Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buntut Tarif Trump, Pembeli AS Mulai Hentikan Pesanan Produk Garmen dari Bangladesh 

Baca di App
Lihat Foto
AFP/REHMAN ASAD
Peraih Nobel perdamaian asal Bangladesh Muhammad Yunus berbicara kepada media saat bersiap untuk pergi setelah mengajukan banding untuk perpanjangan jaminannya di Pengadilan Banding Buruh di Dhaka pada 3 Maret 2024. Para pemimpin mahasiswa di Bangladesh pada 5 Agustus menuntut peraih Nobel Muhammad Yunus untuk memimpin pemerintahan sementara, sehari setelah militer mengambil alih kendali saat demonstrasi massa memaksa penguasa lama Sheikh Hasina meninggalkan negara itu.
|
Editor: Irawan Sapto Adhi

KOMPAS.com - Pelaku usaha asal Amerika Serikat (AS) mulai menghentikan pesanan produk garmen dari Bangladesh.

Hal itu terjadi setelah Presiden AS  Donald Trump mengumumkan akan memberlakukan tarif impor baru pada Rabu (9/4/2025).

Bangladesh adalah negara produsen garmen terbesar kedua di dunia. Produk tekstil dan garmen juga menjadi penyumbang sekitar 80 persen dari keseluruhan ekspor Bangladesh.

Industri ini padahal baru bergeliat kembali setelah terpukul adanya revolusi pemerintah oleh mahasiswa setahun yang lalu.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kini, produk garmen Bangladesh harus menghadapi kenyataan pahit dihantam tarif baru Trump sebesar 37 persen.

Selain itu, Donald Trump akan menaikkan bea masuk menjadi 16 persen untuk produk kapas.

Lantas, seperti apa respons pemerintah dan kondisi para produsen di Bangladesh setelah para pembeli AS meminta menghentikan pengiriman?

Baca juga: Trump Kenakan Tarif Impor 32 Persen ke Indonesia, Rumus Apa yang Dipakai?

Pemerintah Bangladesh minta penundaan pungutan

Kebijakan tarif Trump telah mendorong Pemerintah Bangladesh untuk memohon penundaan pungutan tersebut selama 3 bulan.

Pemimpin sementara Bangladesh Muhammad Yunus meminta negosiasi Trump dengan mengirimkan surat.

"Yunus menulis surat kepada Trump untuk meminta waktu tiga bulan agar pemerintah sementara dapat mengimplementasikan inisiatifnya untuk meningkatkan ekspor AS ke Bangladesh secara substansial,” kata Pemerintah Bangladesh dalam sebuah pernyataannya pada Senin (7/4/2025), dikutip dari AFP.

Produk-produk ekspor yang dimaksud meliputi kapas, gandum, jagung, dan kedelai yang akan memberikan keuntungan bagi para petani AS.

Pemerintah Bangladesh juga siap mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk mendukung penuh agenda perdagangan AS.

Baca juga: Besaran Tarif Impor Donald Trump Tuai Sorotan, Disebut Mirip Perhitungan AI

Produsen kehilangan pembeli

Dampak kebijakan tarif Trump nyatanya langsung terasa bagi para produsen garmen.

Direktur pelaksana Essensor Footwear and Leather Products, Mohammad Mushfiqur Rahman, mengaku telah kehilangan salah satu pembelinya.

Melalui surat, pembeli meminta Rahman untuk menghentikan pengiriman produk. Padahal, pembeli tersebut sudah lama berlangganan produk miliknya.

“Pembeli saya menghentikan pengiriman barang-barang kulit, termasuk tas, ikat pinggang, dan dompet senilai Rp 5 miliar pada hari Minggu (6/4/2025),” kata Rahman.

Perusahaannya telah beroperasi sejak 2008 dengan pengiriman barang rata-rata senilai Rp 1,6 miliar ke AS setiap bulannya.

Baca juga: Pulau Tak Berpenghuni Dekat Antartika Juga Terkena Tarif Impor Trump

Tahun lalu, Bangladesh mampu mengekspor barang sekitar Rp 140 triliun ke Amerika Serikat dengan Rp 123,7 triliun di antaranya berasal dari sektor garmen siap pakai.

Saifur Rahman, CEO produsen garmen siap pakai Wikitex-BD juga mengalami hal yang sama.

Pembelinya telah meminta penghentian pengiriman senilai Rp 2,5 miliar. 

“Pembeli saya dari AS tidak mungkin membebankan biaya tambahan ini kepada klien mereka, jadi kami harus menurunkan harga,” kata Rahman.

Asosiasi Produsen dan Eksportir Garmen Bangladesh (BGMEA), Md Anwar Hossain, yang ditunjuk pemerintah mengirimkan surat kepada pembeli AS, meminta para produsen untuk bersabar dan memohon pengertiannya atas situasi yang sedang terjadi.

Pihaknya akan berusaha mencari solusi atau jalan keluar terbaik dari situasi sulit saat ini

“Kami menyadari bahwa beberapa merek dan peritel telah menghubungi pemasok Bangladesh. Kami akan mendiskusikan langkah-langkah yang mungkin dilakukan untuk mengurangi dampaknya,” tulis Hossain.

Sementara itu, mantan direktur BGMEA Mohiuddin Rubel mengatakan, beberapa pembeli bukan menghentikan pengirimannya. Para pembeli melainkan hanya meminta agar pengiriman ditunda sampai pemberitahuan lebih lanjut.

“Secara khusus, pembeli yang lebih kecil menekan pemasok untuk menyerap tarif penuh, atau berbagi biaya,” kata Rubel.

Baca juga: Trump Kenakan Tarif Impor 32 Persen ke Indonesia, Rumus Apa yang Dipakai?

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Sumber: AFP
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi