KOMPAS.com - Beredar luas di masyarakat, sejumlah mitos seputar kehamilan kerap menyesatkan dan belum terbukti secara medis.
Padahal, sebagian besar dari informasi tersebut tidak memiliki dasar medis yang jelas dan justru berpotensi menimbulkan kekhawatiran berlebihan bagi calon ibu.
Dokter spesialis obstetri dan ginekologi, dr. Marcel Elian Suwito, Sp.OG, mengingatkan pentingnya memilah informasi agar ibu hamil tidak terjebak pada anggapan keliru yang bisa mengganggu kenyamanan selama masa kehamilan.
Saat dihubungi Kompas.com pada Kamis (17/4/2025), ia meluruskan beberapa mitos yang kerap dianggap sebagai kebenaran.
Baca juga: 10 Tanda-tanda Hamil 1 Minggu, Tak Hanya Terlambat Haid
Bolehkah ibu hamil minum kopi atau teh?
Banyak orang percaya bahwa ibu hamil sama sekali tidak boleh mengonsumsi kopi atau teh karena dianggap bisa berdampak buruk bagi janin.
Menanggapi hal ini, dr. Marcel menegaskan bahwa konsumsi kopi atau teh sebenarnya tetap diperbolehkan, asalkan dalam jumlah yang wajar.
“Boleh dong, maksimal 200 miligram per hari atau sekitar dua gelas per hari,” kata dr. Marcel.
Ia menambahkan bahwa kopi dan teh tidak menyebabkan kelainan pada janin jika dikonsumsi dalam batas aman.
Namun, konsumsi berlebihan bisa menghambat penyerapan nutrisi penting yang dibutuhkan oleh ibu dan janin selama kehamilan.
Baca juga: Hipertensi pada Ibu Hamil: Risiko Preeklamsia yang Harus Diwaspadai
Bentuk perut menentukan jenis kelamin bayi, benarkah?
Mitos lain yang masih sering didengar di tengah masyarakat adalah anggapan bahwa bentuk perut ibu hamil dapat menjadi petunjuk jenis kelamin bayi.
Misalnya, perut yang terlihat lebar disebut sebagai tanda janin perempuan, sementara bentuk perut yang lancip dipercaya menunjukkan janin laki-laki.
Menanggapi hal ini, dr. Marcel memastikan bahwa anggapan tersebut tidak didukung bukti medis.
“Ini mitos. Tidak ada yang bisa menentukan jenis kelamin dari bentuk perut atau apapun itu,” ujarnya.
Ia menyebutkan, penentuan jenis kelamin hanya bisa dipastikan melalui pemeriksaan medis seperti Non-Invasive Prenatal Testing (NIPT) sejak usia kehamilan 10 minggu, atau melalui ultrasonografi (USG) pada usia kehamilan 13 minggu apabila posisi janin memungkinkan.
Baca juga: Vaksinasi Ibu Hamil: Langkah Penting untuk Menjaga Kesehatan Bayi
Benarkah makan nanas bisa menyebabkan keguguran?
Buah nanas kerap menjadi "kambing hitam" dan dianggap bisa memicu keguguran pada ibu hamil. Namun, menurut dr. Marcel, anggapan tersebut tidak sesuai dengan fakta medis.
“Ini juga mitos, konsumsi nanas tidak menyebabkan keguguran,” tegasnya.
Ia menjelaskan bahwa penyebab keguguran umumnya berkaitan dengan kelainan kromosom pada janin atau kualitas produk kehamilan yang tidak berkembang sejak awal. Selain itu, faktor lain seperti kerusakan DNA pada sperma juga bisa memengaruhi.
Bila keguguran terjadi setelah usia kehamilan lebih dari 10 minggu, ada kemungkinan penyebabnya berkaitan dengan kondisi medis ibu yang belum terdeteksi sebelumnya.
Dr. Marcel mengingatkan agar para ibu hamil selalu mengutamakan konsultasi dengan dokter kandungan untuk mendapatkan informasi yang benar, ketimbang mempercayai mitos-mitos yang belum terbukti kebenarannya secara ilmiah.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.