KOMPAS.com - Mudik menjadi tradisi tahunan bagi masyarakat Indonesia ketika menjelang Hari raya Idul Fitri.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mudik adalah berlayar atau pergi ke udik (hulu sungai, pedalaman). Mudik bisa juga diartikan dengan pulang ke kampung halaman.
Beberapa orang, terutama yang berasal dari Jawa menganggap mudik adalah kepanjangan dari mulih dilik yang artinya pulang sebentar.
Sebagian lainnya mengatakan, istilah mudik berasal dari bahasa Betawi, yaitu udik yang artinya kampung atau desa.
Sehingga mudik diartikan menuju ke udik atau kampung yang dilakukan menjelang perayaan tertentu, seperti Lebaran.
Lantas, apa arti mudik sebenarnya?
Baca juga: 4 Cara Cek Jalan Macet Saat Mudik Lebaran 2025 via HP
Arti mudik, bukan singkatan "mulih dilik"
Ahli Bahasa di Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Dr. Ganjar Harimansyah mengatakan, kata "mudik" secara etimologi tercatat dalam Kamus Jawa Kuna-Indonesia (Zoetmulde dan Robson, 2006) dengan makna 'naik; maju (berjalan) ke hulu; menuju ke darat' dari kata u?ik yang berarti 'naik; maju (berjalan) ke hulu; menuju ke darat'.
Selain itu, ada juga yang menyebut bahwa kata "mudik" berasal dari bahasa Melayu yang artinya pergi ke hulu atau pergi ke pedalaman.
"Makna ini sesuai dengan pemahaman bahwa "mudik" yang mengacu pada perjalanan menuju kampung halaman yang biasanya terletak di daerah pedesaan atau daerah yang lebih jauh dari kota besar," kata dia, saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (22/3/2025).
Dalam hal ini, kata "mudik" berkaitan erat dengan konsep perjalanan kembali ke tempat asal.
Meski bukan singkatan dari mulih dilik, Ganjar tidak menampik bahwa banyak masyarakat yang mencocok-cocokkan kata mudik sebagai akronim frasa tersebut.
"Mulih dilik" dalam bahasa Jawa berarti pulang sebentar. Namun, Ganjar berkata, hal tersebut tidak sesuai dengan makna asli kata "mudik" yang lebih luas dan berhubungan dengan perjalanan jauh untuk merayakan hari besar.
"Asal-usul kata 'mudik' yang benar lebih tepat merujuk pada makna dari bahasa Melayu yang mengarah pada konsep 'pergi ke hulu; atau 'pulang ke kampung halaman' dan bukan dari frasa Jawa 'mulih dilik' dan bukan dari frasa Jawa 'mulih dilik'," jelas dia.
Menurut Ganjar, "mulih dilik" lebih merujuk pada tindakan pulang untuk waktu yang singkat, seperti kembali ke rumah untuk beberapa hari saja dan tidak memiliki kaitan dengan perjalanan pulang kampung pada Hari Raya seperti yang dimaksud dalam tradisi mudik. Meskipun ada kemiripan dalam pengucapan, "mudik" tidak berasal dari frasa "mulih dilik".
Dalam bahasa Inggris pun, tidak ada satu kata yang mewakili konsep "mudik".
Istilah yang paling mendekati konsep mudik adalah homecoming atau return to one's hometown yang merujuk pada perjalanan kembali ke tempat asal atau kampung halaman.
Namun, istilah homecoming digunakan secara umum dan tidak khusus hanya merujuk pada tradisi yang berkaitan dengan liburan atau perayaan tertentu.
Hal tersebut berbeda dengan konsep mudik di Indonesia.
Baca juga: Bolehkah Tidak Berpuasa Saat Perjalanan Mudik Lebaran? Ini Penjelasannya
Sejarah mudik di Indonesia
Jika menilik sejarah, tradisi mudik sudah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit.
Dikutip dari KemenpanRB, saat itu, para petani yang berkelana memiliki sebuah tradisi untuk pulang ke kampung halamannya agar bisa berkumpul bersama sanak saudara.
Kepulangannya itu bertujuan untuk membersihkan makam leluhur dalam rangka meminta keselamatan dalam mencari rezeki di tanah perantauan.
Di zaman tersebut, mudik sama sekali tidak dikaitkan dengan perayaan Idul Fitri.
Namun, sekitar tahun 1970-an, istilah mudik dikaitkan dengan Lebaran.
Banyak perantau yang bekerja di Ibu Kota memanfaatkan cuti panjang yang baru bisa diambil saat menjelang Idul Fitri untuk pulang ke kampung halamannya.
Tradisi ini terus melekat di bangsa Indonesia, terutama ketika pemerintah mengatur kebijakan hari libur nasional dan cuti bersama melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri yang ditandatangani oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Menteri Agama, dan Menteri Ketenagakerjaan.
Dalam aturan tersebut, Pemerintah Indonesia menetapkan cuti bersama yang berlaku untuk pekerja umum.
Sementara itu, cuti bersama untuk Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI, dan Polri, diatur dalam Keputusan Presiden. Hal ini mengacu pada pasal 333 ayat 4 Peraturan Presiden (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS.
Atas dasar dua kebijakan tersebut, masyarakat Indonesia kemudian dapat menentukan jadwal mudik menjelang hari raya Idul Fitri.
Pada tahun ini, libur hari raya Idul Fitri ditetapkan pada 31 Maret dan 1 April 2025. Kemudian untuk cuti bersama Idul Fitri 2025 jatuh pada tanggal 2, 3, 4, dan 7 April 2025.
Baca juga: 6 Cara Cari Rest Area Terdekat lewat HP Saat Mudik Lebaran 2025
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.