Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penampakan Pertama Cumi-cumi Kolosal sejak 100 Tahun, Invertebrata Terbesar di Bumi

Baca di App
Lihat Foto
Dok. Schmidt Ocean Institute
Cumi-cumi kolosal atau colossal squid yang ditemukan peneliti untuk pertama kali sejak 100 tahun lalu
|
Editor: Ahmad Naufal Dzulfaroh

KOMPAS.com - Para ilmuwan berhasil merekam penampakan cumi-cumi kolosal atau colossal squid sejak diidentifikasi pertama 100 tahun lalu.

Ilmuwan dari Schmidt Ocean Institute pertama kali memfilmkan kemunculan cumi-cumi kolosal (Mesonychoteuthis hamiltoni) di lingkungan alaminya pada 9 Maret 2025.

Cumi-cumi raksasa yang dikenal sebagai invertebrata terbesar Bumi itu terlihat di dekat Kepulauan Sandwich Selatan, Samudra Atlantik Selatan.

Cumi-cumi raksasa atau colossal squid merupakan bagian penting dari jaring makanan di Antartika sebagai makanan paus sperma dan predator laut dalam lainnya.

Penampakan cumi-raksasa yang baru diungkap pada Selasa (15/4/2025) ini terjadi pada tahun yang sama dengan peringatan 100 tahun identifikasi dan penamaan resmi cumi-cumi kolosal.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Ilmuwan Hidupkan Kembali Serigala Direwolf yang Punah 12.500 Tahun Lalu


Penampakan pertama cumi-cumi kolosal

Tim ilmuwan dan kru internasional melakukan ekspedisi menggunakan kapal penelitian Falkor (too) dan wahana kendali jarak jauh (ROV) SuBastian milik Schmidt Ocean Institute.

Dalam ekspedisi itu, mereka menemukan cumi-cumi kolosal berusia remaja sepanjang 30 cm pada kedalaman 600 meter di perairan Kepulauan Sandwich Selatan, Samudra Atlantik Selatan.

Cumi-cumi kolosal diperkirakan tumbuh hingga sepanjang tujuh meter dan berat bisa mencapai 500 kilogram. Ini menjadikannya invertebrata terberat dan terbesar di Bumi.

“Sangat menyenangkan melihat rekaman in situ pertama cumi-cumi kolosal muda dan merendahkan hati untuk berpikir mereka tidak tahu manusia ada,” kata pakar ilmiah Kat Bolstad dari Auckland University of Technology yang menjadi konsultan temuan tersebut.

Menurutnya, para ilmuwan baru hanya menemukan sisa-sisa cumi tersebut di perut paus, burung laut, atau sebagai predator ikan toothfish yang dimakan manusia selama 100 tahun.

Baca juga: Ilmuwan Temukan 4 Fakta Menarik tentang Evolusi Primata, Apa Saja?

Sebelumnya, seorang nelayan pernah memfilmkan cumi-cumi dewasa yang sekarat. Namun, baru kali ini hewan itu terlihat hidup pada kedalaman laut.

Pakar cumi-cumi yang juga menjadi konsultan penemuan itu, Aaron Evans menuturkan, cumi-cumi yang terekam mulai kehilangan ciri-cirinya saat bayi.

Cumi-cumi kolosal itu tidak memiliki mata menonjol pada sisi kepalanya, melainkan mata bagian dari kepala. Ukuran kepala dan tubuhnya pun lebih proporsional.

"Kita mungkin bisa menganggapnya cumi-cumi remaja. Ia belum sepenuhnya dewasa, masih harus tumbuh besar. Namun, ia juga bukan bayi. Jadi, ia spesimen yang sangat menarik untuk kita periksa," kata dia, diberitakan CNN, Rabu (16/4/2025).

Menurutnya, rekaman cumi-cumi kolosal remaja ini sangat menarik. Sebab, para peneliti bisa memeriksa dan melengkapi riwayat hidup invertebrata misterius tersebut.

Baca juga: Ilmuwan Ungkap Bukti Banjir Terbesar di Bumi, Mengisi Laut Mediterania dalam Waktu Singkat

Apa itu cumi-cumi kolosal?

Cumi-cumi kolosal merupakan cumi-cumi raksasa yang hidup pada kedalaman laut Antartika dan sub-Antartika sebagai sumber makanan paus sperma dan predator laut lainnya.

Cumi-cumi ini memiliki delapan lengan yang lebih pendek dan dua tentakel lebih panjang. Invertebrata tersebut juga memiliki kait di bagian tengah dari delapan lengannya.

Anak cumi-cumi kolosal memiliki permukaan tubuh lebih transparan. Kondisi itu berubah setelah cumi-cumi kolosal beranjak dewasa. Namun, hewan-hewan ini tetap tampak rapuh.

Mantel cumi itu memiliki sel berpigmen yang dapat memantulkan cahaya, kromatofora berwarna merah coklat berkarat atau sel pengubah warna.

Saat direkam, cumi-cumi kolosal tidak menghilang atau khawatir dengan peralatan yang digunakan para ilmuwan. Namun, rekaman cumi-cumi kolosal dewasa tetap sulit didapat.

Aaron Evans menuturkan, para peneliti membutuhkan waktu lebih lama untuk bertemu maupun merekam cumi-cumi kolosal dewasa.

"Cumi-cumi kolosal dewasa tetap misterius dan penuh teka-teki karena memiliki indra yang memungkinkannya melihat kita. Cumi-cumi kolosal terbatas di Antartika, tempat kita tidak mendapatkan kesempatan meneliti sesering itu," kata Evans.

Baca juga: Ilmuwan Buat Simulasi untuk Buktikan Titan Satelit Saturnus Layak Huni

Ekspedisi itu juga menghasilkan rekaman pertama cumi-cumi kaca glasial (Galiteuthis glacialis) di Laut Bellingshausen, Samudra Selatan dekat Antartika yang belum pernah terlihat hidup di habitat alaminya.

Rekaman cumi-cumi kaca diambil pada kedalaman 687 meter. G. glacialis berbeda dari cumi-cumi kolosal karena tubuhnya transparan. Cumi ini terekam berpose khas seperti kakaktua.

“Penampakan pertama dua cumi-cumi berbeda dalam ekspedisi berturut-turut sangat luar biasa dan menunjukkan betapa sedikitnya yang telah kita lihat dari penghuni Samudra Selatan yang luar biasa ini,” tutur Direktur Eksekutif Schmidt Ocean Institute, Jyotika Virmani.

Tim ilmuwan kini telah menangkap rekaman pertama dari setidaknya empat spesies cumi di alam liar. Temuan itu termasuk Spirula spirula (Cumi-cumi Tanduk Ram) pada 2020 dan Promachoteuthis pada 2024.

Kapal penelitian tersebut akan melanjutkan ekspedisi ke lepas pantai Argentina dan Uruguay di Samudra Atlantik Selatan selama empat tahun ke depan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi