KOMPAS.com - Polres Wonogiri menerima laporan terkait kasus grooming yang mengarah ke tindak pemerkosaan anak di bawah umur, pada Jumat (18/4/2025).
Dilansir dari Grid, Kamis (1/5/2025), Kapolres Wonogiri, AKBP Jarot Sungkowo, mengungkapkan bahwa pelaku grooming memiliki inisial K dan berusia 45 tahun, sementara korban merupakan anak kelas 6 SD.
Jarot mengatakan bahwa pelaku telah melakukan pemerkosaan dalam rentang 14 Maret hingga 17 April dengan cara mengumbar janji akan bertanggung jawab apabila korban hamil.
Selain itu, K juga berusaha membungkam korban dengan memberinya sejumlah uang.
Perbuatan pelaku terbongkar saat orang tua korban membaca pesan WhatsApp anaknya, lalu menanyakannya.
Dilansir dari Kompas.com (1/12/22), grooming merupakan manipulasi seksual yang dilakukan orang dewasa terhadap anak di bawah umur.
Modus yang dilakukan adalah dengan membangun kepercayaan korban secara bertahap layaknya menjalin hubungan asmara, lalu memanipulasinya secara seksual seperti dalam kasus di atas.
Berkaca dari kasus tersebut, bagaimana tanggapan psikolog terkait grooming pada anak?
Baca juga: Rumor Hubungan Kim Soo Hyun dan Kim Sae Ron Saat Berusia 15 Tahun, Apa Itu Child Grooming?
Orangtua perlu waspada tanda anak mengalami child grooming
Psikolog Klinis, Ratih Ibrahim, menegaskan bahwa dalam kasus grooming, yang paling penting untuk dibenahi adalah pada orang dewasa dan bukan pada anak.
"Yang bejat adalah si orang dewasa yang melakukan pemerkosaan kepada anak kecil. jadi, Yang terpenting justru bukan di anaknya, melainkan pada orang dewasanya, untuk tidak grooming anak," terang Ratih saat dihubungi Kompas.com, Kamis (1/5/2025)
Sementara itu, Psikolog sekaligus Dosen di Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta, Ratna Yunita Setiyani Subardjo, menambahkan bahwa orang tua perlu mengenali tanda-tanda grooming pada anak.
"Kenali tanda-tanda perubahan perilaku pada anak dan tanda pelecehan," ujar Ratna saat dihubungi Kompas.com, Kamis (1/5/2025).
Baca juga: Penjelasan Psikologis Mengapa Korban Pelecehan Seksual Terkadang Tidak Berontak
Tanda anak mengalami child grooming
Ratna menjelaskan bahwa perubahan perilaku anak yang mengalami grooming, yaitu meliputi perubahan mood, penarikan diri dari aktivitas sosial, ataupun perubahan dalam penampilan.
Sementara itu, tanda-tanda pelecehan dapat berupa luka fisik, perubahan perilaku seksual, atau ketakutan yang tidak biasa.
Dengan memiliki kesadaran akan dua hal tersebut, orang tua dapat terbantu dalam mengetahui potensi masalah dan memutuskan tindakan yang tepat.
"Jika terjadi kecurigaan, maka orang terdekat, bisa ortu atau guru, atau kakek nenek dan saudara, sebaiknya segera melaporkan kecurigaan kepada pihak berwenang, seperti polisi atau lembaga perlindungan anak," tambah Ratna.
"Hal yang tak kalah pentingnya adalah beri dukungan kepada anak yang menjadi korban child grooming dan pastikan mereka mendapatkan bantuan yang dibutuhkan," lanjutnya.
Dengan begitu, anak dapat terbantu dalam memulihkan diri dari trauma.
Baca juga: Grooming Behavior, Salah Satu Pintu Masuk Aksi Kejahatan
Cara menjauhkan anak dari child grooming
Selanjutnya, Ratna menjelaskan langkah-langkah yang dapat dilakukan orang tua untuk menjauhkan anak dari child grooming. Cara yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut.
- Memberikan pendidikan mengenai batasan, keamanan online, dan pelecehan seksual
Ratna mengimbau perlunya mengajarkan batasan fisik dan privasi anak, termasuk bagaimana cara mengatakan "tidak" ketika merasa tidak nyaman.
Hal ini membantu anak mengembangkan kesadaran tentang hak-hak pribadi dan meningkatkan kemampuan melindungi diri.
"Orang tua perlu mengajarkan anak mengenai cara bermedia sosial dengan benar, termasuk cara menghindari predator online," kata Ratna.
Dia juga menambahkan bahwa pendidikan seksual penting diberikan kepada anak, termasuk mengenai cara melaporkan pelecehan seksual.
- Memantau aktivitas dan pergaulan anak
Setelah memberikan pendidikan pada anak, orang tua juga perlu memantau aktivitas online dan pergaulan anak di dunia nyata.
Orang tua perlu memastikan bahwa anak berada dalam situasi yang nyaman dan tidak berisiko.
Selain itu, Ratna menegaskan pentingnya menerapkan batasan yang jelas pada anak terkait batasan waktu dan cara bermedia sosial.
- Membangun hubungan yang sehat dengan anak
Ratna mengatakan bahwa hal yang tidak boleh dilupakan adalah membangun hubungan yang terbuka dan dengarkan anak.
Dengan begitu, anak akan terbuka menyampaikan masalah yang sedang dihadapi dan memgembangkan rasa percaya terhadap orang tua.
"Orang tua harus mengajarkan pada anak mengenai perbedaan antara orang yang dapat dipercaya dan yang tidak," tegas Ratna.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.