?

Ahli Hukum Tata Negara Universitas Sebelas Maret, Prof. DR. Sunny Ummul Firdaus S.H., M.H., membenarkan hal tersebut. Namun, proses pembatalan undang-undang yang telah disahkan hanya memiliki tiga jenis cara.

"UU yang telah sah berlaku dapat dibatalkan atau diubah melalui judicial review oleh MK, revisi atau pencabutan melalui proses legislasi biasa oleh DPR dan Presiden, dan melalui penerbitan Perppu oleh Presiden dengan syarat tertentu," jelas Sunny saat dihubungi Kompas.com (21/3/2025).

Sunny menjelaskan ketiga proses tersebut secara rinci.

Mahkamah Konstitusi dapat membatalkan UU jika terbukti bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.

Terdapat dua jenis pembatalan, yaitu pembatalan materiil (materiële toetsing) dan pembatalan Formil (formele toetsing).

Dasar Hukum: Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, serta UU No. 24 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi.

DPR bersama presiden dapat merevisi atau mencabut UU yang dianggap tidak relevan atau bertentangan dengan kepentingan masyarakat melalui proses legislasi.

Dalam keadaan genting dan memaksa, presiden dapat mengeluarkan Perppu yang mencabut atau mengubah substansi UU sebelumnya.

Namun, Perppu tersebut harus mendapatkan persetujuan DPR dalam masa sidang berikutnya agar tetap berlaku menjadi UU (Pasal 22 UUD 1945).

Baca juga: Didemo Mahasiswanya, Unsoed Cabut Peraturan Rektor soal Kenaikan UKT

Contoh UU yang pernah dibatalkan

Sunny juga menjelaskan bahwa di Indonesia sendiri, ketiga cara pembatalan undang-undang tersebut pernah dilakukan. Contoh-contohnya adalah sebagai berikut.

  • UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA)

Alasan: MK membatalkan seluruh pasal dalam UU ini karena tidak memenuhi enam prinsip dasar pengelolaan sumber daya air.

  • UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan:

Alasan: MK membatalkan frasa "zona dalam suatu Negara" dan kata "zona" pada pasal 26C ayat (1) dan pasal 36C ayat (3) UU 18/2009.

  • Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan:

Alasan: Pada tahun 2004, MK menyatakan UU ini tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Sebagai konsekuensinya, UU Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan kembali berlaku, dan pemerintah diminta menyiapkan rancangan undang-undang baru yang sesuai dengan semangat Pasal 33 UUD 1945.

  • Pencabutan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker):

Alasan: Setelah dinyatakan cacat formil oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020, DPR bersama Pemerintah akhirnya melakukan perbaikan dengan menerbitkan Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, yang kemudian disahkan DPR menjadi UU No. 6 Tahun 2023.

"Artinya, terjadi proses legislative review melalui mekanisme Perppu yang kemudian dikukuhkan oleh DPR," jelas Sunny.

Baca juga: Tuai Protes, PPN 12 Persen Bisa Dibatalkan Melalui Dua Skenario Ini

Mengapa UU yang sudah disahkan dibatalkan?

Sunny menerangkan bahwa terdapat garis besar mengapa UU yang sudah disahkan menjadi dibatalkan atau direvisi.

Penyebabnya dibagi ke dalam dua jenis, yaitu alasan materiil dan alasan formil. Poin-poin rinciannya adalah sebagai berikut.

Alasan Materiil:

  1. Melanggar prinsip keadilan dan kepastian hukum
  2. Bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM) yang dijamin konstitusi
  3. Melanggar hak-hak konstitusional warga negara
  4. Bertentangan dengan prinsip negara hukum dan demokrasi.

Alasan formil:

  1. Tidak melibatkan partisipasi publik dalam proses penyusunan
  2. Tidak memenuhi quorum (jumlah minimal peserta) sidang di DPR saat pengambilan keputusan
  3. Pembentukan UU melanggar tahapan atau mekanisme yang diatur dalam UU P3
  4. Tidak ada naskah akademik atau kajian yang cukup sebagai dasar pembentukan UU.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi