KOMPAS.com - Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG turun di zona menjelang penutupan pertama perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Selasa (8/4/2025).
Merujuk data RTI pukul 12.00 WIB, IHSG turun 502,14 poin atau sekitar 7,71 persen dibanding penutupan sebelumnya. Sebanyak 672 saham masih berada di zona merah dan hanya 23 saham yang berada di zona hijau.
Perencana Keuangan dari Advisors Alliance Group, Andi Nugroho mengatakan, IHSG yang turun akan turut mempengaruhi reksadana yang digunakan untuk wadah menghimpun dana dari investor untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio Efek oleh Manajer Investasi.
"Betul, reksadana akan ikut turun. Kalau mau dijabarkan lagi ya karena yang namanya reksadana itu manajer investasinya akan menginvestasikan dana-dana dari nasabah untuk dibelikan saham-saham," ungkapnya, saat dikonfirmasi Kompas.com, Selasa (8/4/2025).
Padahal, selama ini reksadana menjadi salah satu alternatif investasi bagi masyarakat, terutama mereka yang berinvestasi dalam jumlah yang kecil dan tidak memiliki keahlian serat waktu untuk menghitung risiko atas investasi yang dilakukan.
Lantas, apa yang harus dilakukan investor jika IHSG turun?
Baca juga: Trading Halt Kembali Berlaku Usai IHSG Anjlok 9 Persen
Jenis reksadana yang terpengaruh oleh IHSG
Menurut portofolio investasinya, reksadana terbagi menjadi empat jenis, yaitu reksadana pasar uang, reksadana pendapatan tetap yang sebagian besar dana investasi dialokasikan ke obligasi, reksadana saham, dan reksadana campuran.
Dari keempat portofolio tersebut, menurut Andi, reksadana yang berbasis saham dan campuran merupakan portofolio yang paling terdampak pergerakan IHSG.
Dia menjelaskan reksadana yang berbasis pada saham adalah reksadana saham. Sementara reksadana campuran adalah jenis reksadana yang mengalokasikan dana ke berbagai instrumen investasi, seperti obligasi, pasar uang, deposito, dan saham.
Biasanya jenis reksadana ini akan menyebutkan berapa presentase dana saham yang dialokasikan dalam prospektusnya. Prospektus sendiri adalah dokumen resmi yang berisi informasi penting terkait penawaran sekuritas kepada publik.
"Kenapa? Ya karena saham sudah jelas karena memang memang portofolionya bisa 100 persen dari reksa dana tersebut itu dialokasikan dana nasabahnya di pasar saham," kata dia.
"Jadinya, ketika IHSG anjlok ya otomatis portofolionya si manajer investasinya merah sehingga berpengaruh pada NAB nilai aktivanya reksadana ini," imbuh Andi.
Nilai Aktiva Bersih atau NAB adalah harga wajar dari portofolio suatu reksadana setelah dikurangi biaya operasional reksadana.
Sementara untuk reksadana campuran, nilai investasi bisa mengikuti IHSG lantaran jenis investasi tersebut mengalokasikan dana ke saham, obligasi, pasar uang, hingga deposito.
"Karena memang sedikit banyak dari portfolionya (reksadana campuran) itu juga masuk ke pasar saham, walaupun tidak 100 persen, maka ketika IHSG turun harga dan anjlok itu berpengaruh kepada nilai aktivanya dari reksadana tersebut.
Baca juga: Ini Alasan BEI Ubah Batas Trading Halt Jadi 8 Persen
Apa yang harus dilakukan investor saat IHSG turun?
Andi mengimbau kepada investor untuk tidak panik ketika IHSG turun.
Dia menyampaikan, ada dua strategi yang bisa dilakukan investor ketika menghadapi IHSG anjlok, yaitu melakukan top-up kembali atau melakukan pemindahan produk investasi.
Menurut Andi, ketika IHSG turun, kondisi ini justru bisa dimanfaatkan investor untuk membeli produk investasi karena nilainya sedang rendah.
"Sebenarnya ketika harga-harga lagi turun bahkan sebenarnya buat teman-teman yang mereka berinvestasi di pasar saham langsung, ketika harganya lagi murah ini waktunya serok bawah. Waktunya top-up untuk kita bisa mendapatkan cuan ketika harganya naik lagi nanti," saran Andi.
Hal yang sama juga bisa diterapkan kepada investor yang berinvestasi ke reksadana.
Namun, bagi investor yang ingin menarik uangnya dari investasi reksadana, hal itu juga sah-sah saja dilakukan menurut Andi.
Hanya saja, Andi mengingatkan, penjualan reksadana atau pemindahan produk reksadana (switching) membutuhkan waktu beberapa hari sekitar 2-3 hari.
"Setahu saya itu prosesnya lebih lambat dibandingkan misal mau cut saham yang dibeli langsung di pasar saham," ucapnya.
Di sisi lain, selama proses penjualan atau pemindahan dana, nilai reksadana tetap akan mengikuti harga efek dan kondisi pasar. Sehingga tidak menutup kemungkinan dana investasi yang dijual bisa turun lagi.
Adapun jika investor ingin melakukan pemindahan produk investasi, Andi menyarankan untuk memindahkannya ke instrumen lainnya, seperti reksadana pasar uang atau pendapatan tetap.
Kedua instrumen investasi tersebut lebih aman dan memiliki profil risiko yang lebih rendah. Hal ini karena manajer investasi reksadana pasar uang atau pendapatan tetap tidak menginvestasikan dana ke pasar saham.
Pilihan berikutnya adalah menyimpan uang penjualan reksadana ke tabungan bank atau deposito.
"Atau mungkin dibelikan logam mulia juga boleh," ungkap Andi.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.