KOMPAS.com - Pemberian obat hipertensi umumnya merupakan metode utama yang disarankan oleh tenaga medis guna menurunkan tekanan darah.
Namun, ada sejumlah kasus di mana pasien tetap mengalami tekanan darah tinggi, meskipun telah mengonsumsi tiga hingga empat jenis obat sekaligus.
Menurut Dokter Spesialis Penyakit Dalam, dr. R.A. Adaninggar Primadia Nariswari, Sp.PD, kondisi tersebut dikenal sebagai hipertensi resisten atau hipertensi refrakter.
“Kasus ini banyak di mana-mana, terutama dari faktor ketidakpatuhan minum obat dan tidak konsisten untuk mengubah gaya hidup,” kata Adaninggar, atau yang akrab disapa dokter Ningz, kepada Kompas.com pada Rabu (30/4/2025).
Baca juga: Daun Kelor dan 7 Bahan Alami Lainnya untuk Menurunkan Hipertensi
Mengenali hipertensi resisten
Ningz mengatakan hipertensi resisten adalah keadaan di mana tekanan darah tinggi tidak berhasil dikontrol, meskipun pasien telah mengonsumsi tiga hingga empat macam obat hipertensi.
Seorang pasien dapat dikategorikan memiliki hipertensi resisten, jika obat yang dikonsumsi berasal dari kelas terapi yang berbeda, dan dikonsumsi dalam dosis maksimal yang bisa ditoleransi pasien, seperti yang dikutip dari Healthline.
Sebelum membuat diagnosis hipertensi resisten, dokter akan memastikan sejumlah faktor lainnya.
“Yang pertama, dipastikan kepatuhan minum obatnya, sudah rutin atau belum. Yang kedua, harus dipastikan sudah benar atau belum cara pengukuran tensinya,” ujar Ningz.
Ia juga mengatakan bahwa penting untuk memeriksa kemungkinan adanya hipertensi sekunder, yaitu kondisi medis lain yang menjadi penyebab tekanan darah tinggi.
“Karena kalau ada hipertensi sekunder, ya penyakit inilah yang harus diobati. Kalau tidak, hipertensinya juga akan sulit terkendali,” ujarnya.
Lebih jauh, Ningz menjelaskan bahwa gangguan hormonal tertentu bisa menjadi penyebab hipertensi resisten, seperti hiperaldosteronisme primer, feokromositoma, penyempitan arteri ginjal (stenosis arteri renalis), maupun gagal ginjal kronik.
“Kalau sudah dipastikan tiga hal itu tidak ada, baru kita mencari faktor lain yang menyebabkan hipertensi ini menjadi sulit terkendali,” ucapnya.
Baca juga: Apakah Mengurangi Garam Saja Cukup untuk Menurunkan Hipertensi? Ini Penjelasan Dokter…
Apa saja faktor risiko hipertensi resisten?
Dokter Ningz yang berpraktik di RS Adi Husada Undaan Wetan, menyebutkan bahwa kelebihan berat badan adalah penyebab utama kesulitan dalam mengendalikan tekanan darah tinggi.
“Yang utama adalah selalu terkait dengan gaya hidup. Jadi yang pertama, apakah masih ada obesitas? Karena obesitas ini sangat mempersulit pengendalian tensi. Ini terkait dengan pola makan, kebiasaan olahraga,” terangnya.
Selain itu, faktor genetik untuk sensitivitas terhadap garam juga dapat menjadi penyebab.
“Jadi kalau ada orang yang sensitif terhadap garam, kalau dia tidak mengurangi konsumsi natrium atau sodiumnya dengan signifikan, ini akan sulit juga mengatur atau mengendalikan tensinya,” ungkapnya.
Baca juga: 10 Makanan yang Cocok Dikonsumsi Penderita Hipertensi
Lalu, Ningz menyebutkan faktor lain yang turut memengaruhi adalah konsumsi rutin obat-obatan tertentu yang berdampak pada tekanan darah.
Beberapa jenis obat, kata Ning, dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah sebagai efek samping.
“Misalnya, penggunaan obat-obat anti-nyeri golongan NSAID. Ini pada beberapa orang bisa menaikkan tensi dan mempersulit pengendalian tensi,” sebutnya.
Selain itu, obat flu yang mengandung dekongestan dan obat-obatan hormonal juga diketahui bisa memicu tekanan darah tinggi.
“Jadi, itu semua yang harus dievaluasi pada kondisi di mana tensi enggak bisa turun, padahal sudah minum obat 3 sampai 4 macam,” paparnya.
Di akhir, Ningz juga mengingatkan bahwa hipertensi resisten tidak hanya terjadi pada kelompok usia lanjut, tetapi juga bisa dialami oleh kalangan muda.
Baca juga: Benarkah Semua Penderita Hipertensi Wajib Kurangi Garam? Ini Kata Dokter...
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.