Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bercanda Soal Teror Kepala Babi, Pengamat: Kualitas Public Speaking Jubir Istana Dipertanyakan

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/ADHYASTA DIRGANTARA
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi saat ditemui di Istana, Jakarta, Senin (17/2/2025).
|
Editor: Resa Eka Ayu Sartika

KOMPAS.com - Pengamat politik Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Nur Hidayat Sardini menyayangkan sikap Juru Bicara (Jubir) Istana yang justru bergurau saat menanggapi teror kepala babi terhadap redaksi Tempo.

Diketahui, pada Kamis (20/3/2025) kantor redaksi Tempo mendapatkan paket berisi kepala babi dari pengirim anonim yang ditujukan kepada jurnalis Tempo Francisca Christy atau akrab dipanggil Cica.

Selang dua hari kemudian, Tempo kembali mendapat kiriman serupa berisi sejumlah tikus dengan kepala terpenggal.

Menanggapi hal itu, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi berseloroh supaya kepala babi yang diterima Cica Tempo dimasak saja.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pernyataan tersebut sempat membuat publik geram karena dianggap tidak bersimpati dan justru merespons dengan candaan.

Lantas apa tanggapan pengamat terkait pola komunikasi pihak Istana yang dalam hal ini diwakili oleh Hasan Nasbi?

Baca juga: Mengapa Kepala Babi dan Tikus Digunakan untuk Simbol Teror? Ini Penjelasannya

Kualitas public speaking Istana dipertanyakan

Nur Hidayat menyebut, respons Istana yang diwakili oleh Hasan Nasbi itu menunjukkan kualitas public speaking yang rendah.

Di saat tugas sebagai Juru Bicara Istana Kepresidenan menjadi penjernih keadaan justru Hasan Nasbi melakukan sebaliknya.

"Kualitas public speakingnya rendah, masih perlu belajar mengelola emosi diri sendiri. Ini Istana lho ya, yang hati, mata, telinganya itu mewakili kepentingan negara, harus berkelas gitu lo," ujar Nur saat dikonfirmasi Kompas.com pada Senin (24/3/2025).

Nur menilai, sebagai Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi tidak mampu menyusun kata dengan baik.

Selain itu, Hasan Nasbi masih kurang dalam seni berdiplomasi, serta tidak mampu menyangkal (counter) pemberitaan yang tidak sesuai secara cerdas.

"Jadi menurut saya ganti aja orang seperti ini, nggak banyak memberi manfaat, justru menambah masalah," ujar mantan Juru Bicara Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) itu.

Baca juga: Jurnalis di Rusia Diteror Kiriman Kepala Babi, Kantor Medianya Dibredel

Hasan Nasbi perlu belajar dengan Jubir terdahulu

Nur menjelaskan, kapasitas Juru Bicara Istana Kepresidenan harus memiliki kemampuan dalam berkomunikasi secara diplomatis.

Seorang juru bicara harus mampu memastikan bahwa apa yang dikatakan itu harus sampai pada tujuannya.

"Mampu memastikan bahwa goal yang ditembakkan itu tercapai. Juru bicara itu harus datar, cool, calm, and confident," tegasnya.

Ia kemudian mencontohkan sejumlah mantan Juru Bicara di Indonesia yang cukup hebat pada masanya, di antaranya mantan Jubir KPK Johan Budi Sapto Priboyo atau Febri Diansyah.

Selain itu juga sosok Wimar Witoelar di era pemerintahan Presiden Gus Dur, dan sebagainya.

"Mereka datar, kalem, dan memberikan perspektif. Menyangkal berita dengan cara halus dan elegan, itu maksud saya," papar Nur.

Termasuk sosok John Kirby, Juru Bicara Gedung Putih di era Presiden Joe Biden. John Kirby menunjukkan kelasnya sebagai ahli diplomasi.

Kemampuannya ditampakkan ketika menjawab cecaran pertanyaan yang menohok dengan fokus dan datar.

"Orang dengan kualifikasi itu punya kemampuan. Kemampuan didapatkan karena pengalaman dan ahli berdiplomasi," terang Nur.

Baca juga: [POPULER TREN] Sayur Penurun Kadar Gula Darah | Gurauan Istana soal Teror Kepala Babi Kepada Jurnalis Tempo

Sementara itu, menurut Nur, sosok Hasan Nasbi dalam kapasitasnya menjadi Jubir telah gagal merespon dan menanggapi secara cerdas terkait teror kepala babi terhadap jurnalis Tempo.

Emosi Hasan Nasbi tidak tertahankan, ditambah pemilihan diksi yang mencerminkan kerendahan kapasitas dan ilmunya.

"Yang dilupakan seorang Hasan Nasbi juga tidak punya sensivitas bahwa dia adalah mewakili hati, mata, telinga, dan mulut presiden yang seharusnya diagungkan," tegasnya.

Nur juga mengibaratkan, juru bicara layaknya pemadam kebakaran yang harus mampu meredam gejolak yang terjadi.

Jubir juga ibarat penjaga gawang yang harus mampu menyesuaikan arah bola yang terkadang liar agar tetap masuk di dalamnya.

"Bola yang ditendang oleh pejabat harus mampu masuk menjadi gol, terkadang kan tendangannya ngaco maka jubir inilah yang bagaimanapun harus menggeser gawangnya supaya bolanya tetap masuk," tandasnya.

Baca juga: Saat Istana Bergurau Tanggapi Teror Kepala Babi terhadap Tempo...

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi