KOMPAS.com - Mager adalah singkatan dari malas gerak yang merujuk pada kebiasaan diam atau malas-malasan daripada beraktivitas fisik.
Istilah tersebut populer di generasi muda, terutama di era digital yang serba instan.
Mager biasanya dilakukan saat hari libur, setelah makan, atau ketika rebahan di tempat tidur sambil membuka media sosial.
Seringkali, mager menjadi alasan untuk menunda olahraga, kerja rumah, bahkan sekadar jalan kaki untuk beberapa saat.
Baca juga: Istilah Kekinian Masuk KBBI, dari Pansos, Mager, Maksi, hingga Julid...
Meski terlihat sepele, kebiasaan mager ternyata berdampak besar bagi kesehatan tubuh, salah satunya bisa meningkatkan risiko kematian dini.
Keterkaitan mager dengan kematian dini diungkap oleh dosen Fakultas Kedokteran Institut Pertanian Bogor (IPB), dr Widya Eka Nugraha, MSiMed.
“Gaya hidup sedenter (sedentary lifestyle) atau yang biasa disebut mager berbeda dengan aktivitas fisik biasa. Ini adalah kondisi ketika seseorang bahkan tidak melakukan aktivitas ringan,” ujar Widya dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Jumat (25/4/2025)
Lalu, kenapa mager bisa meningkatkan risiko kematian dini?
Baca juga: 6 Olahraga Ini Cocok untuk yang Mager alias Malas Gerak
Kenapa mager bisa meningkatkan risiko kematian dini?
Widya menjelaskan bahwa orang dapat mengetahui apakah dirinya mager atau tidak dengan mengukur aktivitas fisik melalui satuan metabolic equivalents (METs).
Jika suatu aktivitas mempunyai nilai METs kurang dari atau sama dengan 1,5, hal ini dapat dikategorikan sebagai aktivitas sedenter (lembam).
Selain itu, orang dapat dikatakan memiliki gaya hidup sedenter apabila 50 persen dari waktunya selama bangun sekitar enam jam hanya dihabiskan untuk duduk atau minim gerakan.
Baca juga: Jarang Disadari, Berikut 5 Kebiasaan Sehari-hari yang Memicu Kanker
Contoh aktivitas sedenter adalah duduk, rebahan, atau menonton televisi (TV).
Widya menjelaskan, aktivitas duduk lebih dari 15 menit dalam satu sesi dapat meningkatkan risiko kematian jika dibandingkan dengan duduk kurang dari 10 menit per sesi duduk.
Ia menambahkan, orang yang sering berolahraga juga mengalami risiko tersebut apabila duduk terlalu lama tanpa jeda.
“Intinya, kita harus jeda aktivitas duduk dengan gerakan ringan seperti berdiri dan berjalan (brisk walk) sebentar,” terang Widya.
Baca juga: Tanda-Tanda Diabetes di Pagi Hari yang Sering Diabaikan, Kenali Sebelum Terlambat
Keterkaitan mager dengan risiko kematian dini
Widya mengatakan, ada sejumlah mekanisme yang berhubungan antara kebiasaan mager, seperti duduk terlalu lama, dengan masalah kesehatan.
Duduk dalam waktu yang lama ternyata membuat nilai METs menjadi rendah sehingga metabolisme tubuh menjadi tidak terlalu aktif.
Untuk diketahui, metabolisme adalah proses ketika tubuh mengubah makanan dan minuman yang dikonsumsi menjadi energi.
Baca juga: Tanda-tanda Jantung Bermasalah Saat Pagi dan Malam Hari, Jangan Diabaikan
Widya menyampaikan, jika orang duduk terlalu lama maka otot-otot tubuhnya melemah dan mengurangi massanya.
Jika kondisi tersebut dibiarkan dalam waktu yang lama, orang berpotensi mengalami penumpukan kadar gula dalam darah.
Risiko lainnya adalah kadar kolesterol darah, aliran darah kurang lancar, otot melemah, risiko kepikunan atau demensia meningkat, hingga kematian dini.
Baca juga: Tanda-tanda Usus Bermasalah yang Jarang Disadari, Bisa Muncul di Kulit
Cara mencegah kematian akibat kebiasaan mager
Widya mengatakan, risiko kematian akibat kebiasaan mager dapat dicegah dengan membuat tubuh bergerak secara aktif.
“Kalau bisa berdiri, jangan duduk. Gunakan standing desk, naik sepeda daripada motor, berdiri di angkutan umum, dan gabung komunitas olahraga,” jelasnya.
Cara lainnya adalah membuat tubuh aktif bergerak dengan menggunakan sepatu roda, alat workout sederhana, atau pakaian yang nyaman untuk bergerak.
Baca juga: Pria di India Menyamar Jadi Dokter Bedah Jantung, Diduga Tewaskan 7 Pasien
“Pada dasarnya, tubuh kita memang diciptakan untuk aktif. Jadi, ayo bergerak, jangan terus-menerus mager,” jelas Widya.
Sementara itu, dokter spesialis jantung Rumah Sakit (RS) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Habibie Arifianto, dr.,SpJP (K)., M.Kes menyebutkan, orang yang jarang bergerak rentan terkena penyakit jantung.
Orang yang jarang melakukan aktivitas fisik juga berpotensi terkena tekanan darah tinggi, dislipidemia (kelainan metabolisme lipid), serta diabetes alias penyakit kencing manis.
Kondisi tersebut menyebabkan rasa kaki di bagian tengkuk, pegal-pegal di seluruh tubuh, kerap buang air kecil, dan tubuh menjadi mudah sakit.
Baca juga: 5 Camilan yang Sering Dimakan tapi Memicu Kanker, Cegah mulai Sekarang
Habibie menjelaskan, risiko jantung juga semakin meningkat pada orang yang mageran apabila mereka mulai merasakan nyeri di bagian dada ketika beraktivitas fisik dan napas ngos-ngosan.
Supaya hal tersebut tidak terjadi, Habibie menyarankan orang yang jarang bergerak untuk memilih jenis olahraga yang tepat menurut prinsip frequency, intensity, time and type (FIIT).
“Frekuensi (olahraga) minimal empat kali per minggu. Intensitas moderat dengan target laju jantung saat olahraga 70-80 persen dari laju jantung maksimal 220 bergantung usia. Waktu 30-40 menit tiap olahraga. Dan, tipe olahraga aerobik lebih diutamakan,” jelas habibie dikutip dari laman resmi UNS, Kamis (30/6/2022).
Baca juga: Jarang Diketahui, Berikut 5 Minuman Sehari-hari yang Memicu Kanker
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.