Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjelasan Sri Mulyani Tentang Tukin Dosen ASN Kemendikti Saintek 2025

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/ISNA RIFKA SRI RAHAYU
Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Brian Yuliarto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat Taklimat Media di Gedung Kemendikti Saintek, Jakarta, Selasa (15/4/2025).
|
Editor: Intan Maharani

KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan tentang pencairan tunjangan kinerja dan tunjangan profesi untuk dosen aparatur sipil negara (ASN) tahun 2025 ini. 

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menganggarkan Rp 2,66 triliun untuk tunjangan kinerja yang akan disalurkan kepada total 31.066 dosen ASN.

Baca juga: Alasan Tukin Dosen ASN 2020-2024 Tidak Bisa Cair, Ini Penjelasan Kemendikti Saintek

Pihak Kemenkeu menyusun anggaran tersebut berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2025 yang telah ditandatangani Prabowo Subianto pada 27 Maret 2025 lalu. 

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perpres ini menyamaratakan tunjangan yang diterima dosen dan pegawai ASN di bawah naungan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek).

Dalam konferensi pers di Kantor Kemendikti Saintek pada Selasa (15/4/2025), Sri Mulyani memaparkan tentang anggaran tukin dan tunjangan profesi setelah Perpres terbit.

Ada selisih antara tunjangan profesi dan tukin

Ia mengungkapkan bahwa protes yang dilakukan pegawai Kemendikti Saintek sebelumnya karena kesenjangan jumlah tunjangan. 

"Dia (tukin) merupakan penghargaan terhadap ASN yang bekerja di kementerian lembaga untuk mencapai kinerja organisasi di kementerian lembaga tersebut," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers yang dikutip dari KOMPAS TV. 

Sri Mulyani menjelaskan bahwa tukin diberikan kepada tenaga pendidik non-dosen yang bekerja di kementerian/lembaga terkait. 

"(Untuk dosen Kemendikbud) itu tidak diberikan tunjangan kinerja," lanjutnya. 

Namun, dosen di bawah Kemendikti Saintek mendapatkan tunjangan profesi sesuai sertifikasi. 

Lebih lanjut, Sri Mulyani menjelaskan bahwa dosen-dosen dari perguruan tinggi mendapatkan tunjangan berdasarkan peraturan di dalam instansi tersebut.

Sebelumnya, dosen ASN tidak mempermasalahkan tukin karena tunjangan profesi sebelumnya lebih tinggi. 

"Sedangkan untuk yang aparat ASN di dalam Kemenristekdikti yang bukan dosen mendapatkan tukin. Jadi dalam Kemenristekdikti yang bukan dosen dapat tukin, yang dosen mendapat tunjangan profesi," terang Menkeu. 

"Kondisi itu masih diterima aja waktu tunjangan profesi lebih tinggi daripada tukin. Makanya nggak ada suara, kan?" lanjutnya. 

Baca juga: Polemik Tukin Dosen ASN Kemendikti Ristek, Apa yang Sebenarnya Terjadi?

Menurut Sri Mulyani, tukin dosen ASN berbeda dengan tukin Kemendikti Saintek yang struktural.

Masalah muncul ketika ada selisih besaran antara tunjangan profesi dengan tunjangan kinerja sesuai dengan jabatan. 

Ia memberikan contoh, seorang guru besar di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) Satker menerima tunjangan profesi sebesar Rp 6,7 juta. Sedangkan untuk jabatan Eselon II menerima tukin sebesar Rp 19,28 juta. 

Berapa tukin yang diterima dosen ASN?

Dengan peraturan baru ini, guru besar akan tetap menerima tunjangan profesi Rp 6,7 juta yang ditambah selisih dari tunjangan profesi dan tukin struktural. 

"Dia tetap akan menerima tunjangan profesi tersebut ditambah tukin. Namun, bukan sebesar Rp 19,2 juta, melainkan hanya selisihnya. Jadi, dia akan mendapatkan tambahan dalam bentuk tukin," katanya. 

Dengan peraturan ini, dosen ASN di Kemendikti Saintek akan menerima tukin di luar gaji pokok, tunjangan melekat, dan tunjangan profesi. 

"Kami sudah menghitung dampak anggaranya. Ini berarti mereka dapat 14 bulan karena 12 bulan Januari sampai Desember plus THR plus gaji ke-13. Jadi mereka untuk ini adalah akan sama dapat THR-nya dan gaji ke-13-nya," ucap Sri Mulyani. 

"Sehingga nilainya adalah Rp 2,66 triliun yang akan kami bayarkan sesudah Bapak Menteri akan mengeluarkan Peraturan Menteri untuk pelaksanaannya," sambungnya.

Berdasarkan penjelasan Sri Mulyani, PTN yang sudah berbentuk badan hukum seperti Universitas Indonesia, Institut Pertanian Bogor, Universitas Gadjah Mada, Institut Teknik Bandung, Universitas Airlangga, Universitas Sumatera Utara, dan lainnya mendapatkan remunerasi.

Dalam hal ini, Sri Mulyani menyamakan remunerasi dengan tukin yang disebutkan tergantung dengan masing-masing perguruan tinggi. 

"Pokoknya perguruan tinggi yang besar-besar itu adalah bentuknya badan hukum. Itu dosennya mendapatkan remunerasi. Remunerasinya tergantung dari masing-masing perguruan tinggi, mereka tetap dapat APBN," ujar dia. 

"Kemudian ada perguruan tinggi yang masuknya BLU itu lebih dekat dengan APBN. Mereka yang sudah punya BLU, punya remunarsi, dosennya dapet gaji pokok, tunjangan melekat, plus tunjangan profesi atau yang di sini disebutnya remunerasi atau tukin," imbuhnya. 

Dari pertemuan tersebut, Pemerintah akan mencairkan tukin 31.066 dosen yang bekerja di perguruan tinggi Satuan Kerja (PTN Satker), PTN badan hukum layanan umum (PTN BLU) yang belum remunerasi, dan dosen pada Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LDDikti). 

Meskipun perpres baru keluar pada bulan April, besaran tukin untuk dosen ASN tetap dihitung mulai bulan Januari 2025. 

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi