Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Wartawan Senior Peter A. Rohi Terima Paket Kepala Manusia Saat Liputan Kasus Petrus

Baca di App
Lihat Foto
Dok. Peter Apollonius Rohi
Potret wartawan senior Peter Apollonius Rohi yang pernah terima paket isi kepala manusia saat memberitakan kasus petrus
|
Editor: Irawan Sapto Adhi

KOMPAS.com - Mendiang wartawan senior Peter Apollonius Rohi pernah menerima paket berisi kepala manusia saat memberitakan kasus Petrus bersama media Suara Indonesia.

Peristiwa penembakan misterius 1982-1985 yang kerap disebut Petrus diakui negara sebagai pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat.

Petrus terjadi ketika ratusan orang yang dianggap preman atau pelaku kejahatan dibunuh oleh aparat keamanan di luar hukum, tanpa melalui pengadilan.

Diberitakan Kompas.com (14/4/2023), Peter Apollonius Rohi ikut memberitakan kasus Petrus di Kota Malang melalui media pimpinannya harian Suara Indonesia (SI).

Namun, wartawan sekaligus mantan marinir yang akrab disapa Peter A. Rohi tersebut justru menerima kiriman paket berisi kepala manusia buntut pemberitaan medianya.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Tempo Dua Kali Diteror Paket Berisi Bangkai Hewan, Apa yang Sebenarnya Terjadi?


Peter A. Rohi terima paket kepala manusia dari Petrus

Pada 1982-1985, masyarakat Indonesia mengalami teror penembakan tanpa diketahui pelakunya. Jasad korban penembakan bahkan dibiarkaan masih berdarah di tengah jalan.

Salah satu surat kabar yang kala itu gencar memberitakan Petrus di Kota Malang dan Jawa Timur adalah harian Suara Indonesia (SI), anak perusahaan Sinar Harapan.

Harian SI dipimpin Peter A. Rohi selaku redaktur pelaksana pada awal 1980-an. Saat itu, koran ini sempat menjadi yang terbesar di Jawa Timur dengan tiras 40.000 eksemplar.

Saat korannya sudah sukses, Peter memerintahkan para wartawan SI untuk memberitakan kasus Petrus melalui serial liputan khusus.

Media tersebut juga menyampaikan kritik melalui tajuk rencana, serta mengangkat suara kritis masyarakat yang mempertanyakan kebijakan pemerintah di balik peristiwa Petrus.

"Semua koresponden saya perintahkan membuat berita setiap korban 'petrus'," kata Peter kala itu, dikutip dalam buku Peter A.Rohi, Jurnalis Pejuang, Pejuang Jurnalis (2020).

Perintah Peter A. Rohi tersebut membuat koran SI diisi berita korban kekerasan Petrus, bahkan nyaris setiap hari. Namun, sikap kritis tersebut menyudutkan pihak-pihak lain.

Pada Rabu, 16 November 1983 sekitar pukul 03.00 WIB, kantor redaksi SI mendapat kiriman paket berisi potongan kepala manusia.

Potongan kepala yang diyakini miliki seorang korban Petrus ini diletakkan persis di pintu masuk kantor redaksi.

Peter Rohi dan media Suara Indonesia diyakini menjadi korban teror akibat berita dan tajuk pemberitaan yang keras terhadap kasus Petrus.

Atas kejadian tersebut, redaksi SI memutuskan tidak menerbitkan koran harian pada keesokan harinya.

Baca juga: Saat Istana Bergurau Tanggapi Teror Kepala Babi terhadap Tempo...

Arti di balik paket kepala manusia ke SI

Redaksi Suara Indonesia kemudian menerbitkan tajuk rencana berjudul Soal "Paket Istimewa untuk SI terkait penerimaan paket kepala manusia dalam korannya.

Paket itu diterima saat Konferensi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) ke-17 baru terlaksana. Pada acara tersebut, presiden dan wakil presiden bahkan menekankan pers harus berani mengemukakan hal secara obyektif, kreatif, dan bertanggung jawab.

Tak hanya menerima paket kepala manusia, redaksi SI mengaku mendapatkan telepon misterius ke alamat redaksi yang meneror mental surat kabar tersebut.

Direktur LBH Jakarta saat itu, Abdulrachman Saleh menyatakan, paket kepala manusia yang diterima SI dapat memiliki beberapa arti.

Paket kepala manusia dapat berarti sebagai suatu kejahatan, pelampiasan rasa sadisme, serta peringatan agar SI tidak lagi berani mengungkap kenyataan.

Atas kejadian tersebut, SI berharap kasus penemuan paket itu segera ditangani secara tuntas terutama oleh Menteri Penerangan, Harmoko yang juga mantan Ketua Pelaksana PWI Pusat.

SI juga mendesak kasus ini segera diselesaikan. Sebab, kejadian yang sama berpotensi dialami surat kabar lain, bahkan masyarakat umum.

Jika tidak ditangani, redaksi yakin hal itu justru merugikan masyarakat yang butuh berita benar. Pemerintah juga rugi karena interaksi pers dan masyarakat mendukung kelancaran pembangunan.

"Sepotong kepala manusia dibawa dan diletakkan seakan tanpa rasa yang menyentuh hati nurani membuat kita jadi prihatin. Hendak ke mana rasa kemanusiaan kita?" tulis SI.

Baca juga: Kronologi Kantor Tempo Dapat Kiriman Kepala Babi, Berbau Busuk dan Pengirim Misterius

Bukti perjuangan media

Peter A. Rohi menceritakan kejadian saat dia menerima paket kepala manusia melalui unggahan akun Facebook pribadinya pada 20 Maret 2015.

Menurut Peter, dia menerima paket berisi kepala manusia tersebut pada dua hari setelah ulang tahunnya yang ke-41.

Paket itu didapat setelah mantan Presiden Soeharto menginstruksikan dilakukan "pembunuhan misterius" sebagai tindakan menekan preman yang meraja lela di Indonesia.

Namun, instruksi itu menyebabkan muncul karung-karung mayat tanpa identitas di jalanan. Peter kemudian meminta semua koresponden mencatat identitas korban Petrus.

Menurut koresponden, tidak semua korban adalah preman. Para korban Petrus termasuk juara tinju nasional Johny Mangi, petani, perawat, aktivis, pengacara, serta pensiunan marinir.

"Itulah dianggap melawan para penembak misterius, maka aktivitas saya harus dihentikan. Lalu, dikirimilah paket kepala manusia dalam kantong plastik dimasukkan di sebuah boks kardus," tulis Peter dalam unggahannya.

Dia menegaskan, hal itu bukan menunjukkan Peter membela preman. Namun dia meyakini, setiap setiap warga negara berhak diadili secara hukum dan mendapat pembelaan.

Berita pengiriman paket kepala manusia tersebut mendapat reaksi keras dari dunia internasional. Peter diwawancarai dan bertemu pihak-pihak asing.

Kejadian wartawan dikirimi paket kepala manusia ini juga masuk dalam laporan Hak Asasi Manusis Internasional tentang Pers yang menyatakan masih ada penindasan pers di Tanah Air.

Peter menyatakan, perwakiman Amnesti Internasional di Belanda, Martha Meyer bahkan memintanya keluar dari Indonesia sementara waktu sebagai wartawan yang mendapat tugas belajar ke AS.

"Tapi saya tidak berangkat. Saya memilih tetap di Indonesia, terus menulis dan berjuang sampai akhirnya Soeharto menghentikan operasi Petrus di Tanah Air," imbuh Peter.

(Sumber: KOMPAS.com/Rachmawati)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi