Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Musim Kemarau 2025 Diprediksi Lebih Pendek, Apa Dampaknya?

Baca di App
Lihat Foto
canva.com
Ilustrasi musim kemarau. Musim Kemarau 2025 Diprediksi Lebih Pendek, Apa Dampaknya?
|
Editor: Ahmad Naufal Dzulfaroh

KOMPAS.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi, musim kemarau 2025 akan berlangsung lebih pendek.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, musim kemarau 2025 terjadi secara bertahap mulai April 2025. Puncaknya, berlangsung pada Juni hingga Agustus 2025.

"Pada bulan April 2025, sebanyak 115 Zona Musim (ZOM) akan memasuki musim kemarau. Jumlah ini akan meningkat pada Mei dan Juni, seiring meluasnya wilayah yang terdampak, termasuk sebagian besar wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, dan Papua,” ujar Dwikorita," ujarnya, Sabtu (12/4/2025).

Menurutnya, musim kemarau 2025 diperkirakan berlangsung singkat berdasarkan analisis dinamika iklim global dan regional yang dilakukan BMKG hingga pertengahan April 2025.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lantas, apa yang terjadi jika musim kemarau terjadi lebih singkat dari biasanya?

Baca juga: BMKG Sebut Musim Kemarau 2025 Lebih Pendek, Apa Penyebabnya?

Dampak musim kemarau 2025 lebih singkat

Direktur Informasi Perubahan Iklim BMKG, A Fachri Radjab, mengatakan, kondisi itu disebabkan oleh sebagian Zona Musim yang mengalami curah hujan di atas normal.

"Musim kemarau yang lebih pendek merupakan akibat adanya gangguan iklim, yaitu kondisi curah hujan di atas normal selama musim kemarau," kata Fachri saat dikonfirmasi Kompas.com, Senin (14/4/2025).

"Musim kemarau yang lebih pendek akan menyebabkan akumulasi curah hujan tahunan menjadi lebih tinggi dari normalnya," tambah Fachri.

Menurutnya, musim kemarau 2025 yang terjadi secara singkat itu memberikan dampak positif dan negatif.

Baca juga: BMKG Petakan Wilayah yang Berpotensi Banjir pada 15-20 April 2025, Mana Saja?

Dampak positifnya adalah peningkatan produksi di bidang industri pertanian.

"Masa tanam bisa lebih panjang atau lebih dari satu kali dalam setahun (multiple cropping). Tanaman tidak terlalu lama mengalami kekeringan, sehingga potensi gagal panen lebih kecil," terangnya.

Selain itu, ketersediaan air juga menjadi lebih terjaga sehingga sumber air, seperti sungai, waduk, dan embung, tidak cepat surut. 

Dampak berikutnya adalah kualitas udara menjadi lebih baik.

"Jika kemarau pendek disertai hujan, maka akan membantu mengurangi polusi dan debu. Risiko kebakaran hutan dan lahan (karhutla) lebih rendah," jelas dia.

Baca juga: BMKG Prediksi Musim Kemarau 2025 Lebih Pendek

Lahan pertanian terganggu, perkembangan hama meningkat

Meski demikian, musim kemarau 2025 yang lebih singkat juga bisa menyebabkan gangguan lahan pertanian.

Fachri menerangkan, musim kemarau yang terjadi secara singkat membuat pengeringan lahan pertanian menjadi tidak optimal karena terbatas waktu.

Hal ini menyebabkan petani garam, tembakau, atau palawija yang membutuhkan cuaca kering bisa mengalami kerugian.

Musim kemarau yang pendek turut mengganggu proyek infrastruktur.

"Proyek-proyek seperti pembangunan jalan, bendungan, atau pengeringan rawa yang bergantung pada musim kering bisa tertunda," kata dia.

Hama tanaman tertentu juga bisa meningkat akibat perubahan kelembapan yang tidak normal karena musim kemarau lebih pendek.

Kondisi lembap membuat penyakit seperti leptospirosis atau demam berdarah pun menjadi meningkat.

Baca juga: Kenapa Indonesia Masih Diguyur Hujan Saat Awal Musim Kemarau 2025? Ini Penjelasan BMKG

Kapan puncak musim kemarau 2025?

Menurut perkiraan BMKG, musim hujan di Indonesia tahun ini tidak berakhir secara serentak.

"Ada wilayah yang musim hujannya berakhir di April, namun banyak juga wilayah yang musim hujannya berakhir di Mei, Juni bahkan Juli dan Agustus," ucap Fachri.

Disebutkan bahwa awal musim kemarau terjadi pada April 2025 di beberapa wilayah Indonesia.

Sementara, puncak musim kemarau 2025 akan terjadi pada Juni hingga Agustus 2025 di wilayah Jawa bagian tengah hingga timur, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, dan Maluku.

Terkait sifat musim kemarau 2025, BMKG menyebutkan, sekitar 60 persen wilayah diprediksi mengalami kemarau dengan sifat normal, 26 persen wilayah mengalami kemarau lebih basah dari normal, dan 14 persen wilayah lainnya lebih kering dari biasanya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi