Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siapa Nyonya Abendanon yang Dipanggil "Ibu" dalam Surat Kartini?

Baca di App
Lihat Foto
wikimedia.org/Collectie Wereldmuseum (v/h Tropenmuseum), part of the National Museum of World Cultures
RA Kartini, Siapa Nyonya Abendanon yang Dipanggil Ibu dalam Surat Kartini?
|
Editor: Ahmad Naufal Dzulfaroh

KOMPAS.com - Surat Raden Ajeng (RA) Kartini menjadi bukti bahwa gagasan yang ditulis tidak akan pernah hilang dalam catatan sejarah, pun dengan namanya.

Hal ini selaras dengan pandangan sastrawan Indonesia, Pramoedya Ananta Toer yang menulis bahwa, "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah," Rumah Kaca (1988).

Melalui surat-suratnya, Kartini menyampaikan harapan dan keinginannya untuk menuntut ilmu hingga ke Belanda. Namun, impian itu kandas lantaran sulitnya perempuan Hindia Belanda saat itu untuk memperoleh akses pendidikan, khususnya ke luar negeri.

Kartini mengirimkan surat-suratnya itu kepada sahabat penanya di Belanda melalui pegawai pos bernama Estella Zeehandelar. Salah satu orang yang turut menerima surat itu adalah Nyonya Abendanon yang bahkan selalu disebut "ibu" oleh Kartini.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kepadanya Nyonya Abendanon, Kartini mencurahkan segala isi hati dan kegelisahannya terkait pendidikan dan perempuan Hindia Belanda saat itu.

Lantas, siapa sebenarnya Nyonya Abendanon?

Baca juga: 45 Poster Hari Kartini 2025 yang Bisa Diunduh Gratis Pakai Ponsel

Mengenal sosok Nyonya Abendanon

Dilansir dari Kompaspedia (20/4/2024), Nyonya Abendanon adalah Rosa Abendanon, istri dari Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda, JH Abendanon.

Sitisoemandari Soeroto dalam Kartini, Sebuah Biografi (1977) mengatakan, JH Abendanon adalah salah satu tokoh penggerak politik etis di Hindia Belanda.

Kelak, JH Abendanon menjadi sosok yang penting dalam pengumpulan surat-surat Kartini. Sebagai salah satu tokoh penggerak politik etis, JH Abendanon juga menyebarkan pemikiran Kartini melalui surat-suratnya.

Dia juga menjadikan tulisan dalam surat-surat Kartini menjadi sebuah buku berjudul Door Duisternis tot Licht (1911). Buku itu kemudian diterjemahkan oleh sastrawan Armijn Pane dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang yang terbit pada 1939.

Baca juga: Di Mana Baca Habis Gelap Terbitlah Terang Pemikiran RA Kartini secara Online?

Nyonya Abendanon menjadi tempat Kartini mencurahkan segala pemikiran, cita-cita, dan isi hatinya. Ia terus mengirimkan lembar demi lembar surat yang ditulis dengan tangannya sendiri kepada Nyonya Abendanon.

Dikutip dari Kompas.com (21/4/2016), perkenalan Nyonya Abendanon dengan Kartini terjadi di Jepara pada 1900. 

Saat itu, Nyonya Abendanon terkejut dengan ucapan Kartini. Perempuan Jawa yang lahir dari keluarga bangsawan itu menyebut kata "pendidikan kejuruan".

"Tidak! Seorang wanita yang bersungguh-sungguh maju tidak mungkin dapat hidup dalam masyarakat kami dalam keadaannya sekarang ini. Bagi wanita pribumi sekarang ini hanya terbuka satu jalan, yaitu kawin.” kata Kartini.

"Nyonya yang sudah lama di Jawa ini tentu sudah mengetahui bagaimana keadaan perkawinan dalam masyarakat kami. Maka kami gembira sekali bahwa suami Nyonya akan memberikan pendidikan kepada gadis-gadis kami. Namun, di samping itu, perlu juga diberikan pendidikan kejuruan, barulah karunia yang suami Nyonya berikan itu menjadi karunia penuh," imbuhnya.

Baca juga: Apakah Peringatan Hari Kartini 21 April 2025 Libur?

Mendengar hal itu, Nyonya Abendanon tercengang dan segera memotong percakapan suaminya dengan Bupati Jepara Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat yang tidak lain adalah ayah Kartini.

“Jan, dengarkah kau? Gadis ini minta pendidikan kejuruan untuk gadis-gadis Jawa,” tutur Nyonya Abendanon kepada suaminya.

Mendengar hal tersebut, Jan meminta secara khusus untuk bertemu dengan Kartini guna mengetahui pemikirannya.

Saat itu, usulan Kartini sangat jelas, yakni pendidikan kejuruan untuk perempuan di Hindia Belanda.

Baca juga: Twibbon dan Ucapan Selamat Hari Kartini 2025 yang Menginspirasi Kaum Wanita

Gagalkan Kartini melanjutkan sekolah ke Belanda

Meski sempat terkejut dengan pemikiran Kartini, ternyata Nyonya Abendanon juga yang membuat Kartini menggagalkan keinginannya untuk melanjutkan sekolah di negeri kincir.

Masih dari sumber yang sama, Mr Abendanon dan Nyonya Abendanon berhasil menyakinkan Kartini untuk mengurungkan mimpinya belajar di Belanda. Mereka menjanjikan agar Kartini bersekolah di Batavia saja.

Alasannya, Batavia lebih dekat dengan keluarga Kartini di Jepara. Keluarga Kartini ternyata juga mendukung ide tersebut.

Mr Abendanon membujuk Kartini dalam percakapan di sebuah pemandian bernama Klein Scheveningen (pemandian Bandengan) yang sangat dicintai Kartini.

Tidak diketahui dengan pasti apa motif Mr Abendanon membujuk Kartini untuk tidak bersekolah di Belanda.

Baca juga: Sering Dikenakan di Perayaan Hari Kartini, Begini Sejarah Kebaya

Yang jelas, Sitisoemandari menuliskan, kegagalan Kartini untuk melanjutkan sekolah di Belanda itu membuat hari-harinya semakin murung.

Dia bahkan sempat terkejut dan pingsan saat ayahnya menarik kembali izin bagi Kartini untuk bersekolah di Batavia.

Saat beasiswa dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda diberikan kepadanya, Kartini harus memilih untuk menikah dengan Bupati Rembang Raden Adipati Djojo Adiningrat.

Bupati Rembang ini sebelumnya telah menduda sebanyak dua kali karena ditinggal istrinya meninggal. Meski mencintai Kartini, tetapi Bupati Rembang itu ternyata memiliki tiga selir.

Duka dan rasa kecewa yang dirasa Kartini terus membayanginya hingga dirinya wafat di usia 25 tahun pada 17 september 1904. Dia meninggal lima hari setelah melahirkan putranya dan baru 10 bulan berumah tangga.

Sebelum meninggal, Kartini diketahui sempat berkirim surat ke Nyonya Abendanon pada 7 September 1904.

Baca juga: Teladani Peran Kartini, Solis Hanny Felle Jadi Inspirasi Literasi di Danau Sentani

Menurut analisis Sitisoemandari, untuk menebus rasa bersalah kepada Kartini, Mr Abendanon kemudian mengumpulkan dan menerbitkan surat-surat Kartini menjadi buku berjudul Door Duisternis tot Licht yang diterjemahkan menjadi “Habis Gelap Terbitlah Terang".

Buku tersebut dicetak sebanyak 5 kali dan pada cetakan terakhir ditambahkan pula surat Kartini.

Mr Abendanon kemudian menulis artikel tentang Kartini yang berjudul "Les Idees d'une Jeune Javanaise" (Pikiran-pikiran Perempuan Muda Jawa) pada 1913 dalam majalah Perancis L'Asie Francaise.

Terjemahan surat-surat Kartini terbit dalam Bahasa Perancis pada 1960. Adapun Edisi Inggris pertama, terbit di New York pada 1920 dengan judul Letters of a Java Princess terjemahan Agnes L Symmers.

Di sana, buku ini beberapa kali dicetak ulang.

Pada 1922, edisi berbahasa Melayu dicetak untuk pertama kalinya melalui seri Volkslectuur (Bacaan Rakyat) di Jakarta. Edisi itu memuat pilihan surat-surat Kartini yang ada dalam edisi Belanda.

Pada 1938, terbitlah buku berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang hasil karya sastrawan Pujangga Baru Armijn Pane melalui Balai Pustaka.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi